LAPORAN PENDAHULUAN
HERPES ZOSTER
Pendahuluan
Herpes zoster adalah penyakit setempat yang terjadi
terutama pada orang tua yang khas ditandai oleh adanya nyeri radikuler yang
unilateral serta adanya erupsi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang
diinervasi oleh serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensoris
dari nervus cranialis.
Herpes zoster rupanya menggambarkan reaktivasi dari
refleksi endogen yang telah menetap dalam bentuk laten mengikuti infeksi
varisela yang telah ada sebelumnya. Hubungan varisela dan herpes zoster pertama
kali ditemukan oleh Von Gokay pada tahun 1888. ia menemukan penderita anak –
anak yang dapat terkena varisela setelah mengalami kontak dengan individu yang
mengalami infeksi herpes zoster.
Implikasi neurologik dari distribusi lesi semental herpes
zoster diperkenalkan oleh Richard Bright tahun 1931 dan adanya peradangan
ganglion sensoris dan saraf spinal pertama kali diuraikan oleh Von Bareusprung
pada tahun 1862. herpes zoster dapat mengenai kedua jenis kelamin dan semua ras
dengan frekuensi yang sama.
1. Definisi
Herpes zoster disebut juga shingles. Di kalangan
awam populer atau lebih dikenal dengan sebutan “dampa” atau “cacar air”. Herpes
zoster merupakan infeksi virus yang akut pada bagian dermatoma (terutama dada
dan leher) dan saraf. Disebabkan oleh virus varicella zoster (virus yang juga
menyebabkan penyakit varicella atau cacar / chickenpox.
2. Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh virus varicella
zoster . virus varicella zoster terdiri dari kapsid berbentuk ikosahedral
dengan diameter 100 nm. Kapsid tersusun atas 162 sub unit protein – virion yang
lengkap dengan diameternya 150 – 200 nm, dan hanya virion yang terselubung yang
bersifat infeksius. Infeksiositas virus ini dengan cepat dihancurkan oleh bahan
organic , deterjen, enzim proteolitik, panas dan suasana Ph yang tinggi. Masa
inkubasinya 14 – 21 hari.
3. Patofisiologi
Pada episode infeksi primer, virus dari luar
masuk ke tubuh hospes (penerima virus). Selanjutnya, terjadilah penggabungan
virus dengan DNA hospes, mengadakan multiplikasi atau replikasi sehingga
menimbulkan kelainan pada kulit. Virua akan menjalar melalui serabut saraf
sensorik ke ganglion saraf dan berdiam secara permanen dan bersifat laten.
Infeksi hasil reaktivasi virus varicella yang menetap di ganglion sensori setelah
infeksi chickenpox pada masa anak – anak. Sekitar 20 % orang yang menderita
cacar akan menderita shingles selama hidupnya dan biasanya hanya terjadi
sekali. Ketika reaktivasi virus berjalan dari ganglion ke kulit area dermatom.
4. Faktor Resiko
1. Usia lebih dari 50 tahun,
infeksi ini sering terjadi pada usia ini akibat daya tahan tubuhnya melemah.
Makin tua usia penderita herpes zoster makin tinggi pula resiko terserang
nyeri.
2. Orang yang mengalami penurunan
kekebalan (immunocompromised) seperti HIV dan leukimia. Adanya lesi pada ODHA
merupakan manifestasi pertama dari immunocompromised.
3. Orang dengan terapi radiasi dan
kemoterapi.
4. Orang dengan transplantasi
organ mayor seperti transplantasi sumsum tulang.
5. Factor
pencetus kambuhnya herpes :
1. Trauma atau luka
2. Demam
3. Gangguan pencernaan
4. Sinar ultraviolet
5. Stress
6. Kelelahan
7. Alkohol
8. Obat-obatan
9. Haid
6.
Tanda dan gejala
a.
Gejala prodomal
1) Keluhan biasanya diawali dengan
gejala prodomal yang berlangsung selama 1 – 4 hari.
2) Gejala yang mempengaruhi tubuh
: demam, sakit kepala, fatige, malaise, nusea, rash, kemerahan, sensitive, sore
skin ( penekanan kulit), neri, (rasa terbakar atau tertusuk), gatal dan
kesemutan.
3) Nyeri bersifat segmental dan
dapat berlangsung terus – menerus atau hilang timbul. Nyeri juga bisa terjadi
selama erupsi kulit.
4) Gejala yang mempengaruhi mata :
Berupa
kemerahan, sensitive terhadap cahaya, pembengkakan kelopak mata. kekeringan
mata, pandangan kabur, penurunan sensasi penglihatan dan lain – lain.
b. Timbul erupsi kulit
1) Kadang terjadi limfadenopati
regional
2) Erupsi kulit hampir selalu
unilateraldan biasanya terbatas pada daerah yang dipersarafioleh satu ganglion
sensorik. Erupsi dapat terjadi di seluruh bagian tubuh , yang tersering di
daerah ganglion torakalis.
3) Lesi dimulai dengan macula
eritroskuamosa, kemudian terbentuk papul – papul dan dalam waktu 12 – 24 jam
lesi berkembang menjadi vesikel. Pada hari ketiga berubah menjadi pastul yang
akan mengering menjadi krusta dalam 7 – 10 hari. Krusta dapat bertahan sampai 2
– 3 minggu kemudian mengelupas. Pada saat ini nyeri segmental juga menghilang
4) Lesi baru dapat terus muncul
sampai hari ke – 4 dan kadang – kadang sampai hari ke 7
5) Erupsi kulit yang berat dapat
meninggalkan macula hiperpigmentasi dan
jaringan parut (pitted scar)
6) Pada lansia biasanya mengalami
lesi yang lebih parah dan mereka lebih sensitive terhadap nyeri yang dialami.
7.
Komplikasi
a. Neuralgia Pasca Herpes zoster
(NPH) merupakan nyeri yang tajam dan spasmodic (singkat dan tidak terus –
menerus) sepanjang nervus yang terlibat. Nyeri menetap di dermatom yang terkena
setelah erupsi.
b. Herpes zoster menghilang,
batasan waktunya adalah nyeri yang masih timbul satu bulan setelah timbulnya
erupsi kulit. Kebanyakan nyeri akan berkurang dan menghilang spontan setelah 1
– 6 bulan
c. Gangren superfisialis,
menunjukan Herpes zoster yang berat, mengakibatkan hambatan penyembuhan dan
pembentukan jaringan parut.
d. Komplikasi mata, antara lain :
keratitis akut, skleritis, uveitis, glaucoma sekunder, ptosis, korioretinitis,
neuritis optika dan paresis otot penggerak bola mata.
e. Herpes zoster diseminata /
generalisata
f. Komplikasi sitemik, antara lain
: endokarditis, menigosefalitis, paralysis saraf motorik, progressive multi
focal leukoenche phatopathy dan angitis serebral granulomatosa disertai
hemiplegi ( 2 terkahir ini merupakan komplikasi herpes zoster optalmik).
8. Pemeriksaan
Tes
diagnostik untuk membedakan dari impetigo, kontak dermatitis
dan herps simplex
:
a. Tzanck Smear : mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat membedakan
herpes zoster dan herpes simplex.
b. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody : digunakan
untuk membedakan diagnosis herpes virus
c.
Immunofluororescent :
mengidentifikasi varicella di sel kulit
d.
Pemeriksaan histopatologik
e.
Pemerikasaan mikroskop electron
f.
Kultur virus
g.
Identifikasi anti gen / asam
nukleat VVZ
h.
Deteksi antibody terhadap
infeksi virus
9.
Penatalaksanaan
a. Pengobatan
1. Pengobatan topical
· Pada stadium vesicular diberi
bedak salicyl 2% atau bedak kocok kalamin untuk mencegah vesikel pecah
· Bila vesikel pecah dan basah,
diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik atau kompres dingin dengan
larutan burrow 3 x sehari selama 20 menit
· Apabila lesi berkrusta dan agak
basah dapat diberikan salep antibiotik (basitrasin / polysporin ) untuk mencegah infeksi sekunder selama 3 x sehari
2. Pengobatan sistemik
Drug
of choice- nya adalah acyclovir yang dapat mengintervensi
sintesis virus dan replikasinya. Meski tidak menyembuhkan infeksi herpes namun
dapat menurunkan keparahan penyakit dan nyeri. Dapat diberikan secara oral,
topical atau parenteral. Pemberian lebih efektif pada hari pertama dan kedua
pasca kemunculan vesikel. Namun hanya memiliki efek yang kecil terhadap
postherpetic neuralgia.
Antiviral
lain yang dianjurkan adalah vidarabine (Ara – A, Vira – A) dapat diberikan
lewat infus intravena atau salep mata.
Kortikosteroid dapat digunakan untuk
menurunkan respon inflamasi dan efektif namun penggunaannya masih kontroversi
karena dapat menurunkan penyembuhan dan menekan respon immune.
Analgesik
non narkotik dan narkotik diresepkan untuk manajemen nyeri dan antihistamin
diberikan untuk menyembuhkan priritus.
b. Penderita dengan keluhan mata
Keterlibatan
seluruh mata atau ujung hidung yang menunjukan hubungan dengan cabang
nasosiliaris nervus optalmikus, harus ditangani dengan konsultasi opthamologis.
Dapat diobati dengan salaep mata steroid topical dan mydriatik, anti virus
dapat diberikan
c. Neuralgia Pasca Herpes zoster
· Bila nyeri masih terasa
meskipun sudah diberikan acyclovir pada fase akut, maka dapat diberikan anti
depresan trisiklik ( misalnya : amitriptilin 10 – 75 mg/hari)
· Tindak lanjut ketat bagi
penanganan nyeri dan dukungan emosional merupakan bagian terpenting perawatan
· Intervensi bedah atau rujukan
ke klinik nyeri diperlukan pada neuralgi berat yang tidak teratasi.
ASUHAN
KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Riwayat
· Riwayat menderita penyakit
cacar
· Riwayat immunocompromised
(HIV/AIDS, leukimia)
· Riwayat terapi radiasi
b. Diet
c. Keluhan utama
· Nyeri
· Sensasi gatal
· Lesi kulit
· Kemerahan
· Fatige
d. Riwayat psikososial
· Kondisi psikologis pasien
· Kecemasan
· Respon pasien terhadap penyakit
e. Pemeriksaan fisik
· Tanda vital
· Tes diagnostik
B.
DiagnosaKeperawatan
Berdasarkan
data pengkajian, diagnosa keperawatan utama yang muncul adalah :
1. Nyeri berhibungan dengan adanya
lesi kulit
2. Gangguan pola tidur berhubungan
dengan pruritus dan nyeri dari lesi herpes
3. Resiko infeksi berhubungan
dengan kerusakan fungdi barier kulit
C.
Intervensi keperawatan
1. Pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga.
2. Anjurkan pasien untuk
melaporkan nyeri, demam, drainase yang berbau busuk dan muncul pus
3. Jelaskan tentang kemungkinan
neuralgia paska herpes dan tekankan bahwa anda dapat menangani nyeri
4. Beritahu pasien bahwa mereka
dapat menulari orang lain, oleh karena itu perlu diperhatikan tindakan higienis
rutin seperti pemakaian alat pribadi
5. Tidak melakukan kontak social
hingga lesi mengering
6. Gunakan obat sesuai aturan,
pakai pakian yang menyerap keringat, pertahankan suhu udara tetap dingin /
nyaman
7. Dapat digunakan sarung tangan
katun pada malam hari saat muncul keinginan untuk menggaruk
8. Lakukan tehnik relaksasi untuk
menurunkan nyri dan batasi aktivitas yang berlebihan
D.
Evaluasi
1. Keluhan nyeri berkurang
2. Pasien
memperoleh periode istirahat / tidur yang adekuat
3. Kondisi
integritas kulit dapat dipertahankan
· Tidak
ada lesi yang pecah · Kulit terlindungi dari bahan iritan
4. Tidak
ada tanda infeksi
5. Pasien
dan keluarga mampu melakukan perawatan kulit.