OLAH RAGA DAN DIABETES
MELLITUS
I.
PENDAHULUAN
AKAR MASALAH
Diabetes
mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang sudah mendunia dan menimbulkan
komplikasi jangka pendek dan jangka panjang yang menyebabkan kerugian ekonomi
dan social yang besar. Dari berbagai penelitian epidemiologi di Indonesia,
sekotar tahun 1980-an didapatkan prevalensi DM sebesar 1,5-2,3 % pada penduduk
usia lebih dari 15 tahun. Dalam Diabetes Atlas 2000 ( Internasional Diabetes
Federaton ) tercantum perkiraan penduduk Indonesia diatas 20 tahun sebesar 125
juta dan dengan prevalensi DM sebesar 4,6 % dan diperkirakan pada tahun 2000
pasien DM akan berjumlah 5,6 juta dan berdasarkan pola pertambahan penduduk
pada tahun 2020 nanti akan didapatkan
8,2 juta pasien diabetes mellitus dari 178 juta penduduk diatas 20 tahun. Suatu
jumlah yang besar dan beban yang berat yang berat, karenanya semua pihak harus
ikut serta untuk mencegah dan menanggulangi timbulnya ledakan DM ini mulai dari
sekarang.
DAMPAK TERHADAP INDIVIDU
Pengembangan diabetes mellitus bertalian
dengan peningkatan angka kematian, resiko tinggi untuk berkembangnya penyulit-penyulit vaskuler, ginjal retina,
dan neuropati yang mengakibatkan kecacatan serta kematian dini. Pada beberapa
negara sedang berkembang, tingginya angka kematian akibat
penyulit-penyulit yang bersifat akut
amat menncengangkan, sebagai akibat dari ketiadaan kebutuhan utama pengobatan
(misalkan insulin). Ketidakcukupan fasilitas untuk pencegahan sekunder dan
tersier terhadap para penderita IDDM dan NIDDM telah meningkat lebih cepat bila
dibandingkan dengan masyarakat bukan penderita diabetes mellitus. Namun angka
kematian penderita IDDM belia ( Yong
Onset IDDM) antar negara bervariasi sangat besar, yang menunjukkakn bahwa
kematian dini para penderita usia muda sebagian besar dapat dicegah. Kebanyakan
anak-anak penderita IDDM dinegara-negara sedang berkembang meninggal dalam 5
tahun sesudah diagnosa ditegakkan. Sedangkan dinegara industri, nilai tengah (
median) angka harapan hidup seorang penderita IDDM sekarang adalah sekitar
70-80 % dari populasi umum.
Insident
penyulit-penyulit pada ginjal dan retina telah menyusut sampai 25-50 % dalam 3
dekade terakhir dan ini bila digabungkan dengan langkah pendeteksian dini serta
pengobatan penyulit secara efektif, telah
banyak sekali menurunkan resiko kecacatan para penderita IDDM. Pada
penderita IDDM, pendeteksian dini dan pengobatan segera penyulit-penyulit
pembuluh darah mikro pada ginjal dan retina serta pencegahan dan pengobatan
gangguan pada kaki juga telah memperbaiki prognosa dengan cara menurunkan
kecacatan.
DAMPAK TERHADAP MASYARAKAT
Program-program pencegahan dan penapisan diabetes mellitus
bisa dilihat sebagai beban ekonomi yang berat bagi masyarakat, yang mungkin
menjadi rintangan dalam pelaksanaan. Bagaimanapun, biaya pengobatan DM dan
akibat-akibat yang ditimbulkannya begitu tingginya sehingga pencegahan jadi
bermanfaat dari segi ekonomi, selain bermanfaat bagi perseorangan juga bagi
masyarakat. Di USA yang prevalensi DM pada dewasa ini 7 %, biaya langsung dan
tidak langsung diabetes tahun 1987 diperkirakan sebesar US $ 20,4 milyar.
Pencegahan tersier adalah pencegahan dari akibat yang ditimbulkan oleh DM
dengan penapisan dan intervensi dini mungkin sangat efektif dalam pembiayaan
bila dibandingkan dengan biaya perawatan pasien dengan penyulit.
II. DEFINISI, KLASIFIKASI,KRITERIA DIAGNOSTIK
DEFINISI
Diabetes mellitus
ditandai oleh hiperglisemia serta ganggguan-gangguan metabolisme
karbohidrat,lemak dan protein yang bertalian dengan defisiensi absolut atau
relatif aktifitas dan atau sekresi insulin. Karena itu meskipun DM asalnya
merupakan penyakit endokrin, manifestasi pokoknya adalah penyekit metabolik.
Gejala-gejala khas adalah adanya rasa haus yang berlebihan, poliuri, pruritus
serta penurunan berat badan yang tak terjelaskan.
KLASIFIKASI
A. Golongan Klinis
Diabetes Mellitus :
· IDDM (DM tergantung Insulin)
· NIDDM (DM tidak tergantung
Insulin)
Obesitas
Non Obesitas
· DM berkaitan dengan manultrisi
· Jenis lain yang berkaitan
dengan kondisi dan syndrom tertentu
Gangguan Toleransi Glukosa :
· Non Obesitas
· Obesitas
· Berkaitan dengan Kondisi
Sindrom tertentu
B. Golongan risiko statistik (
penderita dengan Toleransi Glukosa normal tetapi pada dasarnya mempunyai resiko
tinggi berkembang menjadi DM)
Abnormalitas toleransi glukosa pernah ada
Abnormalitas toleransi glukosa potensial
KRITERIA NILAI DIAGNOSTIK
Tabel
diagnostik untuk tes toleransi glukosa oral
Kosentrasi
gtluukosa, mmol/liter(mg/l0
|
||||
Darah
lengkap
|
Plasma
|
|||
Vena
|
Kapiler
|
Vena
|
Kapiler
|
|
Diabetes
Mellitus:
·
Nilai puasa
|
>6,7 >6,7
(>
120 ) (>120)
|
>7,8 >7,8
(>120) (>120)
|
||
·
2 jam setelah beban glukosa
|
>10 >11,1
(>
180) ( >200)
|
>11,1 >12,2
( >200) (>220)
|
||
GangguanToleransi Glukosa
·
Nilai puasa
|
>6,7 >6,7
(>120) (>120)
|
>7,8 >7,8
(>140) (>140)
|
||
·
2 jam setelah beban glukosa
|
6,7
–10,0 7,8 –11,1
(120-180) (140-200)
|
7,8-11,1 8.9-12,2
(140-120) (160-220)
|
||
III. KOMPLIKASI
HIPOGLIKEMIA
Perkembangan
hipoglikemia merupakan kemungkinan yang sering terjadi pada semua penderita DM
yang diobati dengan insulin atau tablet hipoglikemia. Dampak hipoglikemia yang
serius berkaitan dengan pengaruhnya pada otak, yang mencakup hilangnya fungsi
kognitif, kejang serta koma. Episode hipoglikemia atau berulang dapat
menyebabkan kerusakan otak permanen, dan respons adrenergik terhadap keadaan
tersebut berbahaya pada penderita penyakit kardiovaskuler.
KETOASIDOSIS DIABETIK
Penting sekali
mendidik para pasien personil perawatan kesehatan mengenai faktor-faktor
pencetus serta langkah–langkah yang harus diambil untuk menghindari
ketoasidosis. Faktor-faktor pencetus yang utama meliputi infeksi dan penyakit–penyakit
akut lain. Dalam keadaan seperti itu kebutuhan akan insulin mungkin meningkat
.Ketidakcukupan pengobatan insulin juga merupakan pengobatan juga merupakan
penyebab utama ketoasidosis diabetis pada berbagai bagian dunia. Banyak kasus
yang berpotensi menjadi ketoasidosis diabetes dapat dicegah dengan instruksi
yang tepat dan mengenai pemantauan glukosa darah dan keton urina, pengaturan
dosis urin dan serta pemasukan cairan. Jika terjadi muntah, diperlukan
perujukan dini guna pengobatan secara intravena. Ditekankan pula bahwa
penderita NIIDM mengalami ketoasidosis dan juga koma hiperosmolar dean asidosis
laktat) karena infeksi berat atau penyakit kambuhan utama lain.
INFEKSI
Penderita
DM yang tak terpantau dengan baik lebih cenderung mengalami infeksi terhadap
bakteri (terutama mikrobakteri dan anaerobic) dan jamur. TBC system pernafasan
dan organ-organ lain, infeksi jamur pada kulit dan selaput lendir, ISK serta
infeksi-infeksi anaerob jaringan dalam dapat mengencam kesehatan secara serius,
terutama bila kebersihan lingkungan jelek. Bila tidak diobati dengan cepat dan
efektif, infeksi yang semakin berat bisa membahayakan jiwa disamping
mencetuskan terjadinya ketoasidosis.
ATEROSKLEROSIS
Penyakit
pembuluh koroner dan pembuluh darah otak juga 2-3 kali sering menjangkiti
penderita DM dan kematian panca infark lebih tinggi. Penilaian
kejadian-kejadian klinik penyakit arteri koroner lebih sulit dilakukan karena
seringnya iskemia jantung pada diabetes mellitus bersifat asimptomatis.
Penyakit arteri perifer lebih menonjol
lagi pada DM, empat kali lebih sering. Karena masalah neuropati dan vaskuler
sering bersamaan, diagnosis masalah, kaki diabetik juga sulit. Satu gambaran
unik pada penderita diabetes wanita adalah hilangnya protektif relatif yang lazim
terhadap arterosklerosis sebelum menopouse. Peningkatan arterosklerosis pada
penderita diabetes tampak di semua populasi, tak peduli apakah insidensi
aterosklerosisnya secara umum rendah atau tingggi.
PENYAKIT MATA DIABETIK
Insidensi
kebutaan selama 4 tahun lebih tinggi (3%) pada penderita IDDM onset dewasa
dibandingkan dengan onset muda (1,5%). Karena yang pertama lebih banyak,
proposi mereka menjadi buta lebih lebih tinggi (89%) dibandingkan dengan
kelompok onset muda, retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan 86 % mata
; pada onset dewasa, kebutaan diakibatkan oleh retinopati diabetik pada 35 %
mata sementara pada sisanya penyebabnya meliputi katarak, gloukoma dan degenera
makuler akibat usia.
PENYAKIT GINJAL DIABETIK
Penyakit
ginjal diabetik merupakan penyebab utama kematian premature penderita DM,
sebagian besar melalui uremia dan penyakit kardiovaskuler. Penyakit tersebut
merupakan keadaan majemuk yang memerlukan waktu bertahun-tahun untuk terlihat
jelas secara klinik. Pada saat didiagnosis IDDM, barangkali telah terjadi
perubahan-perubahan pada fungsi ginjal, misalnya hiperfiltrasi glomerolus,
aliran darah ginjal serta ukuran ginjal meningkat. Sebagian dari perubahan ini
bisa jadi bersitat reversibel. Perubahan ini bersifat menetap mempunyai makna
yang nyata. Sebaliknya manifestasi ginjal yang dini ini bukan merupakan bagian
sindrom nefropati diabetik.
NEUROPATIK DIABETIK
Neuropati
diabetik merupakan gangguan yang nyata baik secara klinik maupun secara
subklinik, yang terjadi pada DM tanpa ada bukti penyebab lain. Manifestasi bisa
terjadi pada sistem saraf perifer maupun
otonom.
ULKUS KAKI DAN AMPUTASI
DM
bertalian dengan peningkatan frekuensi amputasi tungkai bawah, banyak
diantaranya berkemungkinan untuk dicegah, Data dari Amerika Serikat menyiratkan
bahwa > 50 % dan 120.000 amputasi tungkai bawah bukan trauma tertali dengan
DM dan risiko keseluruhan amputasi penderita DM 15 kali lebih besar daripada
mereka yang bukan penderita.
IV. PILAR PENGELOLAAN DIABETES MELLITUS
· Edukasi
· Perencanaan Makanan ( DIIT)
· Olahraga
· Intervensi Farmakologi
OLAHRAGA SEBAGAI TERAPI
DAN BAGIAN KEHIDUPAN
PADA DIABETES MELLITUS
I. PENDAHULUAN
Olahraga telah
menjadi bagian dari kehidupan manusia sejak jaman dahulu. Namun tujuan dan tipe
otot mana yang melakukan olahraga telah mengalami perubahan yang mencolok. Pada
jaman sekarang latihan olahraga lebih ditujukan pada rekreasi dan meningkatkan
kwalitas hidup. Popularitas olahraga dalam tahun-tahun terakhir ini tampak
nyata. Slogan memasyarakatkan olah raga dan mengolahragakan masyarakat menjadi
motivasi sebagian masyarakat untuk meningkatkan latihan-latihan yang mereka
lakukan.
Dari sudut ilmu
kesehatan, tidak diragukan lagi bahwa olahraga, apabila dilakukan sebagaimana
mestinya, menguntungkan bagi kesehatan dan kekuatan pada umumnya. Selain itu
telah lama pula olahraga digunakan sebagai bagian pengobatan diabetes mellitus.
Namun karena olahraga bagi pengidap diabetis mellitus [bagi orang normal juga
demikian] dapat menimbulkan hal-hal yang tidak biasa bahkan mungkin tidak
diharapkan, maka dokter harus memperhatikan kemungkinan tersebut. Dalam bab ini
disajikan beberapa aspek olah raga bagi orang normal dan bagi pengidap diabetes
mellitus. Kapan pengidap DM boleh ikut olah raga dan apa yang harus diperhatikan
oleh mereka yang melakukan kegiatan olah raga
pula dalam bab ini.
II. PATOFISIOLOGI
Olah raga bermanfaat
untuk menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Sekalipun tidak terjadi penurunan
berat badan, peningkatan sensitivitas insulin serta penurunan kadar glukosa
darah tetap terjadi, namun tentu saja penderita DM yang mengalami penurunan
berat badan akan mendapat manfaat yang lebih besar.
Selama olahraga,
komsumsi oksigen seluruh tubuh dapat meningkat sampai 20 kali lipat, dan
mungkin dapat meningkat lebih tinggi lagi pada otot-otot yang sedang bekerja.
Untuk memenuhi kebutuhan energi pada saat olahraga, cadangan glikogen dan
trigliserida otak, asam lemak bebas yang berasal dari trigliserida jaringan
lemak, dan glukosa dilepaskan dari hati. Untuk mempertahankan fungsi system saraf pusat, kadar glukosa
darah harus sungguh diperhatikan selama olahraga. Hipoglikemia selama olahraga
jarang terjadi pada induvidu non-diabetik. Pengaturan metabolic yang
mempertahankan normoglikemia selama olahraga terutama melalui pengaturan
hormon. Penurunan insulin plasma dan tersedianya glukagon tampaknya diperlukan
untuk peningkatan awal produksi glukosa hepatic selama olahraga dan pada
olahraga dalam jangka waktu yang lama, peningkatan glukagon plasma dan
katekolamin tampaknya memegang peranan penting. Mekanisme adaptasi
hormon-hormon ini tidak terjadi pada penderita yang mengalami defisiensi
insulin, DM tipe 1. Konsekuensinya, pada penderita DM tipe1 ini kadar insulin
dalam sirkulasi terlalu rendah karena terapi yang tidak adekuat; pengeluaran
hormon-hormon yang berlawanan efek dengan insulin dilepaskan berlebihan oleh
tubuh saat olahraga, mengakibatkan peningkatan glukosa darah yang tinggi dan badan
keton dan bahkan dapat menyebabkan terjadinya ketoasidosis diabetik. Sebaliknya
adanya insulin dalam darah karena pemberian insulin dari luar dapat mengurangi
atau bahkan menghambat peningkatan mobilisasi glukosa dan substrat lainnya yang
dirangsang pengeluarannya saat olahraga dan hipoglikemia dapat terjadi. Hal
yang sama dapat terjadi pada penderita DM tipe 2 karena sesungguhnya pada
penderita tipe 2 yang menjalani terapi insulin atau sulfunilurea, tetapi secara
umum hipoglikemia selama olahraga cenderung jarang menjadi persoalan bagi
penderita DM tipe 2 karena sesungguhnya pada penderita tipe 2, olahraga dapat
meningkatkan sensitivitas insulin dan membantu dalam menurunkan kadar glukosa
darah sampai batas kisaran normal.
III. EFEK OLAHRAGA PADA PENGIDAP DIABETES
MELLITUS
Peran insulin yang
pasti dalam respon metabolic terhadap olah raga tergantung pada ketersediaan
insulin. Terlalu banyak insulin akan menurunkan produk glukosa hati dan
lipolisis.
Apabila insulin
dalam jumlah yang cukup atau hanya sedikit saja berkurang, olahraga menurunkan
kadar glukosa darah akibat pemakaian yang meningkat dan perbaikan dalam
glikogenolisis hati hati. Jadi hasil keseluruhan menguntungkan.
IV. PENYULUHAN DAN MOTIVASI
Kenyataan yang ada
saat ini sesuai dengan perkembangan modern, pola hidup sebagian besar penderita
DM yang telah terbentuk bertahun-tahun adalah pola hidup yang kurang bergerak, banyak duduk, dan tidak
bnerpengalaman dalam program Olahraga yang terstruktur. Yang pertama-tama dapat
dilakukan adalah mendorong penderita DM untuk meningkatkan aktivitas
sehari-harinya seperti menggunakan tangga daripada lift, berjalan kaki ke pasar
berkebun , memarkir kendaraan beberapa meter lebih jauh atau jika memungkinkan
minimal 100 meter dari pintu masuk, mengerjakan pekerjaan rumah tangga beberapa
menit lebih lama. Semua nasehat dorongan atau resep ini akan menyakinkan
penderita DM beberapa betapa pentingnya
aktifitas fisik ini. Rasa percaya diri dan nyaman timbul selama olahraga juga
akan meningkatkan motivasi penderita DM untuk meningkatkan intensitas latihan
jasmaniahnya. Mungkin pertama-tama dengan berenang secara rutin, atau ikut
kelas aerobik atau jika memungkinkan berlari atau bersepeda karena harus
diingat pula resiko-resiko yang mungkin terjadi misalnya terlukanya kaki atau
persendiaan pada olah raga “ high impact” seperti aerobik dan berlari .
Penderita DM
harus selalu diingatkan dan diberi motivasi akan manfaat olah raga karena akan
mengurangi kemungkinan komplikasi jangka panjang DM. Menyebutkan komplikasi
hiperglikemia dan hiperinsulinemia agak abstrak, jadi lebih baik mendiskusikan
bagaimana mengurangi kemungkinan resiko-resiko serangan jantung dan lain-lain
yang praktis dan sederhana (misalnya penurunan BB, peningkatan kemampuan olah
raga) sehinggga motivasi penderita DM akan ditingkatkan.
V. EVALUASI PENDERITA DM
SEBELUM OLAH RAGA
· Jantung atau system
Kardiovaskuler
Suatu
test olah raga bertingkat akan membantu jika seorang penderita DM akan
mengikuti program olah raga dengan intensitas sedang sampai tinggi. Penderita
DM disebut beresiko tinggi dengan dasar
penyakit jantung jika memenuhi salah satu diantara kriteria-kriteria di bawah
ini :
- Usia > 35 tahun
- Usia > 25 tahun dan
menderita
DM tipe 2 selama
>10 tahun
DM tipe 1 selama > 15 tahun
- Adanya faktor resiko tambahan
kelainan arteri koroner
- Adanya komplikasi mikrovaskuler
( retinopati proliferarif atau neuropati, termasuk mikroalbuninuria)
- Kelainan vaskuler perifer
- Neuropati otonom
· Pembuluh darah : Kelainan
Arteri perifer
Evaluasi adanya kelainan arteri
perifer berdasarkan pada tanda dan gejala yang meliputi :klaudikasio
interminten, kaki yang dingin, nadi yang lemah/tidak ada, atropi jaringan
subcutan dan kerontokan rambut. Penanganan yang mendasar untuk klaudikasio
interminten adalah berhenti merokok dan program olahraga yang diawasi.
Terabanya nadi dorsalis pedis dan tibio posterior tidak menyingkirkan
kemungkinan adanya iskemia pada kaki. Jika ada suatu kecurigaan mengenai aliran
darah kaki dan ibu jari kaki pada pemeriksaan fisik, dapat dilakukan
pemeriksaan dengan dopller pada pergelangan.
·
Mata : Retino pati
Pada penderita DM yang mrengalami retinopati
diebetik proliferatif yang aktif, aktifitas berat dapat memicu perdarahan
vitreus dan lepasnya retina. Penderita ini harus menghindari jenis olah raga
aerobik dan aktifitas fisik yang menegangkan, menggelegar dan bergemuruh dan
seperti manuver valsava .
Berdasarkan pengalaman klinik Joslin di Amerika Serikat, derajat retino
pati Diebetik dipakai untuk menyusun tingkat resiko olahraga untuk tiap
individu yang lebih cocok.
·
Ginjal : Nefropati
Rekomendasi
aktivitas fisik spesifik tidak diberikan untuk pasien dengan nefropati insipien
(mikroalbuminuria >20 mg/menit). PenderitaDM dengan nefropati overt
seringkali sudah sangat menurun kapasitas aktivitas fisiknya yang akhirnya akan
membatasi sendiri ruang gerak aktivitas sehari-harinya. Walaupun tidak ada
alasan yang jelas untuk membatasi aktivitas ringan sampai sedang, namun
aktivitas fisik dengan intensitas berat dan menegangkan/menguras tenaga
seharusnya dilarang pada penderita DM ini kecuali tekanan darahnya selalu
dimonitor dengan hati-hati selama olahraga.
·
Kaki : Neuropati Perifer
Neuropati otonom dapat menyebabkan
hilangnya sensasi protektif pada kaki. Neuropati perifer yang signifikan
menunjukkan indikasi untuk membatasi olah raga yang menahan beban/weight
bearing exercise. Olah raga pada kaki yang sudah tidak sensitive dapat
memicu terjadinya ulkus dan fraktur. Evaluasi neuropati perifer dapat dilakukan
dengan reflek-refleks tendon dalam, sensasi getaran dengan garputala dan
sensasi posisi. Sensasi raba terbaik diperiksa dengan menggunakan sehelai
benang ( Semmes-Weinstein). Ketidakmampuan mendeteksi sensasi dengan benang
ukuran 5,07 (10 gr) menunjukkan adanya kehilangan sensasi protektif. Sangat
dianjurkan untuk memeriksa ada/tidaknya kaki yang melepuh, ulkus dan masalah-masalah lainnya.
Olah
raga yanag dikontraindikasikan : Treadmill , berjalan dengan waktu lama, jogging
step Exercises.
Olah raga yang direkomendasikan : Berenang ,bersepeda,
mendayung, olah raga dengan kursi, olah raga dengan lengan dan olahraga lainnya
yang tidak menahan beban.
·
Sistem saraf : Neuropati Otonom
Neuropati otonomi jantung dapat diketahui dari gejala-gejala
: takikardi, saat istirahat ( > 100 kali permenit), ortostatik (nturunya
tekanan sistolik > 20 mmHg saat berdiri ) atau gangguan-gangguan lain pada
system saraf otonomi meliputi kulit, pupil ,gastrointestinal atai system
kemih-kelamin. Hipotensi dan hipertensisetelah aktifitas fisik yang bersemangat
cenderung terjadi pada penderita dengan neuropati otonom, khususnya saat
memulai suatu program olah raga. Karena penderita –penderita ini mungkin juga
mengalami gangguan termoregulasi, maka dianjurkan untuk menghindari olah
raga/aktifitas fisik di ruangan atau
lingkungan yang panas yang ekstrim panas atau dingin dan memperhatikan hidrasi
yang adekuat. Secara umum yang direkomendasikan untuk penderita-penderita ini
adalah aktifitas sehari-hari yang tidak terlalu berat, dimana perubaghan yang
ringan pada denyut jantung dan tekanan darah masih dapat diakomodasi. Jika olah
raga diperlukan pemanasan dan pendinginan yang cukup lama.
VI. PERSIAPAN SEBELUM OLAH RAGA
Sebelum memulai
suatu program olah raga, penderita dengan DM harus dilakukan harus diskrining
apakah mengalami komplikasi seperti yang telah dibahas terdahulu. Suatu
pemenasan mencakup 5-10 menit aktifitas aerobik ( berjalan mengayuh , dll) dengan
intensitas rendah. Sesi pemanasan ini dilakukan untuk mempersiapkan otot-otot
rangka, jantung dan paru-paru untuk peningkatan progressive intensitas
olahraga. Setelah pemanasan singkat untuk otot-otot harus direnggangkan yang terutama otot-otot yang akan dipakai
secara aktif untuk jenis olahraga tersebut, tetapi melakukan pemanasan untuk
seluruh otot lebih optimal hasilnya. Pendinginan mencakup lebih kurang 5-10
menit dan secara bertahap menurunkan frekuensi jantung ke tingkat sebelum
melakukan olahraga.
Ada beberapa
pertimbangan yang penting dan spesifik untuk penderita DM. Olah raga aerobik
direkomendasikan tetapi harus berhati-hati karena olah raga ini melibatkan kaki
yang saangat penting bagoi sebagian besar penderia DM. Penggunaan silikel gel
dan kaus kaki dari bahan polyester untuk mencegah melepuh dan membuat kaki
kering penting untuk meminimalkan trauma pada kaki. Penggunaan sepatun yang
baik juga penting dan terutama harus ditekankan pada penderita DM dengan
neuropati perifer. Penderita juga harus diajarkan memonitor sendir secara
berhati-hati mengenai adanya lepuh dan kerusakan yang potensial terjadi pada
kaki mereka, baik sebelum atau sesudah olahraga. Hidrasi yang baik juga
penting, karena dehidrasi dapat mempengaruhi kadar glukosa darah dan secara
tidak langsung fungsi jantung.
VII. MASALAH RESIKO SAAT OLAH RAGA
Masalah
Risiko potensial saat olah raga
1.
Hiper glikemia
· Insufisiensi
Insulin
· Kelebihan
Glukosa
2.
Hipoglikemia
· Kelebihan insulin
· Insufisiensi
glukosa/karbohidrat
3.
Memburuknya komplikasi yang
sudah ada
· Retinopati
· Proteinuria (akut)
4.
Akibat /konseguensi komplikasi
yang sudah ada sebelumnya
· Neuropati perifer yang
menyebabkan luka di kaki (robeknya kulit, fraktu dan infeksi)
· Kelainan arteri koroner yang
menyebabkaniskemik atau infark miokard
· Neoropati otonom yang
menyebabkan aritmia (memanjangnya interval
QT)
Langkah-langkah
Spesifik seharusnya diterapkan untuk menghindari resiko-resiko diatas yaitu :
1. Mengukur
kadar glukosa darah sebelum, saat, dan sesudah olah raga
2.
Menyesuaikan
jumlah kalori atau asupan makanan
3.
Penggunaan
insulin harus disesuaikan
4.
Monitoring
adanya luka lepuh, ulkius dan komplikasi-komplikasi, problrm-problem lainnya
5. Pemerikasaan Laboratorium meliputi HBA, profilipid,
mikroalbuminuria pada urin dan EKG.
VIII. REKOMENDASI OLAH RAGA
UNTUK DM
TIPE I DAN DM TIPE II
TIPE I DAN DM TIPE II
Rekomendasi Olah raga untuk penderita DM Tipe II:
1. Skrining
· Mencari komplikasi-komplikasi
vaskuler dan neurologik termasuk kelainan jantung iskemik silent
·
Stress EKG pada penderita >
35 tahun
2. Program Olah Raga
· Tipe aerobik
· Intensitas : 50- 70 kapasitas
aerobik maksimum durasi : 20 –60 kali perminggu
· Menghindari komplikasi dengan :
edukasi , monitoring glukosa darah oleh penderita sendiri dankeseluruhan, dan
program olah raga oleh dokter dan petugas kesehatan
3. Compliance:
1) Membuat olah raga dapat
dinikmati
2)
Lokasi yang nyaman
3)
Umpan balik positif dari
personil medik dan keluarga
Rekomendasi Olah raga untuk penderita DM Tipe I:
1. Skrining sebelum memulai suatu
program Olah raga:
· Suatu test stress olah raga
mungkin diperlukan untuk menguji ada tidaknya abnormalitas fungsi miokardial
untuk menentukan intensitas kerja yang cocok untuk program olah raga.
· Jenis olah raga harus diidentifikasi
apakah tidak ada kontraindikasi dengan semua komplikasi yang spesifik yang
sudah terjadi.
· Penderita harus mendapat
konseling untuk mengatur diet dan pemberian insulin.
2.
Kontrol Metabolik sebelum olah
raga:
·
Menghindari olah raga bila
kadar glukosa puasa > 250 mg/dl dan terjadi ketosis dan dengan perhatian
khusus bila kadar glukosa darah > 300mg/dl dan tidak terjadi ketosis.
·
Menambahkan asupan karbohidrat
bila kadar glukosa darah < 100mg/dl.
3. Monitoring glukosa darah
sebelum dan sesudah olah raga:
· Mengidentifikasi perlu tidaknya
perubahan insulin dan asupan makanan.
· Mempelajari respon glikemik
untuk kondisi olahraga yang berbeda.
4. Asupan Makanan
· Mengkonsumsi tambahan
karbohidrat bila diperlukan untuk menghindari hipoglikemia.
· Makanan yang berupa karbohidrat
harus sudah tersedia saat dan setelah olahraga.
5. Pemberian Insulin
· Menghindari olah raga saat
kerja insulin mencapai puncaknya.
· Mengurangi dosis insulin, saat
olahraga sudah direncanakan.
· Menyuntik insulin jauh dari
anggota gerak yang dipakai saat olahraga.
KESIMPULAN
1. Epidemi DM tipe 2 berhubungan
dengan menurunnya tingkat aktivitas dan meningkatnya prevalensi obesitas.
2. Penting untuk meningkatkan
aktifitas fisik atau olah raga sebagai suatu komponen vital untuk mencegah
maupun untuk pengelolaan DM tipe 2 karena olahraga secara konsisten memperbaiki
kerja insulin dan meurunkan beberapa resiko kardiovaskuler.
3. Manfaat olahraga dalam
memperbaiki abnormalitas metabolic DM tipe 2 terutama sangat besar bila dimulai
lebih dini saat masih terjadi resistensi insulin sampai intoleransi glukosa
dibanding bila sudah terjadi over hiperglikemia yang memerlukan obat anti
diabetik sampai akhirnya dengan insulin.
4. Untuk penderita DM
tipe 1, olahraga harus ditekankan sebagai regimen terapi tambahan.
5. Resiko –resiko yang dapat terjadi saat dan setelah
olahraga : hiperglikemia, hipoglikemia, memburuknya
komplikasi, yang sudah ada dan akibat dari komlikasi yang sudah ada.
6. Resiko-resiko tersebut harus
diperhatikan sehingga dapat dilakukan tes-tes dan persiapan-persiapan khusus
lainnya, dipilih jenis olah raga yang cocok untuk setiap penderita DM, beserta
intesitas dan frekuensinya yang tepat sehingga dengan demikian olahraga dapat
memberikan manfaat yang lebih besar, aman dan nyaman dan memperbaiki kualitas
hidup seluruh penderita DM.
IMPLIKASI KEPERAWATAN
1. Dari panduan ini dapat
digunakan oleh perawat dalam memberikan Asuhan Keperawatan pada penderita DM.
Salah satunya adalah memberikan terapi aktifitas fisik/olahraga pada penderita
DM dengan mempertimbangkan hal-hal yang perlu diperhatikan oleh perawat sebelum
memulai terapi tersebut berupa
komplikasi yang mungkin muncul saat olah raga dilakukan.
2. Perawat juga perlu memperhatikan
langkah-langkah spesifik yang diterapkan untuk menghindari resiko-resiko
tersebut, dalam hal ini perawat harus berkolaborasi dengan tim kesehatan lain
yang terkait.
3. Panduan ini dapat juga
digunakan oleh perawat dalam memberikan discard planning dan pendidikan
kesehatan kepada klien dengan DM di pelayanan rawat inap tentang pentingnya
olah raga sebagai terapi tambahan dalam meningkatkan kualitas hidup penderita
DM.
4. Perawat sebagai tenaga
kesehatan professional dapat memberikan saran kepada pasien dalam perubahan
perilaku hidup.
SARAN
1. PROTAP
Peningkatan
program pendidikan dan pelatihan diabetes dengan rekomendasi latihan jasmani
pada penderita DM.
2. SDM
Perawat
spesialis dalam pendidikan dan penatalaksanaan DM.
3.
FASILITAS
Alat
khusus yang diperlukan dalam pelaksanaan olah raga penderita DM.
DAFTAR
PUSTAKA
Arisman (1995) Pencegahan Diabetes Mellitus (laporan
Kelompok Studi WHO) , Penerbit Hipokrates,Jakarta
Brunner dan Suddart (2001) Buku Ajar keperawatan Medikal
Bedah Vol 1 Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta
Ongko dan Wibisono (2004) Olahraga dan Diabetes Melitus,
Dexa Medika, Volume 17 No 2 April-Juni.
Syaifaullah Noer (1996) Buku
Ilmu Penyakit Dalam, Bali Penerbit, FKUI, Jakarta
Wilson, Syliva A PIERE (1994) Patofisiologi Konsep Klinik
Proses- proses Penyakit, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.