LAPORAN PENDAHULUAN
DEPRESI
I. MASALAH UTAMA
Gangguan alam perasaan: depresi.
II. PROSES TERJADINYA
MASALAH
Depresi adalah suatu jenis alam perasaan atau
emosi yang disertai komponen psikologik : rasa susah, murung, sedih, putus asa
dan tidak bahagia, serta komponen somatik: anoreksia, konstipasi, kulit lembab
(rasa dingin), tekanan darah dan denyut nadi sedikit menurun.
Depresi disebabkan oleh banyak faktor antara
lain : faktor heriditer dan genetik, faktor konstitusi, faktor kepribadian
pramorbid, faktor fisik, faktor psikobiologi, faktor neurologik, faktor
biokimia dalam tubuh, faktor keseimbangan elektrolit dan sebagainya.
Depresi biasanya dicetuskan oleh trauma fisik
seperti penyakit infeksi, pembedahan, kecelakaan, persalinan dan sebagainya,
serta faktor psikik seperti kehilangan kasih sayang atau harga diri dan akibat
kerja keras.
Depresi merupakan reaksi yang normal bila
berlangsung dalam waktu yang pendek dengan adanya faktor pencetus yang jelas,
lama dan dalamnya depresi sesuai dengan faktor pencetusnya. Depresi merupakan
gejala psikotik bila keluhan yang bersangkutan tidak sesuai lagi dengan
realitas, tidak dapat menilai realitas dan tidak dapat dimengerti oleh orang
lain.
III. A. POHON MASALAH
B. MASALAH KEPERAWATAN
DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
1. Gangguan alam
perasaan: depresi
a. Data subyektif:
Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.Sering
mengemukakan keluhan somatik. Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak
berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh diri.
b. Data obyektif:
Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila duduk
dengan sikap yang merosot, ekspresi wajah murung, gaya jalan yang lambat dengan
langkah yang diseret.Kadang‑kadang dapat terjadi stupor. Pasien tampak malas,
lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan sering menangis.Proses berpikir
terlambat, seolah‑olah pikirannya kosong, konsentrasi terganggu, tidak
mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak mempunyai daya khayal Pada pasien
psikosa depresif terdapat perasaan bersalah yang mendalam, tidak masuk akal
(irasional), waham dosa, depersonalisasi dan halusinasi.Kadang‑kadang pasien
suka menunjukkan sikap bermusuhan (hostility), mudah tersinggung (irritable)
dan tidak suka diganggu.
2.
Koping maladaptif
a. DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya,
tidak bahagia, tak ada harapan.
b. DO : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak
dapat mengontrol impuls.
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko mencederai
diri berhubungan dengan depresi.
2. Gangguan alam
perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif.
V. RENCANA TINDAKAN
KEPERAWATAN
a. Tujuan umum: Klien
tidak mencederai diri.
b.
Tujuan khusus
1. Klien dapat membina
hubungan saling percaya
Tindakan:
1.1. Perkenalkan diri dengan
klien
1.2. Lakukan
interaksi dengan pasien sesering mungkin dengan sikap empati
1.3. Dengarkan
pemyataan pasien dengan sikap sabar empati dan lebih banyak memakai bahasa non
verbal. Misalnya: memberikan sentuhan, anggukan.
1.4. Perhatikan
pembicaraan pasien serta beri respons sesuai dengan keinginannya
1.5. Bicara
dengan nada suara yang rendah, jelas, singkat, sederhana dan mudah dimengerti
1.6. Terima
pasien apa adanya tanpa membandingkan dengan orang lain.
2. Klien dapat
menggunakan koping adaptif
2.1. Beri
dorongan untuk mengungkapkan perasaannya dan mengatakan bahwa
perawat memahami apa yang dirasakan pasien.
2.2. Tanyakan
kepada pasien cara yang biasa dilakukan mengatasi perasaan sedih/menyakitkan
2.3. Diskusikan
dengan pasien manfaat dari koping yang biasa digunakan
2.4.
Bersama
pasien mencari berbagai alternatif koping.
2.5. Beri
dorongan kepada pasien untuk memilih koping yang paling tepat dan dapat
diterima
2.6. Beri
dorongan kepada pasien untuk mencoba koping yang telah dipilih
2.7. Anjurkan
pasien untuk mencoba alternatif lain dalam menyelesaikan masalah.
3. Klien terlindung
dari perilaku mencederai diri
Tindakan:
3.1. Pantau dengan
seksama resiko bunuh diri/melukai diri sendiri.
3.2. Jauhkan dan simpan alat‑alat yang dapat digunakan olch pasien
untuk mencederai dirinya/orang lain, ditempat yang aman dan terkunci.
3.3. Jauhkan bahan alat yang membahayakan pasien.
3.4. Awasi dan tempatkan pasien di ruang yang mudah dipantau oleh
peramat/petugas.
4. Klien
dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
4.1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat
mengatasi
keputusasaannya.
4.2. Kaji
dan kerahkan sumber‑sumber internal individu.
4.3. Bantu mengidentifikasi sumber‑sumber harapan
(misal: hubungan antar sesama, keyakinan, hal‑hal
untuk diselesaikan).
5. Klien
dapat menggunakan dukungan sosial
Tindakan:
5.1. Kaji dan manfaatkan sumber‑sumber ekstemal
individu (orang‑orang terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung,
agama yang dianut).
5.2. Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai,
pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, kepercayaan agama).
5.3. Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal :
konseling pemuka agama).
6. Klien
dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
Tindakan:
6.1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan
efek samping
minum obat).
6.2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5
benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu).
6.3. Anjurkan membicarakan efek samping
yang dirasakan.
6.4. Beri reinforcement positif menggunakan
obat yang benar.