BAB
I
KONSEP
DASAR
A. KONSEP DASAR MEDIS KARSINOMA
SERVIKS
1.
Pengertian
Karsinoma serviks adalah penyakit akibat
tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat adanya pertumbuhan jaringan
yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal di sekitarnya (FKUI, 1990;
FKKP, 1997).
Karsinoma serviks merupakan kanker
ginekologi yang menempati urutan kedua tersering setelah kanker payudara,
serviks biasanya tumbuh ke arah luar menjadi massa seperti cendawan
kadang-kadang tumbuh ke arah dalam sehingga menimbulkan pembesaran serviks
(Brerek Ilewellyn Yones, 2002 : 276).
Karsinoma serviks
sudah kurang umum dari masa sebelumnya karena deteksi dini dengan tes pap. Kanker ini masih merupakan
kanker reproduksi ketiga yang umum pada wanita di luar kanker payudara, kanker servik
terjadi paling umum pada usia 30 dan 45 tahun. (Brunner
dan Suddart (2000 : 299)
Jadi Karsinoma serviks adalah penyakit
akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim yang menempati urutan kedua
tersering setelah kanker payudara yang terjadi pada usia 30 tahun dan 45 tahun.
2.
Etiologi
Sebab langsung
dari kanker serviks belum diketahui ada bukti kejadiannya mempunyai hubungan
erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik:
a.
Jarang ditemukan pada perawan (virgo)
b.
Insiden
lebih tinggi pada mereka yang kawin daripada yang tidak, terutama pada gadis
yang coitus pertama diawali pada usia
muda (< 16 tahun)
c.
Jarak persalinan terlalu dekat.
d.
Ekonomi rendah.
e.
Aktivitas
seksual yang sering berganti-ganti pasangan.
f.
Kebiasaan merokok.
(Hanifa, 2008 : 381)
1.
Klasifikasi
Menurut Federation International Of
Ginecologies and Obstetrics (FIGO) 1978, klasifikasi Karsinoma serviks antara
lain :
Tingkat Kriteria
O Karsinoma insitu atau karsinoma intraepitel.
I Proses terbatas
pada serviks (perluasan ke korpus uteri tidak dinilai).
Ia Karsinoma serviks
preklinis, hanya dapat di diagnosa secara mikroskopik, lesi tidak lebih dari 3
mm, atau secara mikroskopik kedalamannya > 3 – 5 mm dari epitel basal dan
memanjang tidak lebih dari 7 mm.
Ib Lesi infasif >
5 mm, dibagi atas lesi £ 4 cm dan > 4 cm.
II Proses keganasan
telah keluar dari serviks dan menjalar ke ⅔ bagian atas vagina dan atau ke
parametrium masih bebas dari infiltrat tumor.
IIa Penyebaran hanya
ke vagina, parametrium masih bebas dari infiltrat tumor.
IIb Penyebaran ke parametrium, uni atau bilateral, tetapi belum sampai dinding panggul.
III Penyebaran sampai ⅓ distal
vagina, atau ke parametrium sampai dinding panggul
IIIa Penyebaran sampai ⅓ distal
vagina : namun tidak sampai ke dinding panggul
IIIb Penyebaran sampai dinding
panggul tidak di temukan daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding
panggul atau proses pada tingkat I/II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal
atau hidronefrosis.
IV Proses keganasan telah keluar dari panggul dan melibatkan mukosa rektum dan atau vesika
urinaria (dibuktikan secara histologi) atau telah bermetastasis keluar panggul
atau ke tempat yang jauh.
IV a Telah bermetastasis ke organ
sekitar
IV b Telah bermetastasis jauh
(Arif Mansjoer dkk, 2001
: 379)
Menurut Sistem TNM (Tumor size,Node,Metastasis)
klasifikasi Karsinoma serviks antara lain :
T Tak ditemukan tumor primer
T1S Karsinoma
pra-infasif, ialah KIS (karsinoma insitu)
T1 Karsinoma
terbatas pada serviks (walaupun adanya perluasan ke korpus uteri)
T1a Pra-klinik
adalah karsinoma yang invasif dibuktikan dengan pemeriksaan histologik
T1b Secara klinis jelas karsinoma
yang infasif
T2 Karsinoma telah meluas sampai
di luar serviks, tetapi belum sampai dinding panggul, atau karsinoma telah
menjalar ke vagina, tetapi belum sampai 1/3 bagian distal
T2a Karsinoma belum menginfiltrasi
parametrium
T2b Karsinoma telah menginfiltrasi
parametrium
T3 Karsinoma telah melibatkan 1/3
bagian distal vagina atau telah mencapai
dinding panggul (tak ada celah bebas antara tumor dengan dinding
panggul)
NB Adanya hidronefrosis atau gangguan faal ginjal
akibat stenosis ureter karena infiltrasi tumor, menyebabkan kasus dianggap
sebagai T3 meskipun pada penemuan lain kasus itu seharusnya masuk
kategori yang lebih rendah (T1 atau T2)
T4 Karsinoma telah menginfiltrasi
mukosa rektum atau kandung kemih, atau meluas sampai di luar panggul
(ditemukannya edema bullosa tidak cukup bukti untuk mengklasifikasi sebagai T4)
T4a Karsinoma
melibatkan kandung kemih atau rektum saja dan dibuktikan secara histologik
T4b Karsinoma telah meluas sampai di
luar panggul
NB Bila tidak
memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda - / + ditambahkan
untuk tambahan ada / tidak adanya
informasi mengenai pemeriksaan histologik, jadi : Nx + atau Nx –
No Tidak ada
deformitas kelenjar limfa pada limfografi
N1 Kelenjar
limfe regional berubah bentuk sebagaimana ditunjukkan oleh cara-cara
diagnostik.
N2 Teraba massa yang padat dan melekat pada
dinding panggul dengan celah bebas infiltrat diantara massa ini dengan tumor
Mo Tidak ada
metastasis berjarak jauh, termasuk kelenjar limfa di atas bifurkasio arteri illiaka komunis
2.
Manifestasi Klinis
Kebanyakan sering asimtomatik, saat terdapat rabas
atau perdarahan yang tak teratur.
a. Rabas meningkat jumlahnya dan menjadi kanker,
rabas ini berwarna gelap dan berbau
busuk karena nekrosis dan infeksi dari massa
tumor.
b. Perdarahan terjadi pada
interval yang tak teratur antara periode atau setelah menopause cukup besar
dibandingkan hanya bercak yang terdapat pada pakaian dalam dan biasanya terlihat setelah
trauma ringan (hubungan seksual, irigasi atau defekasi)
c. Dengan
berjalannya penyakit, perdarahan mungkin persisten
dan meningkat.
d. Sejalan
dengan berkembangnya kanker, jaringan disebelah luar serviks tersering termasuk
kelenjar limfe anterior ke sakrum. Saraf terkena mengakibatkan
nyeri yang sangat pada punggung dan tungkai.
e. Tahap
akhir : akan mengalami emasiasi ekstrim
dan anemia, sering dengan demam
akibat infeksi sekunder dan abses pada massa yang mengalami ulserasi dan pembentukan fistula.
( Brunner and Suddarth (2000 : 299-300)
Manifestasi klinis menurut Mansjoer (2001 :
379)
Dari anamnesis
didapatkan keluhan :
a.
Metroragi
b.
Keputihan (warna putih purulen
yang berbau dan tidak gatal)
c.
Perdarahan spontan
d.
Bau busuk yang khas
e.
Obstruksi total vesika urinaria
karena metastasis
f.
Cepat lelah
g.
Kehilangan berat badan
h.
Anemia
Dari pemeriksaan fisik
didapatkan :
a.
Serviks teraba membesar,
irregular, teraba lunak
b.
Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio
atau sudah sampai vagina
5.
Patofisiologi
Karsinoma serviks timbul di batas antara
epitel yang melapisi ekstoserviks (porsio)
dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamous-columnor juntion (SCJ). Histologik antara epitel gepeng
berlapis (squamous complex) dari porsio dengan epitel kuboid / silindris
pendek selapis bersilia dan endoserviks kanalis serviks. Pada wanita muda SCJ
ini berada di luar ostium uteri eksternum,
sedang pada wanita berumur > 35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis serviks,
maka untuk melakukan papsmear yang efektif, yang dapat mengusap zona
transformasi, harus dikerjakan dengan skraper
dari ayre atau cytobrush sikat khusus. Pada awal perkembangan kanker serviks tidak memberi tanda-tanda dan
keluhan. Pada pemeriksaan dengan spekulum tampak sebagai porsio yang erosif (metaplasi
skuamosa) yang fisiologik atau patologik.
Tumor dapat tumbuh
: 1) eksofitik mulai dari SCJ ke arah
lumen vagina, sebagai masa proliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan
nekrosis; 2) endofitik mulai dari SCJ
tumbuh ke dalam stroma serviks dan
cenderung untuk mengadakan infiltrasi menjadi ulkus; 3) ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan
serviks dengan melibatkan awal fornises
vagina untuk menjadi ulkus yang luas.
Serviks yang
normal, secara alami mengalami proses metaplasi (erosio) akibat saling desak mendesaknya kedua jenis epitel yang
melapisi. Dengan masuknya mutagen porsio
yang erosive (metaplasi skuamosa)
yang semula faali / fisiologik dapat berubah menjadi patologik
(displastik-diskartotik) melalui tingkat non
insitu (NIS)-1, II, III dan karsinoma
insitu (KIS) untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif, sekali menjadi mikro
invasif atau invasif. Proses keganasan akan berjalan terus.
(Hanifa, 2008 : 381-382)
6.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Sitologi, dengan cara tes pap (prostatik acid posphate)
Keuntungan :
1) Murah
2) Dapat memeriksa bagian-bagian yang tidak
terlihat
Kelemahan :
Tidak dapat
menentukan dengan tepat lokalisasi.
b.
Kolposkopi
Kolposkopi : alat untuk melihat serviks
dengan lampu dan dibesarkan 10 – 40 kali.
Serviks mula-mula dibersihkan dengan kapas,
kemudian dengan acidum aceticum 3 %.
Hasil pemeriksan kolposkopi dapat sebagai
berikut :
1)
Benigna
a)
Epitel gepeng yang normal
b)
Ectopi
c)
Zone transforman
d)
Perubahan peradangan
2)
Suspek
a)
Leukoplakia
b)
Punctation : daerah bertitik merah
c)
Pappilary punctuation
d)
Mosaic
Keuntungan : Dapat
melihat jelas daerah yang bersangkutan sehingga mudah untuk melakukan biopsi
Kelemahan : Hanya
dapat memeriksa daerah yang terlihat saja, yaitu porsio,
sedang kelainan pada squomous columnar junction dan
intra cervikal tidak terlihat c. Biopsi
Sebagai suplemen terhadap sitologi. Daerah
tempat diadakan biopsi, berdasarkan
hasil pemeriksaan kolposkopi. Kalau perlu
diadakan multiple punch biopsy atau kuretase
cerviks. Dengan biopsi dapat
ditentukan jelas kankernya.
d. Konisasi
Dilakukan bila hasil sitologi, meragukan dan
pada serviks tidak tampak kelainan-kelainan yang jelas. Untuk pemeriksaan kanker
diperlukan konisasi dengan pisau.
e.
Schiller Test
Epitel Kanker tidak mengandung glykogen,
karena itu tidak dapat mengikat yodium. Kalau porsio diberi yodium, maka epitel
yang normal akan berwarna coklat tua, sedang yang Kanker tetap tidak berwarna.
Sayangnya bahwa trauma dan infeksi juga dapat memberikan test positif.
f.
Kolpomikroskopi
Pembesaran 200 kali. Sebelum dilihat dengan
kolposkop diwarnai dulu dengan meyer
hematoxylin atau toluidine blue.
g.
Servikologi
h.
Pemeriksaan visual langsung
i.
Gineskopi
j. Pap net (pemeriksaan terkomputerisasi
dengan hasil lebih sensitif)
(Mansjoer dkk, 2001 : 379)
7.
Penatalaksanaan
a. Pengangkatan non-pembedahan
konservatif terhadap lesi prekusor, terapi beku (pembekuan dengan osigennitat) atau terapi laser juga
efektif.
b.
Konisasi untuk karsinoma insitu
c.
Histerektomi
sederhana jika terjadi kanker serviks pre invasif setelah melahirkan anak.
d.
Radiasi
atau histerektomi radikal atau keduanya untuk kanker invasif
( Brunner and Suddarth, 2000 : 300)
Tingkatan penatalaksanaan menurut Arif Manjoer dkk
(2001 : 381)
Tingkatan Penatalaksanaan
O Biopsi kerucut
Histerektomi
transvaginal
Ia Biopsi kerucut
Histerektomi
transvagina
Ib,IIa Histerektomi
radikal dengan limfadenoktomi panggul dan evaluasi
kelenjar limfa para orta (bila terdapat metastasis
dilakukan radioterapi
paska pembedahan)
Ib, III, dan
IV Histerektomi transvaginal
IVa dan IVb Radio terapi
Radiasi
paliatif
Kemoterapi
- Komplikasi
Menurut Tucker (1999 : 775) potensial
komplikasi Karsinoma serviks yaitu :
a.
Infeksi
b.
Anemia
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
- Fokus Pengkajian
a.
Identitas klien
b.
Keluhan utama.
Perdarahan dan keputihan
c. Riwayat penyakit sekarang
Klien datang dengan perdarahan paska koitus dan terdapat keputihan
yang berbau tetapi tidak gatal. Perlu ditanyakan pada pasien atau keluarga
tentang tindakan yang dilakukan untuk mengurangi gejala dan hal yang dapat
memperberat, misalnya keterlambatan keluarga untuk memberi perawatan atau
membawa ke Rumah Sakit dengan segera, serta kurangnya pengetahuan keluarga.
d.
Riwayat penyakit terdahulu.
Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah
mengalami hal yang demikian dan perlu ditanyakan juga apakah pasien pernah
menderita penyakit infeksi.
e.
Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit
seperti ini atau penyakit menular lain.
f.
Riwayat psikososial
Dalam pemeliharaan kesehatan dikaji tentang pemeliharaan gizi di
rumah dan agaimana pengetahuan keluarga tentang penyakit kanker serviks.
Pemeriksaan Fisik
a.
Inspeksi
1)
Perdarahan
2)
keputihan
b.
palpasi
1)
Nyeri abdomen (perut)
2)
Nyeri punggung bawah
Pemeriksaan Dignostik
a.
Sitologi
b.
Biopsi
c.
Kolposkopi
d.
Servikografi
e.
Gineskopi
f. Pap net (pemeriksaan terkumpoteresasi
dengan hasil lebih sensitif)
(http://hidayat2.wordpress.com/2009/04/08/askep-kanker-serviks/) diunduh pada hari Selasa, 27 April 2010.
- Fokus Intervensi
a. Gangguan perfusi jaringan (anemia)
berhubungan dengan perdarahan intraservikal (Carpenito, 2001 : 409)
Tujuan : Setelah diberikan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan perfusi jaringan membaik
Kriteria hasil :
1)
Perdarahan intra servikal
berkurang
2)
Konjungtiva tidak anemis
3)
Mukosa bibir lembab dan
kemerahan
4)
Ekstremitas hangat
5)
Tanda-tanda
vital (TTV) dalam batas normal
Intervensi :
Menurut NIC – NOC (337)
1) Observasi tanda-tanda vital setiap 8 jam
2) Observasi perdarahan (jumlah, warna, lama)
3) Kolaborasi :
a)
Pemasangan tampon vagina
b)
Therapi untuk menghentikan
perdarahan dan anemia
c)
Pembarian oksigen (bila perlu)
d)
Pemeriksaan laboratorium : Hb
(hemoglobin)
Rasional :
1)
Untuk mengetahui adanya
tanda-tanda syok, kehilangan cairan dan keadaan rendahnya cardiac output (curah jantung).
2)
Untuk mengetahui output yang keluar
3)
Kolaborasi :
a)
Menghentikan perdarahan
b)
Menghentikan perdarahan
berlebihan
c)
Mencegah adanya syok
d)
Mengetahui kadar Hb
b. Resiko defisit volume cairan berhubungan
dengan kehilangan berlebih melalui rute normal, abnormal, mual-muntah,
perdarahan (Carpenito, 2001 : 140)
Tujuan : Klien
menunjukkan keseimbangan cairan yang adekuat setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam.
Kriteria hasil :
1)
Membran mukosa lembab
2)
Turgor baik
3)
TTV stabil
4)
Intake dan output seimbang
Intervensi :
Menurut NIC – NOC (356)
1)
Evaluasi TTV setiap 8 jam
Menurut Nanda (2005 – 2006 : 89)
2) Evaluasi nadi perifer dan pengisian
kapiler
3) Kaji turgor kulit dan kelembapan membran
mukosa
Menurut Carpenito (2001 : 141)
4) Pantau masukan dan haluaran urin
5) Dorong pemasukan cairan sesuai toleransi klien
6) Observasi adanya mual muntah dan
perdarahan
7) Kolaborasi pemberian cairan sesuai indikasi
8) Kolaborasi pemeriksaan laborat
Rasional :
1)
Untuk mengetahui adanya tanda
yang mengankankerm terjadinya shock,
kekurangan cairan dan keadaan rendahnya cardiac
output.
2)
Untuk
mengetahui adnya tanda-tanda perdarahan.
3)
Hipovolemia, pergantian cairan dan nutrisi mengakibatkan
kekeringan kulit.
4)
Oliguria berkembang sebagai hasil
penurunan perfusi ginjal, sirkulasi toxin
sebagai efek dari antibiotik.
5)
Untuk
menambah cairan yang masuk dan menghindari dehidrasi berlebih.
6)
Untuk mengobsrevasi output dan input cairan.
7)
Mempertahankan
sirkulasi volume dalam keseimbangan cairan elektrolit
8)
Memberikan
informasi tentang hidrasi, ke bagian organ, merubah alternatif berarti merubah
kemungkinan fingsi sistem sebagai hasil dari perubahan cairan, hipovolemia, hipoxemia, sirkulasi toxin, dan
hasil jaringan nekrotik.
c.
Resiko infeksi berhubungan
dengan peningkatan resiko mesuknya organisme
pathogen (NIC - NOC : 341)
Tujuan : Tidak
terjadi infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam.
Kriteria hasil :
1)
Tidak ada tanda-tanda infeksi
2)
TTV dalam batas normal
3)
Hasil laboratorium dalam batas
normal : leukosit
Intervensi :
Menurut NIC – NOC (341 – 342)
1) Tekanan klien pada higiene personal
khususnya hygiene perianal dan oral
2) Pantau TTV
3) Gerakan prinsip aseptik dalam memberikan perawatan
4) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium : leukosit
5) Kolaborasi pemeriksaa kultur
6) Kolaborasi pemberian analgetik
Menurut Carpenito (2001 : 210)
7)
Tempatkan klien pada lingkungan
yang terhindar dari infeksi
Rasional :
1) Mencegah masuknya organisme penyebab
infeksi atau membatasi adanya kontaminasi
2) Mengetahui tanda-tanda infeksi yaitu
dengan adanya peningkatan suhu tubuh.
3) Mencegah masuknya organisme masuknya penyebab infeksi atau membatasi adanya kontaminasi dan masuknya bakteri.
4) Untuk mengetahui pertahanan tubuh terhadap
bakteri dan penyakit
5) Mengetahui jenis-jenis bakteri atau kuman
yang ada
6) Mengurangi rasa nyeri
7) Mencegah adanya penularan infeksi dan
mengurangi resiko adanya infeksi sekunder.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan anoreksia (Carpenito,2001:374)
Tujuan : Status nutrisi dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam.
Kriteria hasil :
1) Konjungtiva tidak anemis
2) Sklera tidak ikterik
3) BB (berat badan) dalam batas normal
4) Hasil laboratorium dalam batas normal
Intervensi :
Menurut NIC – NOC (340)
1)
Pantau
masukan makanan setiap hari
2)
Dorong
klien untuk makan tinggi kalori dan protein
Menurut Carpenito (2001 : 262)
3) Ukur BB setiap hari / sesuai indikasi
4) Identifikasi suasana makan yang
menyenangkan
5) Dorong klien untuk makan sedikit tapi
sering
6) Kolaborasi :
a)
Pemberian obat sesuai indikasi
b)
Pemeriksaan laboratorium : Hb
c)
Ahli gizi
Rasional :
1)
Untuk mengetahui input dan output dan selanjutnya dievaluasi
2)
Untuk
menambah tenaga dan sebagai zat pembangun.
3)
Tanda kehilangan / penkankerpaian
perubahan reflek hidrasi tapi mengalami kehilangan menunjukkan defisit nutrisi.
4)
Untuk menambah nafsu makan.
5)
Menghindari
rasa pusing serta mual muntah.
6)
Kolaborasi :
a)
Peningkatan nafsu makan
b)
Refleks fungsi organ dan status
kebutuhan nutrisi
c)
Menentukan diit yang
dibutuhkan.
e.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan
dengan invasi kanker ke serabut saraf (Carpenito, 2001 : 46)
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan klien atau kankerra mengurangi nyeri.
Kriteria hasil :
1) Klien mampu melakukan teknik / cara-cara
mengatasi nyeri.
2) Intensitas nyeri berkurang
3) Ekspresi muka dan tubuh berkurang
Intervensi :
Menurut NIC – NOC (344 – 345)
1) Kaji karakteristik nyeri, Provoking, Quality, Regio, Scale, Time
(PQRS)
2) Kaji efektifitas analgetik
Menurut Carpenito (2001 : 47) :
3) Ajarkan teknik distraksi relaksasi
4) Libatkan keluarga dalam melakukan
intervensi
5) Kolaborasi pemberian analgesik
Rasional :
1)
Perubahan lokasi / intensitas
mungkin merupakan perkembangan komplikasi nyeri cenderung menjadi konstan,
lebih hebat dan menyebar ke seluruh abdomen sebagai proses dan cepat
menyebabkan nyeri lokal.
2)
Menentukan pengobatan
selanjutnya.
3)
Mengurangi tegangan otot, yang
mengurangi nyeri akibat pergerakan
4)
Memudahkan dalam perawatan dan
kemandirian klien
5)
Mengurangi rasa sakit dan nyeri
f. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang penyakit dan pengobatannya (Carpenito, 2001 : 11)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam ansietas / cemas berkurang.
Kriteria hasil :
1)
Ansietas berkurang
2)
Klien mengutarakan cara untuk menurunkan
berat badan.
Intervensi :
1) Kaji tingkat ansietas (NIC - NOC : 348)
Menurut Carpenito (2001 : 12 – 13)
2) Berikan kesempatan klien untuk
mengungkapkan perasaanya
3) Identifikasi support dalam keluarga
4) Dorong diskusi sistem dalam keluarga
Rasional :
1) Kecemasan dapat meningkatkan adanya nyeri,
meningkatkan perasaan sakit, pentingnya prosedur diagnosa dan kemungkinan
operasi.
2) Mengurangi perasaan cemas dan tenang
3) Dukungan positif dari keluarga merupakan aspek positif untuk
mengurangi kecemasan.
4) Untuk mengurangi kecemasan tentang masalah-masalah yang timbul dan
kecemasan.
g.
Kurang pengetahuan tentang
penyakit dan pengobatan berhubungan dengan tidak mengerti sumber informasi (Tucker,
1999 : 714)
Tujuan : Setelah
diberikan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam klien dan keluarga tahu
tentang penyakit dan pengobatannya
Kriteria hasil :
1)
Klien mampu menyebutkan cara pengobatan penyakit.
2)
Klien
mampu menyebutkan efek samping pengobatan.
Intervensi :
Menurut NIC – NOC (346) :
1)
Kaji tingkat pengetahuan klien
dan keluarga tentang Karsinoma serviks dan pengobatannya
2)
Berikan
pendidikan kesehatan Karsinoma serviks dan pengobatannya
Rasional :
1)
Untuk mengetahui tingkatan
informasi yang didapat klien dan keluarga sebagai dasar untuk pemberian informasi
selanjutnya.
2)
Mengetahui
adanya gejala, cara pencegahannya, pengobatannya dan
lain-lain.
h. Gangguan bodi image berhubungan dengan bau
tidak enak pada vagina, akibat efek pengobatan (NIC - NOC : 343)
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan, konsep diri dan persepsi diri
klien menjadi stabil.
Kriteria hasil :
1)
Klien mampu mengekspresikan
perasaannya
2)
Klien
mampu membagi perasaan dengan keluarga dan perawat
3)
Klien mampu menerima perubahan
pada dirinya
4)
Klien mampu berpartisipasi
dalam perawatan diri.
Intervensi :
Menurut NIC – NOC (343) :
1)
Kontak dengan klien sering dan
perlakuan klien dengan hangat dan sikap positif
2)
Kaji respon negatif terhadap
perubahan penampilan
3)
Bantu
dalam penatalaksanaan alopesia sesuai kebutuhan
Menurut Carpenito (2001 : 349) :
4) Berikan dorongan pada klien untuk
mengekspresikan perasaannya
5) Bantu klien memgidentifikasi potensial
kesempatan untuk hidup mandiri hubungan interpersonal, kekuatan pribadi dan
pengertian serta perkembangan spiritual normal
Rasional :
1)
Meningkatkan harga diri serta
citra diri pasien
2)
Menjelaskan perubahan-perubahan
yang ada pada klien dan menolong individu untuk selalu berfikir positif
3)
Mempermudah
perawatan pasien dan kegiatan pasien sehari.
4)
Mengurangi
perasaan minder dan tidak percaya diri
5)
Untuk mengetahui aspek-aspek positif
yang dimiliki klien
i.
Resiko
gangguan integritas kulit berhubungan dengan kemoterapi, radiasi dan penurunan imunologi (Carpenito,2001:304)
Tujuan : Klien tidak mengalami kerusakan integritas kulit setelah diberikan
perawatan selama 3 x 24 jam.
Kriteria hasil :
1)
Integritas kulit utuh.
Intervensi :
Menurut Tucker (1998 : 786) :
1)
Kaji kulit dari efek samping
terapi kanker
2)
Gunakan sabun ringan dan air
basah dan keringkan
3)
Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat topical
Menurut Carpenito (2001 : 304 – 305) :
4)
Ubah posisi alih baring
sesering mungkin
5)
Anjurkan klien agar tidak
menggaruk
Rasional :
1) Untuk mengetahui tingkatan kerusakan
integritas kulit uang terjadi
2) Untuk menghindari gesekan lebih keras
3) Untuk menentukan pengobatan, serta tingkat
keparahan.
4) Untuk menghindari adanya dekubitus dan
infeksi nosokomial yang terjadi
5) Agar tidak terjadi lecet-lecet dan
integritas kulit semakin parah
j.
Perubahan
pola seksual berhubungan dengan bau tidak enak pada vagina, Carpenito (2001 :
375)
Tujuan : Pola seksual mengalami perubahan / gangguan setelah diberikan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam.
Kriteria hasil :
1) Klien / pasangan mengungkapkan penerimaan
akan perubahan pola seksual.
Intervensi :
Menurut Carpenito (2001 : 377 – 378) :
1) Jelaskan efek penyakit kesehatan fungsi
seksual
2) Diskusikan perasaan klien terhadap fungsi
seksual
3) Diskusikan masalah tersebut dengan
pasangan
4) Beri waktu sendiri untuk klien membicarakan masalah pola seksual
Rasional :
1) Mengetahui tanda dan gejala, faktor
resiko, efek penyakit.
2) Pendapat dan pengertian menurut klien dan
pasangan mengetahui tingkat pengetahuan klien.
3) Agar saling mengerti dan memahami kondisi-kondisi yang ada dan dapat
menerima serta, menentukan masalah pengobatannya.
4) Menggali masalah-masalah yang timbul pada fungsi seksual klien.
C.
PATHWAY
BAB II
RESUME KASUS
Asuhan
keperawatan pada pasien akan digambarkan pada bagian ini yang merupakan asuhan
keperawatan yang dilakukan pada Ny. P dengan Karsinoma Serviks hari ke 7 yang
dilakukan selama dua hari yaitu pada hari Kamis 4 Maret 2010 dan Jumat 5 Maret
2010.
Asuhan
keperawatan ini dimulai dari pengkajian, analisa data, perumusan diagnosa
keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi dan evaluasi.
A.
PENGKAJIAN
Pengkajian
dilakukan pada tanggal 4 Maret 2010 jam 08.30 WIB di bangsal Mawar III RSUD Dr.
Moewardi Surakarta. Pada kasus ini data diperoleh dengan cara wawancara pasien
dan keluarga, pengamatan langsung,
membaca catatan medik dan catatan keperawatan, serta bekerja sama dengan tim
kesehatan lain yang bersangkutan dengan pengelolaan pasien. Pengkajian ini
didapat identitas pasien : nama : Ny. P, jenis kelamin : perempuan, umur : 46
tahun, alamat : Jatimalang, RT I / RW 10, Tawangsari, Kerjo, Karanganyar, agama
: Islam, pekerjaan : swasta, dengan diagnosa medis : Karsinoma Serviks stadium
II B, nomor catatan medik : 99.70.03, identitas penanggung jawab : Tn. S, umur
: 48 tahun, alamat : Jatimalang RT I / RW 10, Tawangsari, Kerjo, Karanganyar,
hubungan dengan pasien : Suami.
Data
riwayat kesehatan : keluhan utama : pasien mengatakan nyeri pada daerah perut
bagian kiri bawah menjalar sampai ke pinggang. Riwayat penyakit sekarang :
pasien mengatakan sejak 7 bulan yang lalu habis Lebaran keluar cairan berwarna
putih atau lendir bercampur darah dari vagina, dari pihak keluarga pasien
dibawa ke Dr. Kuncoro untuk diperiksakan. Dari Dr. Kuncoro kemudian dirujuk ke
RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Riwayat penyakit dahulu : pasien mengatakan 4
bulan yang lalu pernah mondok di RS Dr. Wawan Betis selama 3 hari 3 malam.
Riwayat penyakit keluarga : pasien mengatakan anggota keluarga tidak ada yang
mempunyai riwayat penyakit yang sama dengan pasien.
Hasil
yang ditemukan data fokus yang dibedakan menjadi data subyektif dan data
obyektif, data subyektif ditemukan data-data yaitu pasien mengatakan nyeri pada
perut bagian kiri bawah menjalar sampai ke pinggang skala nyeri 6.
Pola
fungsional didapat data : pola persepsi tentang kesehatan dan managemen
kesehatan; pasien mengatakan kesehatan adalah hal yang sangat penting, dan
apabila ada anggota keluarga yang sakit segera diperiksakan ke bidan atau
dokter. Pasien mengatakan selalu berusaha untuk hidup sehat karena kesehatan
sangat mahal harganya. Pola nutrisi dan metabolisme; sebelum sakit : pasien
mengatakan makan 3 kali sehari dengan menu nasi, sayur dan lauk seadanya,
pasien mengatakan tidak ada makanan pantangan dan semua makanan disukainya; selama sakit : pasien mengatakan
selama sakit makan 3 kali sehari dengan menu yang disediakan rumah sakit yaitu
nasi biasa, pasien mengatakan jika perutnya tidak terasa sakit makan habis ½
porsi, tetapi pada saat nyeri makan
hanya habis ¼ porsi. Asupan cairan : pasien mengatakan tidak ada gangguan dalam
pemenuhan asupan cairan, pasien
mengatakan sebelum sakit dan selama sakit minum kurang lebih (±) 7 – 8 gelas
per hari per hari dengan takaran kurang lebih (±) 1600 cc kombinasi teh dan air
putih, selama sakit dibantu dengan cairan infuse Ringer Laktat (RL) 20 tetes
per menit (tpm). Pola eliminasi : Buang Air Besar (BAB): pasien mengatakan BAB
1 kali sehari setiap pagi dengan konsistensi lunak, warna kuning, bau khas faeces. Buang Air Kecil (BAK) : pasien
mengatakan sebelum sakit biasa BAK ± 3 – 4 kali sehari, selama sakit pasien
terpasang Dower Cateter (DC) dengan frekuensi ± 1000 cc perhari, warna kuning jernih, bau khas
amoniak. Pola aktivitas dan latihan : pasien mengatakan semua aktifitasnya
dibantu orang lain, mulai dari makan atau minum, mandi, toileting, berpakaian,
mobilitas di tempat tidur, berpindah, ambulasi atau ROM (Range of Motion). Pola tidur dan istirahat : sebelum sakit :
pasien mengatakan tidur selalu nyenyak, biasa tidur mulai jam 21.00 WIB sampai
05.00 WIB pada saat adzan Subuh, pasien mengatakan tidur kurang lebih 7 – 8 jam
perhari; selama sakit : pasien mengatakan sering tidak bisa tidur ketika
perutnya terasa nyeri, pasien sering terbangun dan tidur kurang lebih 3 – 4 jam
perhari. Pola perceptual : nyaman : pasien mengatakan selama di rumah sakit
tidak merasa nyaman karena merasa nyeri pada perut bagian kiri bawah menjalar
sampai ke pinggang dan juga dipengaruhi faktor hospitalisasi, stimulasi;
penglihatan : pasien mengatakan dapat melihat dengan jelas tanpa menggunakan
alat bantu penglihatan, pasien juga dapat membaca dengan baik dan lancar, pendengaran
: pasien mengatakan pendengarannya masih berfungsi dengan baik, dapat
mendengarkan pertanyaan-pertanyaan dan menjawab dengan baik. Penciuman : pasien
mengatakan penciumannya masih berfungsi dengan baik, dapat membedakan bau wangi
dan bau minyak kayu putih, pengecapan : pasien mengatakan pengecapannya masih
berfungsi dengan baik, dapat membedkan rasa manis, pahit, asam dan asin.
Sensasi : pasien mengatakan dapat merasakan sentuhan kulit, dapat membedakan
sentuhan halus dan kasar. Pola persepsi diri dan konsep diri, gambaran diri :
pasien mengatakan bisa menerima keadaan sakitnya sekarang, harga diri : pasien
mengatakan tidak merasa malu dengan keadaan dirinya sekarang, hubungannya
dengan keluarga tetap baik, pasien tidak merasa dikucilkan tapi sangat diperhatikan
terbukti dengan banyaknya tetangga yang mengunjungi. Peran diri : pasien mengatakan dirinya sebagai
seorang istri dari suaminya dan seorang ibu dari ketiga anaknya. Ideal diri :
pasien mengatakan dirinya selalu berharap dan berdoa supaya cepat sembuh dan
bisa pulang berkumpul dengan keluarganya. Pola seksual dan reproduksi, riwayat
obstetric, menarche : 13 tahun, lama haid : 5 sampai 7 hari, siklus : 28 hari,
warna : merah, konsistensi : cair, frekuensi : pasien mengatakan ganti pembalut
2 kali sehari dengan ukuran maxi, keluhan : pasien mengatakan sebelum atau
selama sakit tidak merasakan sakit atau dismenore, pasien hanya merasa mules
biasa. Riwayat perkawinan, pasien mengatakan menikah pada usia 14 tahun,
menikah satu kali dan tidak pernah berganti-ganti pasangan. Riwayat kehamilan :
G3P3Ao gravida
: 3 kali, partus : 3 kali, abortus : tidak pernah, pasien
mengatakan mempunyai anak 3, anak pertama : laki-laki, usia 30 tahun dengan
berat badan (BB) waktu lahir 3100 gram, kedua : perempuan, usia 15 tahun dengan
BB waktu lahir 3000 gram, ketiga : perempuan, usia 2 tahun dengan BB waktu
lahir 3200 gram. Komplikasi kehamilan : pasien mengatakan kehamilan pertama dan
kedua tidak ada gangguan, bayi lahir dengan spontan dan umur kehamilan cukup
bulan, pada kehamilan yang ketiga letak
bayi sungsang (presbo) presentasi kepala di atas, bayi lahir dengan operasi SC
(Sectio Caesarea). Riwayat KB
(kontrasepsi) : pasien mengatakan setelah mempunyai anak kedua lahir pasien
menggunakan KB (Keluarga Berencana) suntik, setelah itu pasien melahirkan anak yang ketiga kemudian
pasien mengatakan KB steril sejak 2 tahun yang lalu. Pola hubungan dan peran :
pasien mengatakan hubungan dengan anggota keluarga dan masyarakat sekitar
terjalin dengan baik tidak pernah rebut dengan keluarganya tidak ada masalah.
Pola managemen koping – stress : pasien mengatakan jika ada masalah atau sakit selalu dibicarakan dengan
keluarga, anggota keluarga selalu memberikan motivasi kepada klien sehingga
pasien merasa diperhatikan. Pola sistem nilai dan keyakinan : pasien mengatakan
dirinya beragama Islam dan rajin beribadah kepada Allah SWT, pasrah dengan
penyakit yang dideritanya dan selalu berdoa tentang kesembuhannya.
Dari
pemeriksaan fisik didapat data, keadaan umum : sedang, kesadaran : composmentis,
GCS (Glassglow Coma Scale) : E (Eye) : 4 spontan
membuka mata, M (Motorik) : 6 berorientasi pada tempat
dan waktu, V (verbal) : 5 menurut perintah, skor : 15. Vital sign, tekanan
darah : 120/90 mmHg, pernapasan (RR) :
20 x/menit, suhu (S) : 37 oC, nadi (N) : 80 x/menit, rambut : bentuk
ikal, hitam, panjang sebahu, kuantitas lebat, bersih dan tidak ada ketombe.
Mata : bentuk simetris kanan dan kiri, konjungtiva an anemis, sklera an ikterik,
tidak ada edema kelopak mata. Telinga : bentuk simetris kanan dan kiri, tidak
ada lesi dan tidak ada pembengkakan pada lubang telinga. Hidung : mukosa hidung
merah muda, tidak ada polip, penciuman masih berfungsi dengan baik. Mulut, gigi
: gigi bersih, terdapat karies gigi,
tidak memakai gigi palsu, lidah, : warna merah pucat, tidak ada luka atau lesi.
Leher : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. Dada,
paru-paru : inspeksi : irama
pernapasan teratur, palpasi : gerakan
dinding torak simetris kanan kiri saat bernapas, perkusi : sonor, auskultasi : suara napas vesikuler.
Jantung, inspeksi : tidak tampak ictus cordis, palpasi
: sedikit teraba denyutan jantung, perkusi :pekak, auskultasi : frekuensi 80 x/menit tidak terdengar mur-mur. Abdomen,
inspeksi : terlihat adanya bekas luka SC (Sectio
Caesarea) luka insisi 7 cm, auskultasi
: peristaltik usus 6 x/menit, perkusi
: tympani, palpasi : teraba ada massa dan nyeri tekan pada daerah perut bagian
kiri bawah. Ekstremitas, atas : dapat digerakkan, pada tangan kanan dapat
digerakkan dengan bebas, dan pada tangan kiri pergerkan terbatas karena terpasang infus Ringer Laktat
(RL) 20 Tpm, bawah : kedua kakinya dapat
digerakkan dengan bebas, tidak ada edema pada kaki. Kekuatan otot : ROM (Range
of Motion) penuh melawan grafitasi dengan tahanan normal. Genetalia : terpasang
DC, terdapat rembesan darah dari vagina dengan, jumlah : pasien mengatakan
ganti pembalut 1 kali sehari dengan ukuran pembalut 1, warna : merah kehitaman,
konsistensi : kental, bau : amis atau
anyir.
Dari
data fokus didapat data, data subyektif : pasien mengatakan nyeri pada daerah
perut bagian kiri bawah menjalar sampai ke pinggang (P (Provoking) : pada saat
aktivitas, Q (Quality) : seperti diiris-iris, R (Regio) : bagian perut kiri
bawah menjalar sampai ke pinggang, S (Skala) : 6, T (Time) : hilang timbul
kurang lebih 1 menit), pasien mengatakan rembesan darah dari vagina terus
menerus, badannya terasa gatal-gatal, sudah 7 bulan tidak menjalankan perannya
sebagai seorang istri kepada suaminya, pasien mengatakan takut dengan tindakan
yang akan dilakukan dan tidak mengerti
tentang penyakitnya. Data obyektif : pasien bedrest, pasien tampak meringis menahan sakit, nadi 80 kali per
menit, keluar darah pervagina, terpasang DC, leukosit 33,3 103/ul, terdapat bintik-bintik kemerahan
pada perut dan dada, keringat banyak, suhu 37 oC, berbau amis atau anyir, pasien tampak cemas dan gelisah.
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Hari
Kamis, 4 Maret 2010 dapat dirumuskan dan diprioritaskan masalah : gangguan rasa
nyaman nyeri berhubungan dengan invasi ke serabut syaraf, resiko terjadinya
infeksi berhubungan dengan peningkatan resiko masuknya organisme pathogen, radiasi dan penurunan imunologi, gangguan perubahan pola seksual berhubungan dengan bau
tidak enak pada vagina, ansietas berhubungan
dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan pengobatannya, kurang
pengetahuan tentang penyakit dan pengobatannya berhubungan dengan tidak
mengerti sumber informasi.
C.
INTERVENSI
Penulis
menyusun intervensi dari diagnosa di atas adalah sebagai berikut : untuk
diagnosa pertama tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam
rasa nyeri dapat berkurang dengan kriteria hasil : klien mampu melakukan teknik
atau cara mengatasi nyeri, intensitas nyeri berkurang, ekspresi wajah dan tubuh
rileks. Intervensi : kaji karakteristik nyeri – PQRST, ajarkan teknik distraksi relaksasi, libatkan keluarga
dalam melakukan intervensi, kolaborasi pemberian analgesik, kaji keefektifan
analgetik.
Diagnosa
kedua, tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
tidak terjadi infeksi dengan kriteria
hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vital dalam batas normal,
hasil laboratorium dalam batas normal (leukosit). Intervensi : tekankan klien
pada hygiene personal khususnya hygiene perianal dan oral, pantau tanda-tanda vital, gerakan
prinsip aseptik dalam pemberian perawatan, tempatkan klien pada lingkungan yang
terhindar dari infeksi, kolaborasi pemeriksaan kultur, kolaborasi pemberian
analgetik, kolaborsi pemeriksaan laboratorium (leukosit).
Diagnosa
ketiga, tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam klien tidak
mengalami kerusakan integritas kulit dengan
kriteria hasil : integritas kulit utuh, intervensi : kaji kulit dari
efek samping terapi kanker, gunakan sabun ringan dan air bsah dan keringkan,
anjurkan klien agar tidak menggaruk, ubah posisi alih baring sesering mungkin,
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat topical.
Diagnosa
keempat, tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam pola
seksual mengalami perubahan / gangguan dengan kriteria hasil : klien / pasangan
mengungkapkan penerimaan akan perubahan pola seksual. Intervensi : jelskan efek
penyakit kesehatan fungsi seksual, diskusikan perasaan klien terhadap fungsi
seksual, diskusikan masalah tersebut dengan pasangan, beri waktu sendiri untuk
klien membicarakan masalah pola seksual.
Diagnosa
kelima, tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam ansietas atau cemas berkurang dengan
kriteria hasil : ansietas berkurang,
klien mengutarakan cara untuk menurunkan berat badan. Intervensi : kaji tingkat
ansietas, berikan kesempatan klien
untuk mengungkapkan perasaannya, identifikasi support dalam keluarga, dorong
diskusi sistem dalam keluarga.
Diagnosa
keenam, tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam klien dan
keluarga tahu tentang penyakit dan pengobatannya dengan kriteria hasil : klien
mampu menyebutkan cara pengobatan penyakit,
klien mampu menyebutkan efek samping pengobatan. Intervensi : kaji
tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang Karsinoma Serviks dan
pengobatannya, berikan pendidikan kesehatan Karsinoma Serviks dan
pengobatannya.
D.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Berdasarkan
tujuan yang telah dirumuskan di atas maka telah dilaksanakan implementasi
selama 2 hari. Diagnosa keperawatan gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan
dengan invasi kanker ke serabut saraf
adalah mengobservasi keadaan umum pasien, kaji tingkat nyeri, mengajarkan
teknik distraksi relaksasi,
memberikan terapi dan melakukan diagnosa fisik abdomen.
Diagnosa
resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan peningkatan resiko masuknya organisme pathogen adalah mengukur
tanda-tanda vital, memberikan terapi
antibiotik, mengkaji tanda-tanda infeksi,
menganjurkan klien melakukan personal
hygiene secara rutin.
Diagnosa
resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan kemoterapi
radiasi dan penurunan imunologi
adalah mengukur tanda-tanda vital, mengkaji adanya gangguan integritas kulit
dan menganjurkan memakai sabun ringan dan air basah dan keringkan, mengajarkan
supaya tidak menggaruk pada kulit yang terasa gatal, memberikan terapi
antibiotik.
Diagnosa
perubahan pola seksual berhubungan dengan bau tidak enak pada vagina adalah
mendiskusikan perasaan klien terhadap
fungsi seksual, penyakit dan pengobatannya
adalah mengukur tanda-tanda vital, memberikan motivasi pada klien.
Diagnosa
kurang pengetahuan tentang penyakit dan pengobatannya berhubungan dengan tidak
mengerti sumber informasi adalah intervensi belum dilaksanakan.
E.
EVALUASI
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari didapatkan hasil evaluasi pada
hari Jumat 5 Maret 2010 adalah sebagai berikut :
Diagnosa
gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan
dengan invasi ke serabut saraf. Data subyektif : pasien mengatakan mampu
melaksanakan teknik relaksasi secara
mandiri, dan nyeri berkurang. Data obyektif : ekspresi wajah tampak
rileks, pasien mampu menunjuk skala
nyeri 4. Analisa data : masalah teratasi sebagian, intervensi dilanjutkan ;
observasi tanda-tanda vital, libatkan keluarga dalam melakukan intervensi,
kolaborasi dalam pemberian analgetik (ketorolac 30 mg/8 jam, asam
mefenamat 3 x 500 mg).
Diagnosa
resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan peningkatan resiko masuknya organisme pathogen. Data subyektif :
pasien mengatakan sudah melakukan personal
hygiene dengan tertib. Data obyektif : pasien tampak bersih, tidak berbau
amis atau anyir, leukosit 16,8 103/ul.. Analisa data : masalah
teratasi sebagian, intervensi dilanjutkan : tempatkan pada lingkungan yang
terhindar dari infeksi, kolaborasi pemeriksaan kultur dan laboratorium.
Diagnosa
resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan kemoterapi, radiasi dan penurunan imunologi. Data subyektif : pasien mengatakan badannya masih terasa
gatal-gatal. Data obyektif : terdapat bintik-bintik merah pada perut dan dada.
Analisa data : masalah teratasi sebagian, intervensi dilanjutkan : Kaji kulit
dari efek samping terapi kanker,kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat topical
Diagnosa
perubahan pola seksual berhubungan dengan bau tidak enak pada vagina. Data ubyektif : pasien mengatakan pasangannya
mau mengerti dan menerima keadaannya sekarang. Data obyektif : keluar darah
pervagina, berbau amis atau anyir. Analisa data : masalah teratasi
sebagian, intervensi dilanjutkan :
jelaskan efek penyakit kesehatan fungsi
seksual, beri waktu sendiri untuk membicarakan masalahnya.
Diagnosa
ansietas berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang penyakit dan pengobatannya. Data subyektif : pasien
mengatakan cems berkurang. Data obyektif : pasien tampak sedikit tenang dan
tidak gelisah. Analisa data ; masalah teratasi sebagian, intervensi dilanjutkan
: kaji tingkat ansietas, identifikasi
support dalam keluarga, dorong diskusi
sistem dalam keluarga.
Diagnosa
kurang pengetahuan tentang penyakit dan pengobatannya berhubungan dengan tidak mengerti
sumber informasi. Data subyektif : pasien mengatakan tidak mengerti tentang penyakitnya. Data obyektif : pasien
tampak cemas dan gelisah. Analisa data : masalah belum teratasi, intervensi
dilanjutkan : berikan pendidikan kesehatan tentang Karsinoma Serviks dan
pengobatannya.
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis mencoba membahas, membandingkan dan
menjelaskan kesenjangan antara teori dan kasus nyata yang terjadi pada Ny. P
dengan menjawab apa, bagaimana kekuatan dan kelemahan, serta bagaimana evaluasi
yang terjadi dari tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
penatalaksanaan dan evaluasi keperawatan. Penulis telah melakukan asuhan
keperawatan pada Ny. P dengan karsinoma serviks di bangsal Mawar III RSUD Dr.
Moewardi Surakarta pada tanggal 04 Maret 2010.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap pertama dari asuhan keperawatan
pada pasien untuk mengumpulkan data baik subyektif maupun obyektif yang
diperoleh melalui wawancara, pemeriksaan fisik dan observasi studi kasus
(Carpenito, 2000)
Pada tahap ini penulis mengumpulkan data atau informasi
dari wawancara dengan pasien dan keluarga, observasi langsung, studi
dokumentasi, serta membaca laporan status pasien. Dalam pengkajian penulis
menggunakan II pola fungsional Gordon karena pola ini telah mengembangkan
pengkajian keperawatan berdasarkan fungsi diantaranya mencakup kebutuhan
biologi, psikologi, sosial, spiritual, sehingga pengkajian lebih spesifik pada
pasien kasinoma serviks.
Menurut Brunner and suddarth (2000 : 1559) Kanker
Serviks sudah kurang umum dari masa sebelumnya karena deteksi dini dengan Test pap, kanker ini masih merupakan
kanker Reproduksi ke tiga yang umum pada wanita, diluar kanker payudara.
Pada kasus Ny. P yang terjadi adalah karsinoma serviks
stadium IIB. menurut Prof. dr. Hanifa W,SpOG (2008 : 384), karsinoma serviks
stadium IIB sudah mulai penyebaran ke
parametrium, uni/bilateral tetapi
belum sampai ke dinding panggul. Tanda dan gejalanya adalah : menurut Arif
Mansjoer dkk (2001 : 379) dari anamnesis di
dapat keluhan metroragi, keputihan
warna putih atau perulen yang berbau dan
tidak gatal, perdarahan pascakoitus,
pendarahan spontan, dan bau busuk yang khas. Dapat juga ditemukan gejala karena
metastasis seperti obstruksi total
vesika urinaria. Pada yang lanjut ditemukan keluhan cepat lelah, kehilangan
berat badan, dan anemia. Pada
pemeriksaan fisik serviks dapat teraba membesar, irregular, teraba lunak. Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi
pada porsio atau sudah sampai vagina. Diagnosis harus dipastikan dengan
pemeriksaan histologik dan jaringan
yang diperoleh dari biopsi. Adapun
tanda dan gejala yang muncul dalam kasus Ny. P adalah keputihan, keluar lendir
bercampur darah, bau amis/anyir.
Pada pengkajian secara teori berdasarkan http://hidayat2
.Wordpress.com/2009/04/08/askep-ca-Cerviks/diunduh pada tanggal 27 April 2010,
pengkajian fisik pada kasus korsinoma serviks mencakup pemeriksaan : (1)
inspeksi : pendarahan, keputihan; (2) palpasi, nyeri abdomen, nyeri punggung
bawah. Pola pengkajian yang penulis gunakan adalah pola pengkajian menurut
Gordon. Pada pengkajian ini penulis tidak mendapatkan kekurangan karena
pengkajian kasus sudah mencakup semua pengkajian yang ada di teori, kelebihan
dari pengkajian ini yaitu pasien kooperatif serta sarana dan prasarana mendukung.
Pada kasus Ny. P yang terjadi yaitu karsinoma serviks
stadium IIB. Saat pengkajian didapat data : pasien menyatakan nyeri pada daerah
perut bagian kiri bawah, menjalar sampai ke pinggang, skala nyeri 6, tekanan
darah 120/90 mmHg, nadi 80 kali/menit, pernafasan 20 kali/menit, suhu 37,1 ºC, palpasi teraba ada massa dan terdapat nyeri tekan.
B. Diagnosa Keperawatan,
Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi.
Diagnosa keperawatan merupakan langkah selanjutnya
setelah pengkajian yang telah penulis lakukan setelah memperoleh data-data yang
ada pada pasien. Maka dirumuskan menjadi diagnosa keperawatan disertai
perencanaan, kemudian pelaksanaan dari intervensi yang telah direncanakan
(implementasi dan evaluasi).
Menurut Nanda (2005 : 256). Diagnosa keperawatan adalah
keputusan klinis terhadap individu,
keluarga atau komunitas yang merupakan respon terhadap masalah kesehatan atau
proses kehidupan baik aktual maupun potensial dan memberikan dasar terapi
dalam pencapaian tujuan dan dapat dipertanggung jawabkan.
Diagnosa yang muncul pada kasus ini dan ada pada teori
adalah :
- Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan invasi kanker ke serabut saraf.
Penulis merevisi seharusnya menjadi nyeri kronik
berhubungan dengan invasi kanker ke serabut saraf (Carpenito, 2001 : 51). Nyeri
kronik adalah keadaan dimana seorang individu mengalami nyeri yang menetap atau
intermitten dan berlangsung lebih dari enam bulan.
Batasan karakteristik menurut Carpenito (2001 : 51)
adalah : Mayor : individu melaporkan bahwa nyeri telah ada lebih dari 6 bulan;
Minor (Simon, Nolan dan Baumann, 1995) : Gangguan hubungan sosial dan keluarga,
peka rangsang, ketidakefektifan fisik atau imobilitas, depresi, menggosok
bagian yang nyeri, ansietas, tampilan
meringis, keletihan. Diagnosa ini penulis tegakkan karena pada kasus Ny. P di
dapatkan data subyektif sebagai berikut : pasien mengatakan nyeri pada daerah
perut bagian kiri bawah menjalar sampai ke pinggang ( P: pada saat aktifitas;
Q: seperti diiris-iris; R: bagian perut kiri bawah menjalar sampai pinggang; S:
sedang (6); T: hilang timbul ± 1 menit. Di dukung dengan data obyektif : pasien
bedrest, pasien tampak meringis
menahan sakit, nadi 80 kali/menit.
Diagnosa ini penulis tegakkan sebagai prioritas masalah
utama karena menurut Maslow rasa nyaman nyeri merupakan urutan kebutuhan dasar
manusia yang ke dua setelah kebutuhan fisiologi dan nyeri pada Ny. P termasuk
nyeri sedang, karena saat pengkajian pasien merasakan nyeri seperti
diiris-iris.
Penulis mencantumkan tujuan nyeri berkurang sampai hilang
setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam karena diharapkan dengan
tindakan selama 3 hari nyeri berkurang, ekspresi wajah rileks. Untuk mengetahui masalah ini penulis menerapkan intervensi
antara lain : (a) kaji karakteristik nyeri PQRST, rasionalnya perubahan tingkat
nyeri; (b) ajarkan teknik distraksi
dan relaksasi, rasionalnya mengurangi
tegangan otot; (c) libatkan keluarga dalam melakukan intervensi, rasionalnya
memudahkan dalam perawatan dan kemandirian pasien; (d) kolaborasi pemberian
analgetik, rasionalnya mengurangi rasa nyeri; (e) kaji efektifitas analgetik,
rasionalnya menentukan pengobatan selanjutnya.
Evaluasi tindakan dilakukan pada hari Jum’at, 05 Maret
2010 diperoleh data subyektif : pasien mengatakan mampu melaksanakan tehnik Relaksasi secara mandiri dan nyeri
berkurang, data obyektif : ekspresi wajah tampak rileks, skala nyeri 4. analisa data : masalah teratasi sebagian,
intervensi dilanjutkan : observasi tanda-tanda vital, libatkan keluarga dalam
melakukan intervensi, kolaborasi dengan pemberian analgetik (ketorolac 30 mg /
8 jam, asamefenamat 3 x 500 mg).
Kekuatan dari pengelolaan ini adalah penulis dapat
melaksanakan sebagian dari intervensi sesuai dengan rencana keperawatan
sebelumnya dan pasien sangat kooperatif. Sedangkan kelemahannya masih ada
beberapa intervensi yang belum dilaksanakan yaitu melibatkan keluarga dalam
melakukan intervensi, karena keluarga belum memahami tentang penyakit pasien.
Sedangkan intervensi yang Observasi tanda-tanda vital dan kolaborasi dalam
pemberian analgetik (ketarolac 30 mg / 8 jam, asammefenamat 3x500 mg) melanjutkan intervensi yang sudah
dilaksanakan pada hari sebelumnya.
- Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan peningkatan resiko masuknya Organisme Patogen.
Menurut NIC-NOC (341) resiko infeksi adalah keadaan
dimana terdapat tanda-tanda peningkatan resiko masuknya organisme pathogen. Faktor resiko dari diagnosa tersebut adalah
prosedur infasif, ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari paparan pathogen. Data yang muncul pada Ny. P
yaitu data subyektif : pasien mengatakan rembesan darah dari vagina
terus-menerus, data obyektif : keluar darah per vagina, terpasang DC, leukosit 33,3 10³/ul.
Diagnosa ini penulis tegakkan menjadi prioritas kedua,
karena memerlukan asuhan keperawatan segera yang dapat mengurangi terjadinya
infeksi.
Penulis mencantumkan tujuan setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil
tanda-tanda vital dalam batas normal, hasil laboratorium (leukosit) dalam batas normal yaitu 4,5 – 11,0 10³/ul.
Untuk mengatasi masalah ini penulis menerapkan
intervensi antara lain : a) Tekankan klien pada hyegiene personal khususnya hygiene
perianal dan oral, rasionalnya
mencegah masuknya organisme penyebab infeksi atau membatasi adanya kontaminasi;
b) pantau tanda-tanda vital, rasionalnya mengetahui tanda-tanda infeksi yaitu
degan adanya peningkatan suhu tubuh; c) Gerakan prinsip aseptik dalam
memberikan perawatan, rasionalnya mencegah masuknya organisme penyebab infeksi;
d) Tempatkan klien pada lingkungan yang terhindar dari infeksi, rasionalnya
mencegah adanya penularan infeksi; e) Kolaborasi pemeriksaan-pemeriksaan
laboratorium (leukosit), rasionalnya
untuk mengetahui pertahanan tubuh
terhadap bakteri dan penyakit.
Evaluasi tindakan dilakukan pada hari Jum’at, 05 Maret
2010 diperoleh data subyektif : pasien mengatakan sudah melakukan personal hygiene dengan tertip, data
obyektif : pasien tampak bersih, tidak bau amis
/ anyir, leukosit 16,8 10³/ul.
Analis data : masalah teratasi sebagian, intervensi dilanjutkan, tempatkan pada
lingkungan yang terhindar dari infeksi, kolaborasi pemeriksaan laboatorium.
Kekuatan dari pengelolaan ini adalah penulis dapat
melaksanakan sebagian intervensi sesuai dengan rencana keperawatan dan pasien
kooperatif. Sedangkan kelemahannya masih ada beberapa intervensi yang belum
dilaksanakan yaitu menempatkan pasien pada lingkungan yang terhindar dari
infeksi dan kolaborasi pemeriksaan laboratorium karena keterbatasan tempat /
ruangan dan jumlah leukosit belum
pada batas normal.
- Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan kemoterapi, radiasi dan penurunan imunologi.
Penulis merevisi menjadi kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan penurunan imunologi. Menurut Carpenito (2001 : 304)
kerusakan integritas kulit yaitu keadaan dimana seorang individu mengalami atau
beresiko terhadap kerusakan jaringan epidermis dan dermis. Etiologi dari
diagnosa ini adalah penurunan imunologi (Carpenito, 2001 : 304).
Batasan karakteristik menurut Carpenito (2001 : 302)
adalah : a) Mayor : gangguan jaringan epidermis dan dermis; b) Minor :
pencukuran kulit, erituna, lesi, pruritus.
Diagnosa ini penulis letakkan karena pada kasus Ny. P di dapatkan data
subyektif : pasien mengatakan badannya terasa gatal-gatal; data obyektif : terdapat
bintik-bintik kemerahan pada perut dan dada, keringat banyak, suhu 37,1 ºC.
Diagnosa ini penulis tegakkan menjadi prioritas ke tiga,
karena dapat terjadi kerusakan integritas kulit karena pada saat pengkajian
pasien merasakan gatal-gatal dan terdapat bintik-bintik merah pada perut dan
dada.
Penulis mencantumkan tujuan setelah dilakukan tindakan
keperawatan 2 x 24 jam pasien tidak mengalami kerusakan integritas kulit dengan
kriteria hasil : integritas kulit utuh.
Untuk mengatasi masalah ini penulis menerapkan
intervensi antara lain : a) kaji kulit dari efek samping terapi kanker,
rasionalnya untuk mengetahui tingkatan kerusakan kulit yang terjadi; b) Gunakan
sabun ringan dan air basahi dan keringkan, rasionalnya untuk menghindari
gesekan lebih keras; c) Anjurkan pasien agar takut menggaruk, rasionalnya agar
tidak terjadi lecet-lecet dan integritas kulit semakin parah; d) Ubah posisi
alih baring sesering mungkin, rasionalnya untuk menghindari adanya infeksi; e)
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat topical, rasionalnya untuk menentukan pengobatan serta tingkat
keparahan.
Evaluasi tindakan dilakukan pada hari Jum’at, 05 Maret
2010 diperoleh data subyektif : pasien mengatakan badannya terasa gatal-gatal,
data obyektif : terdapat bintik-bintik kemerahan pada perut dan dada, keringat
banyak, suhu 37,1 ºC; Analisa data : masalah teratasi sebagian : intervensi
dilanjutkan : kaji kulit dari efek samping terapi kanker dan kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian obat topical.
Kekuatan dari pengelolaan ini adalah penulis dapat
melaksanakan sebagian intervensi sesuai dengan rencana keperawatan dan pasien
kooperatif, sedangkan kelemahannya masih ada beberapa intervensi yang belum
dilaksanakan yaitu mengkaji kulit dari efek samping terapi kanker dan
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat topical, karena dalam pemberian obat-obatan perlu kolaborasi dengan
tim dokter.
- Perubahan pada seksual berhubungan dengan bau tidak enak pada vagina
Menurut Corpanito (2001 : 375) perubahan pola seksual
adalah keadaan dimana individu mengalami atau beresiko mengalami suatu
perubahan dalam kesehatan seksual. Kesehatan seksual merupakan integrasi aspek romantis, intelektual
dan sosial dari seksualitas dalam cara mencapai dan meningkatkan kepribadian,
komunikasi dan cinta.
Menurut Carpenito (2001 : 374-375) faktor yang
berhubungan dengan diagnosa tersebut adalah bau tidak enak pada vagina. Batasan
karakteristik : Mayor : perubahan aktual atau yang antisipasi dalam fungsi
seksual atau identitas seksual. Minor : ekspresi perhatian mengenai fungsi
seksual atau identitas seksual tidak sesuainya perilaku seksual verbal atau
nonverbal perubahan dalam karakteristik seksual primer dan / atau sekunder.
Dari kasus Ny. P data yang muncul tentu data subyektif : pasien mengatakan
sudah 7 bulan tidak menjalankan perannya seorang istri terhadap suaminya; data
objektif : keluar darah pervagina, berbau amis / anyir.
Diagnosa ini penulis tegakkan menjadi prioritas ke empat
karena menurut Abraham Moslow kebutuhan seksualitas merupakan kebutuhan dasar
yang pertama yaitu kebutuhan fisiologi namun tidak mengancam jiwa.
Penulis mencantumkan tujuan setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3 x 24 jam, pola seksual mengalami perubahan dengan kriteria hasil
: pasien / pasangan mengungkapkan penerimaan akan perubahan pola seksual.
Untuk mengatasi masalah ini penulis menerapkan
intervensi antara lain : a) jelaskan efek penyakit kesehatan fungsi seksual,
rasionalnya : mengetahui tanda dan gejala, faktor resiko, efek penyakit; b)
diskusikan perasaan klien terhadap fungsi seksual, rasionalnya : pendapat dan
pengertian menurut pasien dan pasangan; c) diskusikan masalah tersebut dengan
pasangan, rasionalnya : agar saling mengerti dan memahami kondisi-kondisi yang
ada; d) beri waktu sendiri untuk klien membicarakan masalah pola seksual,
rasionalnya : menggali masalah-masalah yang timbul pada fungsi seksual pasien.
Evaluasi tindakan dilakukan pada hari Jum’at, 05 Maret
2010 diperoleh data subyektif : pasien mengatakan pasangannya mau mengerti dan
menerima keadaan sekarang, data obyektif : keluar darah pervagina berbau amis atau anyir. Analisa data : masalah teratasi sebagian; intervensi
dilanjutkan : Jelaskan efek penyakit kesehatan fungsi seksual dan beri waktu
sendiri untuk pasien membicarakan masalahnya.
Kekuatan dari pengelolaan ini adalah penulis dapat
melaksanakan sebagian intervensi sesuai dengan rencana keperawatan yaitu
mendiskusikan perasaan pasien terhadap fungsi seksual dan pasien kooperatif,
mau mengungkapkan perasaannya. Sedangkan kelemahannya masih ada beberapa
intervensi yang belum dilaksanakan yaitu menjelaskan efek penyakit kesehatan
fungsi seksual, beri waktu sendiri untuk pasien membicarakan masalahnya karena
keterbatasan waktu penulis dalam melaksanakan rencana keperawatan.
- Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan pengobatannya.
Menurut Carpenito (2001 : 9-11) Ansietas adalah keadaan
dimana individu / kelompok mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini)
dan aktivitas sistem saraf otonom dalam berespon terhadap ancaman yang tidak
jelas, non spesifik. Diagnosa
tersebut ditandai dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan pengobatannya.
Batasan karateristik : dimanifestasikan oleh gejala-gejala dari tiga kategori :
fisiologi, emosional, dan kognitif. Gejala-gejala berfariasi sesuai dengan
tingkat ansietas. Data yang muncul
pada Ny. P yaitu data subyektif : pasien mengatakan takut dengan tindakan yang
akan dilakukan, data obyektif : pasien tampak cemas dan gelisah.
Diagnosa ini penulis tegakkan menjadi prioritas ke lima karena meskipun dapat
mengganggu psikis tapi tidak mengancam jiwa.
Penulis mencantumkan tujuan setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 x 24 jam Ansietas
/ cemas berkurang.
Untuk mengatasi masalah ini penulis menerapkan
intervensi : a) kaji tingkat ansietas
klien, rasionalnya : untuk mengetahui tingkat kecemasan klien; b) berikan
kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya, rasionalnya : mengurangi
kecemasan klien; c) identifikasi support sistem dalam keluarga, rasionalnya :
untuk mengetahui faktor-faktor positif dari dukungan keluarga yang bisa
meningkatkan kesembuhan klien; d) dorong diskusi sistem dalam keluarga,
rasionalnya menambah kepercayaan klien dalam pengobatan dan kesembuhan.
Evaluasi tindakan dilakukan pada hari, Jum’at, 05 Maret
2010 diperoleh data subyektif : pasien mengatakan cemas sedikit berkurang, data
obyektif : pasien tampak sedikit tenang dan tidak gelisah. Analisa data :
Masalah teratasi sebagian, intervensi dilanjutkan : kaji tingkat ansietas, identifikasi support dalam
keluarga, dorong diskusi sistem dalam keluarga.
Kekuatan dari pengelolaan ini penulis dapat melakukan
intervensi tersebut diatas dan masalah pasien teratasi sebagian, kelemahan
penulis tidak dapat menjelaskan secara detail tentang penyakit.
- Kurang pengetahuan tentang penyakit dan pengobatan berhubungan dengan tidak mengerti mengenai sumber informasi.
Menurut Carpenito (2001 : 2) Kurang pengetahuan adalah
suatu keadaan dimana seorang individu atau kelompok mengalami defisiensi pengetahuan kognitif atau keterampilan-keterampilan
psikomotor berkenaan dengan kondisi atau rencana pengobatan. Etiologi dari
diagnosa tersebut adalah tidak mengerti mengenai sumber informasi. Batasan
karakteristik : a) Mayor : mengungkapkan
kurang pengetahuan atau keterampilan-keterampilan / permintaan informasi,
mengekspresikan suatu ketidak akuratan persepsi status kesehatan, melakukan
dengan tidak tepat perilaku kesehatan yang dianjurkan atau yang diinginkan; b)
Minor : kurang integrasi tentang rencana pengobatan ke dalam aktivitas
sehari-hari, memperlihatkan atau mengekspresikan perubahan psikologis
(ansietas,depresi) mengakibatkan kesalahan informasi atau kurang informasi.
Data yang muncul pada Ny. P yaitu data subyektif :
pasien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakitnya, data obyektif : pasien
tampak cemas dan gelisah.
Diagnosa ini penulis prioritaskan menjadi diagnosa ke
enam karena masalah ini tidak mengakibatkan tanda-tanda mengancam jiwa sehingga
penulis menempatkan pada diagnosa ke enam.
Untuk mengatasi masalah ini penulis menerapkan
intervensi : a) kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang karsinoma
serviks dan pengobatannya, rasionalnya : untuk mengetahui tingkat pengetahuan
klien dan keluarga; b) berikan pendidikan kesehatan tentang Karsinoma serviks dan
pengobatannya, rasionalnya untuk menentukan pengobatan selanjutnya.
Evaluasi keperawatan dilakukan pada hari Jum’at, 05
Maret 2010 dalam evaluasi ditemukan data subyektif : pasien mengatakan masih
belum tahu dan belum mengerti tentang penyakitnya, data obyektif : pasien
tempat cemas dan gelisah. Analisa data : Masalah belum teratasi, intervensi
dilanjutkan : berikan pendidikan kesehatan tentang karsinoma serviks dan cara
pengobatannya.
Intervensi belum dapat dilaksanakan hanya memberikan
penjelasan secara singkat, dikarenakan keterbatasan waktu penulis dalam
melaksanakan rencana keperawatan, yaitu dengan memberikan pendidikan kesehatan
bagi pasien.
Adapun intervensi antara kasus dan teori yang telah
dilakukan sebagian tindakan keperawatan dibantu oleh perawat dan tenaga medis
lainnya.
Diagnosa keperawatan yang ada dalam teori tetapi tidak
muncul dalam kasus :
- Gangguan perfusi jaringan (Anemia) berhubungan dengan pendarahan intraservikal.
Menurut Carpenito (2000 : 407) Gangguan perfusi jaringan
adalah keadaan dimana individu mengalami atau beresiko mengalami suatu
penurunan dalam nutrisi dan pernafasan pada tingkat seluler disebabkan suatu penurunan dalam suplai darah kapiler. Pada kasus Ny. P tidak ditemukan tanda-tanda
yang mengarah ke gangguan perfusi jaringan (anemia) konjungtiva merah muda
tidak anemis, keadaan umum normal, mukosa bibir lembab dan kemerahan,
eketremitas hangat, Hb (hemoglobin) dalam batas normal 11,0 g/dl.
- Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan melalui rute normal, abnormal, mual – muntah, pendarahan.
Menurut Nanda (2005 : 2006 : 91), Resiko kekurangan
volume cairan adalah resiko untuk mengalami dehidrasi
intra seluler dan vaskuler. Pada
kasus Ny. P tidak ditemukan defisit volume cairan karena dalam pengkajian
pasien kurang lebih minum 7 – 8 gelas perhari, dibantu dengan cairan infuse Rl
20 tetes permenit, pasien tidak muntah, membran mukosa lembab, turgor kulit
baik, oleh karena itu penulis tidak menegakkan diagnosa terebut.
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual – muntah.
Menurut Carpenito (2001 : 259) perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh adalah suatu keadaan dimana individu yang tidak puas
mengalami atau yang beresiko mengalami penurunan berat badan yang berhubungan
dengan masukan yang tak ada buat atau metabolisme
nutrient yang tidak ada untuk kebutuhan metabolik.
Pada kasus Ny. P tidak ditemukan perubahan nutrisi karena dalam pengkajian
meskipun pasien makan habis ½ porsi namun selalu di tunjang dengan makanan ringan,tidak
ada penurunan berat badan, pasien tidak muntah.
- Gangguan bodi image berhubungan dengan bau tidak enak pada vagina, akibat efek penngobatan.
Menurut Carpenito (2001 : 348) Gangguan bodi image
adalah suatu keadaan dimana individu mengalami beresiko untuk mengalami
gangguan dalam penerapan bodi image. Pada kasus Ny. P penulis tidak menemukan
gangguan bodi image, pasien mampu menerima perubahan pada dirinya oleh karena
itu penulis tidak menegakkan diagnosa tersebut.
BAB IV
IMPLIKASI KEPERAWATAN
Pada
bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dan saran yang diharapkan dapat
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
A.
Kesimpulan
Pengkajian pada pasien karsinoma Serviks Stadium II B
meliputi seksualitas, obstetri, nyeri / ketidaknyamanan, keamanan, persepsi dan
konsep diri, pemeriksaan fisik, penyuluhan atau pelajaran.
Pada pengkajian Ny. P diperoleh data : keluar darah
pervagina, berbau amis / anyir, terdapat bintik-bintik kemerahan pada
perut dan dada, nyeri, cemas dan gelisah.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien
karsinoma serviks stadium II B adalah : a) Nyeri kronik berhubungan dengan
invasi kanker ke serabut saraf ; b) Resiko terjadinya infeksi berhubungan
dengan peningkatan resiko masuknya Organisme Pathogen; c) Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologi; d) Perubahan pola
seksual berhubungan dengan bau tidak enak pada vagina; e) Ansietas berhubungan
dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan pengobatannya; f) Kurang
pengetahuan tentang penyakit dan pengobatan berhubungan dengan tidak mengerti
mengenai sumber ionformasi ; g) Gangguan Perfusi Jaringan ( Anemia )
berhubungan dengan pendarahan intraservikal ; h) Resiko defisit volume
cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan melalui rute normal, abnormal,
mual muntah, perdarahan ; i) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan mual – muntah; j) Gangguan bodi image berhubungan dengan bau tidak
enak pada vagina akibat efek pengobatan.
Intervensi untuk diagnosa keperawatan diatas antara lain
meliputi : kaji karakteristik nyeri (P,Q,R,S,T), ajarkan tehnik distriksi
relaksasi, kolaborasi pemberian oralgetik dan obat topical, pantau
tanda-tanda vital, tekankan pada klien tentang hyegiene personal,
kolaborasi pemeriksaan laboratorium, kaji tingkat ansietas, kaji tingkat
pengetahuan klien dan keluarga tentang karsinoma serviks dan pengobatannya,
observasi perdarahan, pantau masukan dan keluaran urine, berikan
dorongan pada klien untuk mengekspresikan perasaannya.
Sedangkan untuk implementasinya meliputi : Mengkaji
karakteristik nyeri (PQRST), Mengajarkan teknik distraksi relaksasi,
Mengkolaborasi pemberian analgetik dan obat topical, Memantau
tanda-tanda vital, Menekankan pada klien tentang hygiene personal,
Mengkolaborasi pemeriksaan laboratorium, Mengkaji tingkat ansietas,
Mengkaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang karsinoma serviks dan
pengobatannya, Mengobservasi pendarahan, Memantau masukan dan keluaran urine,
Memberikan dorongan pada klien untuk mengekspresikan perasaannya.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, evaluasi akhir
yang diharapkan adalah : Klien mampu melakukan cara untuk mengurangi nyeri,
Intensitas nyeri berkurang sampai hilang, Tanda-tanda vital dalam batas normal,
Tidak ada tanda-tanda infeksi, Hasil laboratorium dalam batas normal, Ansietas
berkurang, Klien dan keluarga mengetahui tentang penyakit karsinoma serviks dan
pengobatannya.
B.
Saran
Berhubungan dengan kasus diatas penulis akan memberikan
saran yang mungkin dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu pelayanan perawatan
profesional dan keefektifan perawat di rumah sakit adalah sebagai berikut :
1.
Bagi Pasien
a.
Selalu menjaga personal hygiene
b.
Periksa kedokter saat mengetahui tanda-tanda adanya karsinoma
serviks seperti keputihan yang berbau dan terjadi pendarahan
c.
Menghindari faktor-faktor penyebab karsinoma serviks seperti
berhubungan suami istri ( coitus) di usia muda , merokok, berganti-ganti
pasangan, dll
d.
Menghindari jarak kelahiran dan kehamilan yang terlalu dekat
2.
Bagi Perawat dan Tim Kesehatan
a.
Memperhatikan tingkat pengetahuan klien terutama pada pasien
dengan karsinoma serviks dan memberikan pendidikan kesehatan
b.
Hendaknya perawat selalu memantau perkembangan kesehatan
pasiennya terutama pada kasus karsinoma serviks
c.
Hendaknya perawat memberikan sumber informasi yang jelas
seperti memberikan penyuluhan kesehatan tentang karsinoma serviks, cara
pencegahan dan pengobatannya.
3.
Bagi Rumah Sakit
a.
Hendaknya rumah sakit dapat memberikan pelayanan yang dapat
memuaskan bagi pasiennya
b.
Rumah sakit diharapkan meningkatkan sarana dan prasarana
seperti halnya kelengkapan peralatan medis untuk segala operasional
c.
Hendaknya meningkatkan kualitas dan kuantitas rumah sakit
seperti halnya keramah tamahan pegawai dan karyawan untuk bisa diutamakan
karena sebagai tolok ukur rumah sakit itu sendiri
d.
Hendaknya rumah sakit bisa menyediakan ruangan sendiri khusus
bagi penderita karsinoma serviks serta peralatan-peralatan mulai dari
pemeriksaan sampai dengan penanganan kasus karsinoma serviks
4.
Bagi Institusi Pendidikan
a.
Hendaknya selalu memberikan pendidikan yang lebih baik lagi
sehingga dapat tercipta alumnus-alumnus yang pandai demi masa depan yang lebih
baik
b.
Suatu keberhasilan pada mahasiswa merupakan berkat bimbingan
yang baik dari institusi pendidikan .
DAFTAR PUSTAKA
Bruner, and. Suddarth. 2000. Buku Saku Keperawatan Medikal
Bedah. EGC. Jakarta.
Carpenito, Lynda Jual. 2000. Buku Saku Keperawatan. EGC. Jakarta.
Liewellyn, Derek- Jones. 2002. Dasar- dasar Obstetri dan Ginekologi. Edisi 6. Hipokratos. Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. FKUI. Jakarta.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berenkankerna Untuk
Pendidikan Bidan. EGC. Jakarta.
Nanda. 2005-2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006. Prima Medika.
NIC - NOC. Diagnosa
Keperawatan Nanda.
Tucker, Susan Martin, dkk. 1999. Standart Perawatan Pasien. Edisi V
Volume Empat. EGC. Jakarta.
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua Cetakan Kelima. Yayasan Bina Pustaka
Sarwo Prawirohardjo. Jakarta.
…………… 2001. Diklat
Kuliah Ilmu Keperawatan Maternitas. TA : 2000/
2001. FKUI. Jakarta.
Hidayat. 2009. Askep Kanker Serviks. Dikutip dari http://hidayat2.wordpress.com/2009/04/08/askep-kanker-serviks/ Hari Selasa, 2 April 2010 jam 14.00
WIB.