Prosedur dan Aplikasi Ventilator Mekanik


   
PROSEDUR DAN APLIKASI VENTILATOR MEKANIK    

           
  A.    Data Fokus dan Diagnosa Keperawatan
1.    Data fokus
a.    subjektif : berupa keluhan sakit kepala saat bangun tidur, 
gangguan pengelihatan dan dispnea.
b.    Data objektif      : ditemukan hasil gas darah arteri yang tidak normal, 
pH arteri tidak normal, warna kulit tidak normal, hipoksia, 
napas cuping hidung, gelisah, takikardia.
2.    Diagnosa keperawatan
a.    Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan 
ventilasi  perfusi
  B.     Dasar Pemikiran
      Ventilasi mekanik adalah suatu alat bantu mekanik yang berfungsi memberikan bantuan  nafas pasien dengan cara memberikan tekanan udara positif pada paru-paru melalui jalan nafas buatan (Brunner dan Sudarth, 2002). Fungsi ventilasi mekanik adalah untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi, mengurangi kerja pernapasan, meningkatkan tingkat kenyamanan pasien, pemberian MV yang akurat, mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi,  menjamin hantaran O2 ke jaringan adekuat. Alasan dilakukan tindakan keperawatan dengan pemasangan ventilasi mekanik untuk mempertahankan ventilasi alveolar yang tepat untuk kebutuhan metabolic pasien danmemperbaiki hipoksemia dan memaksimalkan transport oksigen. Alasan dilakukan tindakan pemasangan ventilasi mekanik yaitu:
1.         Gagal nafas
Gagal nafas didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk mempertahankan Ph, PaCO2, dan PaO2 yang adekuat. Adekuat berarti Ph lebih besar dari 7,25.
2.    Insufisiensi Jantung
Tidak semua pasien dengan ventilator mekanik memiliki kelainan pernapasan primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF, peningkatan kebutuhan aliran darah pada system pernapasan (system pernapasan sebagai akibat peningkatana kerja napas dan konsumsi oksigen) dapat mengakibatkan kolaps. Pemberian ventilator untuk mengurangi beban kerja system pernapasan sehingga beban kerja jantung juga berkurang.
3.    Disfungsi Neurologis
Pasien dengan GCS 8 atau kurang, beresiko mengalami apnoe berulang juga mendapatkan ventilator mekanik. Selain itu ventilator mekanik berfungsi untuk menjaga jalan napas pasien. Ventilator mekanik juga memungkinkan pemberian hiperventilasi pada klien dengan peningkatan tekanan intra cranial.
4.    Tindakan operasi
Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anestesi dan sedative sangat terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya gagal napas selama operasi akibat pengaruh obat sedative sudah bisa tertangani dengan keberadaan ventilator mekanik.
  C.     Tindakan dan Prosedur Ventilasi Mekanik
1.    Pengesetan awal ventilator setting :
a.     Atur mesin untuk memberikan volume tidal yang dibutuhkan 
(10-15 ml/kg).
b. Sesuaikan mesin untuk memberikan konsentrasi oksigen terendah untuk  mempertahankan PaO2 normal (80-100 mmHg). Pengesetan ini dapat diatur tinggi dan secara bertahap dikurangi berdasarkan pada hasil pemeriksaan gas darah arteri.
                     c.    Catat tekanan inspiratori puncak.
d.   Atur cara (bantu-kontrol atau ventilasi mandatori intermiten) dan 
frekuwensi sesuai dengan program medik dokter.
e.    Jika ventilator diatur pada cara bantu kontrol, sesuaikan sensivitasnya sehingga pasien dapat merangsang ventilator dengan upaya minimal (biasanya 2 mmHg dorongan inspirasi negatif).
f.     Catat volume 1 menit dan ukur tekanan parsial karbondioksida (PCO2) dan PO2, setelah 20 menit ventilasi mekanis kontinu.
g.    Sesuaikan pengesetan (FO2 dan frekuwensi) sesuai dengan hasil 
pemeriksaan gas darah arteri atau sesuai dengan yang ditentukan oleh dokter.
h.    Jika pasien menjadi bingung atau agitasi atau mulai “Bucking” ventilator karena alasan yang tidak jelas, kaji terhadap hipoksemia dan ventilasikan manual pada oksigen 100% dengan bag resusitasi.
2.      Modus operasional ventilator terdapat beberapa parameter yang diperlukan untuk pengaturan pada penggunaan volume cycle ventilator, yaitu :
a.       Frekuensi pernafasan permenit
Frekuensi napas adalah jumlah pernapasan yang dilakukan ventilator dalam satu menit. Setting normal pada pasien dewasa adalah 10-20 x/mnt. Parameter alarm RR diseting diatas dan dibawah nilai RR yang diset. Misalnya set RR sebesar 10x/menit, maka setingan alarm sebaliknya diatas 12x/menit dan dibawah 8x/menit. Sehingga cepat mendeteksi terjadinya hiperventilasi atau hipoventilasi.
b.      Tidal volume
Volume tidal merupakan jumlah gas yang dihantarkan oleh ventilator ke pasien setiap kali bernapas. Umumnya disetting antara 8 - 10 cc/kgBB, tergantung dari compliance, resistance, dan jenis kelainan paru. Pasien dengan paru normal mampu mentolerir volume tidal 10-15 cc/kgBB, sedangkan untuk pasien PPOK cukup dengan 5-8 cc/kgBB. Parameter alarm tidal volume diseting diatas dan dibawah nilai yang kita seting. Monitoring volume tidal sangat perlu jika pasien menggunakan time cycled. 
c.       Konsentrasi oksigen (FiO2)
FiO2 adalah jumlah kandungan oksigen dalam udara inspirasi yang diberikan oleh ventilator ke pasien. Konsentrasinya berkisar 21-100%. Settingan FiO2 pada awal pemasangan ventilator direkomendasikan sebesar 100%. Untuk memenuhi kebutuhan FiO2 yang sebenarnya, 15 menit pertama setelah pemasangan ventilator dilakukan pemeriksaan analisa gas darah. Berdasarkan pemeriksaan AGD tersebut maka dapat dilakukan penghitungan FiO2 yang tepat bagi pasien.
d.      Rasio inspirasi : ekspirasi
Rumus Rasio inspirasi : Ekspirasi
Waktu inspirasi + waktu istirahat
Waktu ekspirasi
Keterangan :
1)   Waktu inspirasi merupakan waktu yang diperlukan untuk memberikan volume tidal atau mempertahankan tekanan.
2)   Waktu istirahat merupakan periode diantara waktu inspirasi dengan ekspirasi
3)   Waktu ekspirasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk 
mengeluarkan udara pernapasan
4)   Rasio inspirasi : ekspirasi biasanya disetiing 1:2 yang merupakan nilai normal fisiologis inspirasi dan ekspirasi. Akan tetapi terkadang diperlukan fase inspirasi yang sama atau lebih lama dibandingkan ekspirasi untuk menaikan PaO2.
e.       Limit pressure / inspiration pressure
Pressure limit berfungsi untuk mengatur jumlah tekanan dari ventilator volume cycled. Tekanan terlalu tinggi dapat menyebabkan barotrauma.
f.       Flow rate/peak flow
Flow rate merupakan kecepatan ventilator dalam memberikan volume tidal pernapasan yang telah disetting permenitnya.
g.      Sensitifity/trigger
Sensitifity berfungsi untuk menentukan seberapa besar usaha yang diperlukan pasien dalam memulai inspirasi dai ventilator. Pressure sensitivity memiliki nilai sensivitas antara 2 sampai -20 cmH2O, sedangkan untuk flow sensitivity adalah antara 2-20 L/menit. Semakin tinggi nilai pressure sentivity maka semakin mudah seseorang melakukan pernapasan. Kondisi ini biasanya digunakan pada pasien yang diharapkan untuk memulai bernapas spontan, dimana sensitivitas ventilator disetting -2 cmH2O. Sebaliknya semakin rendah pressure sensitivity maka semakin susah atau berat pasien untuk bernapas spontan. Settingan ini biasanya diterapkan pada pasien yang tidak diharapkan untuk bernaps spontan.
h.      Alarm
Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu untuk mewaspadakan perawat tentang adanya masalah. Alarm tekanan rendah menandakan adanya pemutusan dari pasien (ventilator terlepas dari pasien), sedangkan alarm tekanan tinggi menandakan adanya peningkatan tekanan, misalnya pasien batuk, cubing tertekuk, terjadi fighting, dan lain-lain. Alarm volume rendah menandakan kebocoran. Alarm jangan pernah diabaikan tidak dianggap dan harus dipasang dalam kondisi siap.
i.        Positive end respiratory pressure (PEEP)
PEEP bekerja dengan cara mempertahankan tekanan positif pada alveoli diakhir ekspirasi. PEEP mampu meningkatkan kapasitas residu fungsional paru dan sangat penting untuk meningkatkan penyerapan O2 oleh kapiler paru.

  D.    Bahaya dan Pencegahannya
1.         Komplikasi pada jalan nafas
Aspirasi dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah intubasi. Kita dapat meminimalkan resiko aspirasi setelah intubasi dengan mengamankan selang, mempertahankan manset mengembang, dan melakukan penghisapan oral dan selang kontinu secara adekuat. Bila resusitasi diperpanjang dan distensi gastrik terjadi, jalan nafas harus diamankan sebelum memasang selang nasogastrik untuk dekompresi lambung. Bila aspirasi terjadi potensial untuk terjadinya SDPA meningkat. Kebanyakan pasien dengan ventilator perlu dilakukan restrein pada kedua tangan, karena ekstubasi tanpa disengaja oleh pasien sendiri dengan aspirasi adalah komplikasi yang pernah terjadi. Selain itu self-extubation dengan manset masih mengembang dapat menimbulkan kerusakan pita suara. Prosedur intubasi itu sendiri merupakan resiko tinggi. Contoh komplikasi intubasi meliputi:
a.     Intubasi lama dan rumit meningkatkan hipoksia dan trauma trakea.
b.    Intubasi batang utama (biasanya kanan) ventilasi tak seimbang, meningkatkan laju mortalitas.
c.     Intubasi sinus piriformis (jarang) abses faringeal.
d.    Pnemonia Pseudomonas sering terjadi pada kasus intubasi lama dan selalu kemungkinan potensial dari alat terkontaminasi.
2.         Masalah Selang Endotrakeal
Bila selang diletakkan secara nasotrakeal, infeksi sinus berat dapat terjadi. Alternatifnya, karena posisi selang pada faring, orifisium ke telinga tengah dapat tersumbat, menyebabkan otitis media berat, kapanpun pasien mengeluh nyeri sinus atau telinga atau terjadi demam dengan etiologi yang tidak diketahui, sinus dan telinga harus diperiksa untuk kemungkinan sumber infeksi.
Beberapa derajat kerusakan trakeal disebabkan oleh intubasi lama. Stenosis trakeal dan malasia dapat diminimalkan bila tekanan manset diminimalkan. Sirkulasi arteri dihambat oleh tekanan manset kurang lebih 30 mm/Hg. Penurunan insiden stenosis dan malasia telah dilaporkan dimana tekanan manset dipertahankan kurang lebih 20 mm/Hg. Bila edema laring terjadi, maka ancaman kehidupan paskaekstubasi dapat terjadi.
3.         Masalah Mekanis
Malfungsi ventilator adalah potensial masalah serius. Tiap 2-4 jam ventilator diperiksa oleh staf keperawatan atau pernafasan. VT tidak adekuat disebabkan oleh kebocoran dalam sirkuit atau manset, selang atau ventilator terlepas, atau obstruksi aliran. Selanjutnya disebabkan oleh terlipatnya selang, tahanan sekresi, bronkospasme berat, spasme batuk, atau tergigitnya selang endotrakeal.
Secara latrogenik menimbulkan komplikasi melampaui kelebihan ventilasi mekanis yang menyebabkan alkalosis respiratori dan karena ventilasi mekanis menyebabkan asidosis respiratori atau hipoksemia. Penilaian GDA menentukan efektivitas ventilasi mekanis. Perhatikan, bahwa pasien PPOM diventilasi pada nilai GDA normal mereka, yang dapat melibatkan kadar karbondioksida tinggi.
4.         Barotrauma
 Ventilasi mekanis melibatkan “pemompaan” udara kedalam dada, menciptakan tekanan positif selama inspirasi. Bila TEAP ditambahkan, tekanan ditingkatkan dan dilanjutkan melalui ekspirasi. Tekanan positif ini dapat menyebabkan robekan alveolus atau emfisema. Udara kemudian masuk ke area pleural, menimbulkan tekanan pneumotorak-situasi darurat. Pasien dapat mengembangkan dispnea berat tiba-tiba dan keluhan nyeri pada daerah yang sakit. Tekanan ventilator menggambarkan peningkatan tajam pada ukuran, dengan terdengarnya bunyi alarm tekanan. Pada auskultasi, bunyi nafas pada area yang sakit menurun atau tidak ada. Observasi pasien dapat menunjukkan penyimpangan trakeal. Kemungkinan paling menonjol menyebabkan hipotensi dan bradikardi yang menimbulkan henti jantung tanpa intervensi medis. Sampai dokter datang untuk dekompresi dada dengan jarum, intervensi keperawatannya adalah memindahkan pasien dari sumber tekanan positif dan memberi ventilasi dengan resusitator manual, memberikan pasien pernafasan cepat.
5.         Penurunan Curah Jantung.
Penurunan curah jantung ditunjukkan oleh hipotensi bila pasien pertama kali dihubungkan ke ventilator ditandai adanya kekurangan tonus simpatis dan menurunnya aliran balik vena. Selain itu hipotensi adalah tanda lain dan gejala dapat meliputi gelisah yang tidak dapat dijelaskan, penurunan tingkat kesadaran, penurunan haluarana urine, nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat, pucat, lemah, dan nyeri dada. Hipotensi biasanya diperbaiki dengan meningkatkan cairan untuk memperbaiki hipovolemia.
6.          Keseimbangan air positif
Penurunan aliran balik vena ke jantung dirangsang oleh regangan reseptor vagal pada atrium kanan. Manfaat hipovolemia ini merangsang pengeluaran hormon antidiuretik dari hipofise posterior. Penurunan curah jantung menimbulkan penurunan haluaran urine melengkapi masalah dengan merangsang respons aldosteron renin-angiotensin. Pasien yang bernafas secara mekanis, hemodinamik tidak stabil, dan yang memerlukan jumlah besar resusitasi cairan dapat mengalami edema luas, meliputi edema sakral dan fasial.
            E.     Hasil yang di dapatkan
1.      Evaluasi tindakan
a.       Data subjektif
Klien melaporkan sesak nafas berkurang.
b.      Data objektif
1)   Menunjukkan pertukaran gas, kadar gas darah arteri, tekanan arteri pulmonal dan tanda-tanda vital yang adekuat.
2)   Menunjukkan ventilasi yang adekuat dengan akumulasi lendir yang minimal.
3)   Bebas dari cedera atau infeksi yang dibuktikan dengan suhu tubuh dan jumlah sel dara
4)   Pertukaran gas, kadar gas darah arteri, tekanan arteri pulmonal dan tanda-tanda vital yang adekuat.
 
                                                                              Daftar Pustaka
            Stillwell, Susan B. 2012. Pedoman Keperawatan Kritis. Edisi 3. Jakarta: EGC
Hudak & Gallo. 2002. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Volume 1. Edisi VI. Jakarta: EGC
Talbot, Laura A. 2006. Pengkajian Keperawatan Kritis. Edisi 2. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9. Jakarta: EGC