TUBERCULOSIS
PARU
A. Pengertian
Tuberculosis adalah penyakit
yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang hampir seluruh organ tubuh
dapat terserang olehnya, tapi yang paling banyak adalah paru-paru (IPD, FK,
UI).
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh Mycobacterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi ( Mansjoer
, 1999).
B. Etiologi
Etiologi Tuberculosis
Paru adalah Mycobacterium Tuberculosis yang berbentuk batang dan Tahan asam (
Price , 1997 ) Penyebab Tuberculosis adalah M. Tuberculosis bentuk batang
panjang 1 – 4 /mm, dengan tebal 0,3 – 0,5 mm. selain itu juga kuman lain yang
memberi infeksi yang sama yaitu M. Bovis, M. Kansasii, M. Intracellutare.
C. Patofisiologi
Penularan TB Paru
terjadi karena kuman mycobacterium tuberculosis. dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi
ini dapat hidup dalam udara bebas selama kurang lebih 1-2 jam, tergantung pada
tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Suasana lembab
dan gelap kuman dapat tahan berhari– hari sampai berbulan–bulan. Bila partikel
ini terhisap oleh orang sehat maka ia akan menempel pada jalan nafas atau
paru–paru.
Partikel dapat masuk ke
dalam alveolar, bila ukuran vartikel kurang dari 5 mikrometer. Kuman akan
dihadapi terlebih dulu oleh neutropil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan
partikel ini akan dibersihkan oleh makrofag keluar dari cabang trakea bronkhial
bersama gerakan sillia dengan sekretnya. Bila kuman menetap di jaringan paru
maka ia akan tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia
dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya.
Kuman yang bersarang ke
jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut
sarang primer atau efek primer atau sarang ghon (fokus). Sarang primer
ini dapat terjadi pada semua jaringan paru, bila menjalar sampai ke
pleura maka terjadi efusi pleura. Kuman dapat juga masuk ke dalam saluran
gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit. Kemudian bakteri masuk
ke dalam vena dan menjalar keseluruh organ, seperti paru, otak, ginjal, tulang.
Bila masuk ke dalam arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran keseluruh bagian
paru dan menjadi TB milier.
Sarang primer akan
timbul peradangan getah bening menuju hilus (limfangitis lokal), dan
diikuti pembesaran getah bening hilus (limfangitis regional). Sarang primer
limfangitis lokal serta regional menghasilkan komplek primer (range).
Proses sarang paru ini memakan waktu 3–8 minggu. Berikut ini menjelaskan skema
tentang perjalanan penyakit TB Paru hingga terbentuknya tuberkel ghon.
D. Klasifikasi
- Klasifikasi Kesehatan Masyarakat (American Thoracic Society, 1974)
- Kategori
0 = Tidak pernah terpapar /
terinfeksi
Riwayat kontak negatif
Tes tuberkulin
-
Kategori
I = Terpapar TB tapi tidak terbukti
ada infeksi
Riwayat kontak negatif
Tes tuberkulin negatif
- Kategori
II = Terinfeksi TB tapi tidak sakit
Tes tuberkulin positif
Radiologis dan sputum negatif
-
Kategori III
= Terinfeksi dan sputum sakit
Tes tuberkulin positif
Radiologis dan sputum positif
E. Gejala Klinis
Gejala
umum Tb paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum,
malaise, gejala flu, demam ringan, nyeri dada, batuk darah ( Mansjoer, 1999)
Gejala lain yaitu kelelahan, anorexia, penurunan Berat
badan (Luckman dkk, 93)
-
Demam : subfebril menyerupai
influensa
-
Batuk : batuk
kering (non produktif), batuk produktif (sputum),
hemaptoe
-
Sesak Nafas : pada penyakit TB yang sudah lanjut dimana
infiltrasinya
sudah ½ bagian paru-paru
- Nyeri dada
- Malaise :
anoreksia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot,
keringat malam.
F. Pemeriksaan Penunjang
1.
Darah : Leokosit sedikit meninggi
LED meningkat
2.
Sputum : BTA
Pada BTA (+) ditermukan sekurang-kurangnya 3 batang
kuman pada satu
sediaan dengna kata lain 5.000 kuman
dalam 1 ml sputum.
3. Test Tuberkulin :
Mantoux Tes (PPD)
4.
Roentgen : Foto PA
G. Medikamentosa
Jenis obat yang dipakai
- Obat
Primer
1. Isoniazid
(H)
2. Rifampisin
(R)
3. Pirazinamid
(Z)
4.
Streptomisin
5. Etambutol
(E)
- Obat Sekunder
1.
Ekonamid
2. Protionamid
3. Sikloserin
4. Kanamisin
5. PAS (Para
Amino Saliciclyc Acid)
6.
Tiasetazon
7. Viomisin
8. Kapreomisin
Pengobatan TB ada 2 tahap menurut DEPKES.2000 yaitu :
1. Tahap INTENSIF
Penderita
mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya
kekebalan terhadap rifampisin. Bila saat tahab intensif tersebut diberikan
secara tepat, penderita menular menjadi tidak tidak menular dalam kurun waktu
2
minggu.
Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi negatif (konversi)
pada
akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam
tahab intensif sangat penting
untuk
mencegah terjadinya kekebalan obat.
2. Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat jangka waktu lebih panjang dan
jenis obat
lebih sedikit untuk mencegah terjadinya kelembutan. Tahab lanjutan penting untuk
membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Paduan obat
kategori 1 :
Tahap
|
Lama
|
(H) / day
|
R
day
|
Z day
|
F day
|
Jumlah
Hari X
Nelan Obat
|
Intensif
|
2 bulan
|
1
|
1
|
3
|
3
|
60
|
Lanjutan
|
4 bulan
|
2
|
1
|
-
|
-
|
54
|
Paduan Obat kategori 2 :
Tahap
|
Lama
|
(H)@300
mg
|
R@450
mg
|
Z@500
mg
|
E@ 250
mg
|
E@500
mg
|
Strep.
Injeksi
|
Jumlah
Hari X
Nelan Obat
|
Intensif
|
2 bulan
1 bulan
|
1
1
|
1
1
|
3
3
|
3
3
|
-
-
|
0,5 %
|
60
30
|
Lanjutan
|
5 bulan
|
2
|
1
|
3
|
2
|
-
|
66
|
Paduan Obat kategori 3 :
Tahap
|
Lama
|
H@300 mg
|
R@450mg
|
P@500mg
|
Hari X
Nelan Obat
|
Intensif
|
2 bulan
|
1
|
1
|
3
|
60
|
Lanjutan
3 x week
|
4 bulan
|
2
|
1
|
1
|
54
|
OAT
sisipan (HRZE)
Tahap
|
Lama
|
H
@300mg
|
R
@450mg
|
Z
@500mg
|
E day
@250mg
|
Nelan X
Hari
|
Intensif
(dosis
harian)
|
1 bulan
|
1
|
1
|
3
|
3
|
30
|
H. Kegagalan Pengobatan
Sebab-sebab kegagalan pengobataan :
a. Obat : Paduan obat tidak adekuat
Dosis obat tidak cukup
Minum obat tidak teratur
Jangka waktupengobatan kurang dari semestinya.
Terjadi resistensi obat.
b. Drop out : Kekurangan
biaya pengobatan
Merasa sudah sembuh
Malas berobat
c. Penyakit : Lesi Paru
yang sakit terlalu luas / sakit berat
Ada penyakit lain menyertai contoh : Demam, Alkoholisme dll
Ada gangguan imunologis.
I. Penanggulangan Khusus Pasien
a. Terhadap penderita yang sudah berobat
secara teratu menilai kembali
apakah paduan obat sudah
adekuat mengenai dosis dan
cara pemberian.
Pemeriksaan uji kepekaan / test resistensi kuman
terhadap obat.
b. Terhadap penderita yang riwayat
pengobatan tidak teratur.
Teruskan pengobatan lama ± 3 bulan dengan evaluasi
bakteriologis
tiap bulan.
Nilai ulang test resistensi kuman terhadap
obat
Jangka resistensi terhadap obat, ganti dengan
paduan obat yang
masih sensitif
c. Pada penderita kambuh (sudah
menjalani pengobatan teratur dan adekuat
sesuai rencana tetapi
dalam kontrol ulang BTA ( +) secara mikroskopik
atau secara biakan ).
d. Berikan
pengobatan yang sama dengan pengobatan pertama
e.
Lakukan pemeriksaan BTA mikroskopik 3 kali, biakan dan resistensi
f. Roentgen paru sebagai evaluasi.
g. Identifikasi adanya penyakit yang menyertai (demam, alkoholisme dll)
h. Sesuatu obat dengan tes kepekaan / resistensi
i. Evaluasi
ulang setiap bulannya : pengobatan, radiologis, bakteriologis.
J. Asuhan
Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktifitas/istirahat
Kelelahan
Nafas pendek karena
kerja
Kesultan tidur pada
malam hari, menggigil atau berkeringat
Mimpi buruk
Takhikardi,
takipnea/dispnea pada kerja
Kelelahan otot, nyeri ,
dan sesak
b. Integritas Ego
Adanya / factor stress yang lama
Masalah keuangan, rumah
Perasaan tidak berdaya / tak ada harapan
Menyangkal
Ansetas, ketakutan, mudah terangsang
c. Makanan / Cairan
Kehilangan nafsu makan
Tak dapat mencerna
Penurunan berat badan
Turgor kult buruk,
kering/kulit bersisik
Kehilangan otot/hilang
lemak sub kutan
d. Kenyamanan
Nyeri dada
Berhati-hati pada daerah yang sakit
Gelisah
e. Pernapasan
Batuk
Peningkatan frekuensi pernafasan
Pengembangn pernafasan tak simetris
Perkusi pekak dan penuruna fremitus
Defiasi trakeal
Bunyi nafas menurun/tak ada secara bilateral
atau unilateral
Karakteristik : Hijau /kurulen, Kuning atua
bercak darah.
f. Keamanan
Adanya kondisi penekanan imun
Test HIV Positif
Demam atau sakit panas
akut.
2.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Kultur Sputum
b. Zeihl-Neelsen
c. Tes Kulit
d. Foto Thorak
e. Histologi
f. Biopsi jarum pada
jaringan paru
g. Elektrosit
h. GDA
i. Pemeriksaan fungsi Paru
Diagnosa
Keperawatan
- Resiko tinggi infeksi ( penyebaran / aktivasi ulang ) B.d
- Pertahanan primer tak adekuat , penurunan kerja silia
- Kerusakan jaringan
- Penurunan ketahanan
- Malnutrisi
- Terpapar lngkungan
- Kurang pengetahuan untuk menghindari pemaparan patogen
Kriteria
hasil :
- Pasien menyatakan pemahaman penyebab / faktor
resiko individu
- Mengidentifkasi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi
- Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk peningkatan
lingkungan
yang aman
Intervensi :
1.
Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi
2.
Identifikasi orang lain yang beresiko
3. Anjurkan
pasien untuk batuk /bersin dan mengeluarkan pada
tissue dan menghindari meludah
4. Kaji tindakan kontrol infeksi sementara
5. Awasi suhu sesuai indikasi
6. Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang
7. Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat
8.
Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara perodik
terhadap sputum
9. Dorong memilih makanan seimbang
10.
Kolaborasi pemberian antibiotik
11.
Laporkan ke departemen kesehatan lokal
- Bersihan jalan nafas tak efektif B.d
- adanya secret
- Kelemahan, upaya batuk buruk
- Edema
tracheal
Kriteria Hasi :
Pasien menunjukkan perbaikan ventilasi dan
oksigenasi jaringan adekuat
Intervensi :
1. Kaji fungsi pernafasan, kecepatan,
irama, dan kedalaman serta
penggunaan otot asesoris
2. Catat kemampuan unttuk
mengeluarkan mukosa / batuk efekttif
3. Beri posisi semi/fowler
4. Bersihkan sekret dari mulut dan
trakhea
5. Pertahankan masukan cairan
sedikitnya 2500 ml per hari
6. Kolaboras pemberian oksigen dan
obat – obatan sesuai dengan
indikasi
- Resiko tinggi / gangguan pertukaran gas B.d
- Penurunan permukaan efektif paru, atelektasis
-
Kerusakan membran alveolar – kapiler
- Sekret kental , tebal
- Edema bronchial
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan perbaikan venilasi dan oksigenasi jaringan
adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala
distress pernapasan
Intervensi :
1. Kaji Dipsnea,Takhipnea, menurunnya bunyi
nafas, peningkatan
upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding
dada, dan
kelemahan
2. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran,
catat sianosis dan atau
perubahan pada warna kulit
3. Anjurkan bernafas bibr selama ekshalasi
4. Tingkatkan tirah baring / batasi
aktivitas dan atau
Bantu aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
5. Kolaborasi oksigen
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan B.d
- Kelemahan
- Sering batuk / produksi sputum
- Anorexia
- Ketidakcukupan sumber keuangan
Kriteria hasil :
Menunjukkan peningkatan BB, menunjukkan perubahan
perilaku/
pola hidup untuk meningkatkan / mempertahankan BB yang tepat
Intervensi :
1. Catat status nutrisi pasien, catat turgor
kulit, BB, Integrtas kulit,
mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual/muntah atau diare
2. Pastikan pola diet biasa pasien
3. Awasi masukan dan pengeluaran dan
BB secara periodik
4. Kaji anorexia, mual, muntah dan catat
kemungkinan hubungan
dengan obat
5. Dorong dan berikan periode
stirahat sering.
6. Berikan perwatan mulut sebelum
dan sesudah tindakan pernafasan.
7. Anjurkan makan sedikit dan
sering, tinggi protein dan karbohodrat.
8. Dorong orang terdekat untuk
membawa makanan dari rumah.
9. Kolaborasi ahli diet untuk
menentukan komposisi diet.
10. Berikan terapi pernafasan 1-2 jam sebelum
dan sesudah makan.
11. Awasi pemeriksaan laboratorium
12. Kolaborasi antipiretik
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan
tindakan, dan
pencegahan berhubungan dengan :
-
Keterbatasan kognitif
- Tak akurat/lengkap informasi yang ada salah interpretasi informasi
Kriteria hasil :
Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit dan
pengobatan serta melakukan perubahan pola hidupdan berpartispasi
dalam program
pengobatan.
Intervensi :
1. Kaji kemampuan psen untuk belajar 2. Identifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat
3. Tekankan pentingnya mempertahankan proten tinggi dan
diet karbohidrat dan pemasukan cairan adekuat.
4. Berikan interuksi dan informasi tertulis khusus pada
pasien untuk rujukan.
5. Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang
diharapkan dan alasan pengobatan lama.
6. Kaji potensial efek samping pengobatan dan pemecahan masalah.
7. Tekankan kebutuhan untuk tidak minum alcohol sementara minum INH.
8. Rujuk untuk pemeriksaan mata setelah memula dan
kemudian tiap bulan selama minum etambutol.
9. Dorongan pasien atau orang terdekat untuk menyatakan takut
masalah. Jawab pertanyaan dengan benar.
10. Dorong untuk tidak merokok.
11. Kaji bagaimana TB ditularkan dan bahaya reaktivasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Doengoes Marilynn E ,Rencana Asuhan Keperawatan,EGC,
Jakarta, 2000.
Lynda Juall Carpenito, Rencana Asuhan dan Dokumentasi
Keperawatan, edisi 2, EGC, Jakarta,1999.
Mansjoer dkk , Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, FK
UI, Jakarta 1999.
Price,Sylvia Anderson , Patofisologi: Konsep Klinis
Proses – Proses penyakit, alih bahasa, Peter Anugrah, edisi 4, Jakarta, EGC,
1999.
Tucker dkk, Standart Perawatan Pasien, EGC, Jakarta,
1998.