ASUHAN KPERAWATAN PADA Tn. M DENGAN MASALAH UTAMA RESIKO
PERILAKU KEKERASAN DI RUANG UPIP RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO PROVINSI JAWA
TENGAH
Oleh
Dedi Sanjaya
ABSTRAK
Diagnosa resiko perilaku kekerasan muncul pada klien karena mengalami
ganguan skizofrenia paranoid dan juga akibat dari penggunaan napza yang membuat
pasien menagalami ganguan persepsi sensori, cara pikir, bahasa, emosi, dan
perilaku sosialnya sehingga mendorong pasien melakukan perilaku kekerasan.
Dalam kasus ini muncul diagnosa antara lain perubahan persepsi sensori:
Halusinasi, resiko mencederai diri sendiri dan lingkungan, tetapi penulis
memfokuskan hanya pada resiko perilaku kekerasan.
Kata kunci:resiko perilaku kekerasan
PENDAHULUAN
Latar
belakang
Gangguan jiwa artinya gejala-gajala yang patologik dari
unsur psike. Dimana yang sakit dan menderita adalah manusia seutuhnya. Hal-hal
yang dapat mempengaruhi perilaku manusia adalah keturunan, konstitusi, umur dan
sex, keadaan badaniah, keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat, bebudayaan
dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian
orang yang dicintai, agreesi, rasa permusuhan, hubungan antara manusia, dan
sebagainya. (Dierja, 2011)
Diperkirakan jumlah penderita gangguan jiwa di seluruh
dunia mencapai hampir 450 juta orang, dimana sepertiganya berdomisili di
negara-negara berkembang. (WHO (Puskesmas Makale, 2012)) Di negara-negara
dengan pendapatan penghasilan rendah dan
menengah, antara 76% dan 85% dari orang-orang dengan gangguan mental tidak
menerima pengobatan. Di negara-negara berpenghasilan tinggi, antara 35% dan 50%
dari orang-orang dengan gangguan mental berada pada situasi yang sama. (WHO, 2015)
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan bahwa
prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala
gangguan jiwa berat, seperti schizophrenia adalah 1,7 per 1000 penduduk atau
sekitar 400.000 orang. (Kemenkes, 2014)
Dari hasil data dan informasi kesehatan Provinsi Jawa
Tengah tahun 2014 jumlah kunjungan gangguan jiwa di provinsi jawa tengah
sebanyak 260.247. (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2014)
Kata skizofrenia terdiri dari dua kata, yaitu skhizein =
spilit =pecah dan phrenia = mind = pikiran. Jadi skizofrenia adalah gangguan
psikotik yang sifatnya merusak, melibatkan gangguan berfikir, persepsi,
pembicaraan, emosional, dan gangguan perilaku.
Tipe skizofrenia paranid adalah gangguan psikomotor,
sperti adanya stupor, negativisme, rigiditas, postur aneh, agitasi dan matisme
(bisu), cenderung mngalami waham kebesaran, ansietas, marah dan agumentatif,
berpotensi berperilaku agresif pada diri sendiri atau orang lain, keterampilan
kognitif dan afektif tetap utuh. (Lisa FR, 2013)
Narkoba adalah zat-zat yang mengubah mood seseorang. Saat
menggunakan narkoba, mood, perasaan, serta emosi seseorang ikut terpengaruh.
Narkoba dapat mengakibatkan ekstrimnya perasaan, mood atau emosi penggunanya.
Jenis-jenis narkoba tertentu, terutama alkohol dan jenis-jenis narkoba yang
termasuk dalam kelompok uppers seperti Shabu-shabu, dapat memunculkan perilaku
agresif yang berlebihan dari si pengguna, dan seringkali mengakibatkannya
melakukan perilaku atau tindakan kekerasan. Terutama bila orang tersebut pada
dasarnya memang orang yang emosional dan bertemperamen panas.
Perilaku
yang tidak asrertif seprti menekan perasaan marah dilakukan individu karena
merasa tidak kuat. Individu akan berpura-pura tidak marah atau melarikan diri
dari rasa marahnya sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan kemudian akan
menimbulkan rasa bermusuhan yang lama dan pada suatu saat dapat menimbulkan
kemarahan destruktif yang ditujukan pada diri sendiri. (Purwanto,
2015)
Menurut data rekam medik RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Semarang tahun 2016. Jumlah penderita gangguan jiwa 10 besar selama periode 1
Februari 2016 sampai dengan 31 Februari 2016 yaitu, pasien di IGD : unddiferentiated schizophrenia 20 orang,
paranoid schizophrenia 14 orang, acute schizophrenia-liken psychotic disorder
9 orang, sever depressive episode with psychotic 9 orang, rasidual schizophrenia 7 orang, mental & behavi.disor.multipl. 4
orang, catatonic schizophrenia 3
orang, moderate depressive episode 3
orang, severe depressive episode without
psychotic sympto 3 orang, unspecified
dementia 2 orang. Dengan total IGD 74 orang. Pasien rawat inap : unddiferentiated schizophrenia 39 orang,
paranoid schizophrenia 25 orang, sever depressive episode with psychotic
symptoms 7 orang, hebephrenic
schizophrenia 6 orang, catatonic
schizophrenia 4 orang, acute
schizophrenia-liken psychotic disorder 4 orang, grend mal seizures, unspecified (wiht or without) 4 orang, non-insulin-dependent diabetes melitus without
complication 3 orang, mental &
behavi.disor.multipl. 3 orang, schizoaffective
disorder, depressive type 3 orang. Dengan total rawat inap 98 orang. Pasien
rawat jalan : rasidual schizophrenia
896 orang, paranoid schizophrenia 424
orang, undiffertiated schizophrenia
314 orang, generalized idiopathic
epilepsy and epileptic synd 182 orang, sever depressive episode with psychotic symptoms 151 orang, moderat depressive episode 118 orang, hebephrenic schizophrenia 106 orang, necrosis of pulp 106 orang, schizoaffective disorder, depressive type 47
orang, generalized anxiety disorder
46 orang. Dengan totoal rawat jalan 2.390 orang.
Jadi, total keseluruhan pasien di RSJD Amino
Gondohutomo selama periode 1 Februari sampai dengan 31 Februari 2016, sebanyak
2562 orang. Dengan gangguan terbanyak residual
schizophrenia sebanyak 896 orang, urutan kedua paranoid schizophrenia 463 orang, dan ketiga undifferentiated schizophrenia
59 orang dan seterusnya. Dimana paranoid
schizophrenia menempati posisi kedua disetiap instalasi, berbeda dengan residual schizophrenia sebagai gangguan
jiwa terbanyak tetapi tidak ditemukan pada pasien rawat inap.
(RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang Prov. Jateng, 2016)
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik
untuk mengangkat karya tulis ilmiah dengan judul “Asuhan Keprawatan pada Tn. M
dengan Masalah Utama Resiko Perilaku Kekerasan di Ruang UPIP RSJD Dr. Amino
Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah”. Dengan diangnosa medis Paranoid
Schizophrenia.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan
Umum
Setelah melakukan tinjauaan pustaka,
penulis mampu memahami, mengrti dan memberikan asuhan keprawatan dengan
komunikasi teraupetik pada Tn. M dengan resiko perilaku kekerasan di ruang UPIP
RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang.
Tujuan
Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Tn. M
dengan
resiko perilaku kekerasan.
resiko perilaku kekerasan.
b. Penulis mampu mengidentifikasi diagnosa atau mesalah
keperawatan pada
Tn. M dengan resiko perilaku kekerasan.
Tn. M dengan resiko perilaku kekerasan.
c. Penulis mampu
mempelajari cara menentukan intervensi keperawatan pada
Tn. M dengan resiko perilaku kekerasan.
Tn. M dengan resiko perilaku kekerasan.
d. Penulis mampu melaksanakan implementasi dan evaluasi
keperawatan pada
Tn. M dengan resiko perilaku kekerasan
Tn. M dengan resiko perilaku kekerasan
e. Penulis mampu membahas kesenjangan antara teori dengan
kasus resiko
perilaku kekerasan pada Tn M.
perilaku kekerasan pada Tn M.
f. Penulis mampu menggambarkan faktor pendukung dan
penghambat
dalam pemberian asuhan keperawatan pada Tn M dengan masalah utama
resiko perilaku kekerasan.
dalam pemberian asuhan keperawatan pada Tn M dengan masalah utama
resiko perilaku kekerasan.
Metode Penelitian
a.
Teknik Wawancara
Penulis melakukan
tanya jawab secara langsung baik kepada klien, keluarga klien, perawat, dan
dokter yang merawat guna memperoleh data-data yang dibutuhkan.
b. Teknik Observasi
Penulis melakukan
pengamatan secara langsung untuk dapat melihat secara langsung keadaan klien
dan proses asuhan keperawatan pada klien.
c. Studi Dokumentasi
Penulis
mengumpulkan data atau informasi melalui catatan keperawatan status klien serta
mengadakan diskusi dengan tim kesehatan di ruang dimana klien dirawat.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Hasil penelitian
1.
Diskripdi Data Pasien
Pengkajian dilakukan pada hari Sabtu, 27 Februari 2016 pada pukul 09.00 WIB
di ruang UPIP RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang secara alloanamnesa dan autoanamnesa
dengan hasil data sebagai berikut :
Nama Tn. M, 29 tahun, berjenis kelamin laki-laki,
alamat Semarang, beragama Islam, status belum menikah, pendidikan SMP. Klien
dirawat di Rumah Sakit Jiwa dengan diagnosa Paranoid Schizophrenia pada tanggal 18
Februari 2016 dengan nomor RM 00109238. Penanggung jawab bernama Ny. S jenis kelamin perempuan dan hubungan dengan
klien sebagai ibu kandung.
Klien di bawa ke RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Semarang karena selama 1 hari mengamuk di pasantren, menyrang penghuni
pasantren, tetapi klien tidak tinggal di pasantren melainkan rumah klien
disebelah pasantren.
Berdasarkan pengkajian terhadap faktor
predisposisi, kurang lebih lima tahun klien
bekerja sebagai buruh pabrik kayu bekerja dua belas jam perhari, dari jam tujuh
pagi hingga jam tujuh malam dan klien selalu mengonsumsi dextro, komix atau
hexymer sebagai doping didalam bekerja yang didapat dari teman tempat klien
bekerja, klien juga mengatakan sering mengonsumsi minuman beralkohol. Klien
mengatakan selalu dianggap salah dan dikucilkan oleh saudara maupun tetangganya.
Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini. Tidak ada aniaya fisik,
anaiya seksual, penolakan dan kekerasan dalam keluarga.
Berdasarkan pengkajian terhadap faktor presipitasi, klien
mengatakan dirinya dicari polisi selama tiga hari sebelum dibawa ke Rumah Sakit
Jiwa karena kasusus pembunuhan yang bukan dilakukan oleh klien. Klien
mengatakan yang melakukannya adalah mantan guru agama klien di pasantren yang
menghilang dari pasantren, sehingga klien meras murid dari gurunya yang menghilang
tersebut ingin menangkap dan menyerahkan klien ke polisi sebagai pelaku
pembunuhan tersebut atas perintah gurunya dan klien mengtakan setiap kali
melihat murid dari gurunya klien merasa ada yang membisikkan untuk menyuruh
klien untuk memukuli murid dari gurunya. Oleh karena itu klien merasa
kesal dan jengkel kemudian mengamuk. Klien
mengatakan jika sedang jengkel jantungnya berdebar-debar, emosi meningkat,
tegang, rahang mengatup, tangan mengepal dan mata melotot. Klien mengatakan tidak ada hubungan yang lebih dengan
korban pembunuhan tersebut hanya sekedar teman biasa.
Terapi yang didapat Olanzapin
1x10mg. Dengan terapi TAK, ECT 5 kali dan rehabilitasi serta konseling NAPZA.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan data ketika sedang tersinggung nada
bicara menjadi tinggi dan cepat, raut wajah tampak tegang, mata tampak melotot.
tekana darah 120/80 mmhg, nadi 90 x/menit, suhu 36 °C, pernapasan 22x/menit,
tinggi badan 165 cm, berat badan 67 kg, terdapat bekas luka tusukan pada perut
kanan bawah. Tidak ada masalaah keperawatan.
2.
Analisa Data
Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada Tn. M,
didapatkan hasil analisa data dengan masalah keperawatan diantaranya adalah
data subjektif klien mengatakan murid dari gurunya ingi menangkap dirinya dan
menyerahkan dirinya pada polisi sehingga klien memukuli murid dari gurunya dan
mengamuk. Sedangkan data objektifnya adalah klien tampak emosi jika disinggung
tenteng gurunya yang menghilang, ketika sedang tersinggung nada bicara menjadi
tinggi dan cepat, raut wajah tampak tegang, mata tampak melotot. Maka dapat
diambil masalah Resiko Perilaku Kekerasan.
Sedangkan analisa data lainnya yaitu didapatkan data
subjektif klien mengatanak ada yang berbisik jika murid dari gurunya ingin
menangkap dirinya dan bisikan tersebut menyuruhnya memukuli murid dari gurunya
tersebut. Sedangkan data objektifnya klien tampak bingung dengan kondisi yang
dialaminya. Dari hasil analisa dapat diambil masalah Halusinasi.
3.
Diagnosa Keperawatan
Dari hasil analisa data yang didapat pada hari Kamis, 25 Februari 2016,
penulis mengambil diagnosa resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan berhubungan dengan resiko perilaku kekerasan. Hal ini didukung
dengan data subjektif klien mengatakan murid dari gurunya ingi menangkap
dirinya dan menyerahkan dirinya pada polisi sehingga klien memukuli murid dari
gurunya dan mengamuk klien mengatanak ada yang berbisik jika murid dari gurunya
ingin menangkap dirinya dan bisikan tersebut menyuruhnya memukuli murid dari
gurunya tersebut. Sedangkan data objektifnya adalah klien tampak emosi jika
disinggung tenteng gurunya yang menghilang, ketika sedang tersinggung nada
bicara menjadi tinggi dan cepat, raut wajah tampak tegang, mata tampak melotot.
4.
Intervensi Keperawatan
Penulis menyusun rencana tindakan keperawatan pada Tn. M dengan masalah
keperawatan Resiko Perilaku Kekerasan dengan tujuan umum klien mampu
mengandalikan/mengontrol perilaku kekerasan.
Adapun tujuan
khusus yang pertama, klien dapat membina hubungan saling percaya. Intervensi
yang dilakukan adalah : beri salam atau panggil nama klien, sebutkan nama
perawat sambil jabat tangan, jelaskan maksud hubungan interaksi, jelaskan
tentang kontrak yang akan dibuat, beri rasa aman dan sikap empati dan lakukan
kontak singkat tapi sering.
Tujuan khusus yang
kedua, klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan. Intervensi
yang dilakukan adalah : beri kesempatan mengungkapkan perasaan, bantu klien
mengungkapkan perasaan jengkel/kesal, dengarkan ungkapan rasa marah dan
perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang.
Tujuan khusus yang ketiga, klien dapat
mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan. Intervensi yang dilakukan
adalah : anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami saat jengkel/marah,
observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan, simpulkan bersama klien tanda
dan gejala jengkel/kesal yang dialami klien.
Tujuan khusus yang keempat, klien dapat
mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Intervensi yang
dilakukan adalah : anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan (verbal, pada orang lain dan pada diri sendiri), bantu klien bermain
peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan dan bicarakan
dengan klien apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai.
Tujuan khusus yang kelima, klien dapat
mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan. Intervensi yang dilakukan adalah :
bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan, bersama klien
menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan dan tanyakan kepada klien ”apakah
ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
Tujuan khusus yang keenam, klien dapat
mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan. Intervensi yang
dilakukan adalah : diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien, beri
pujian atas kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien, diskusikan dua cara
fisik yang paling mudah dilakukan untuk mencegah perilaku kekerasan yaitu tarik
nafas dalam dan pukul kasur atau bantal, diskusikan cara melakukan tarik nafas
dalam dengan klien, beri contoh kepada klien tentang cara tarik nafas dalam,
minta klien untuk mengikuti contoh yang diberikan sebanyak 5 (lima) kali, beri
pujian positif atas kemampuan klien mendemonstrasikan cara menarik nafas dalam,
tanyakan perasaan klien setelah selesai, anjurkan klien untuk menggunakan cara
yang telah dipelajari saat marah atau jengkel.
Tujuan khusus yang ketujuh, klien dapat
mendemonstrasikan cara verbal untuk mencegah perilaku kekerasan. Intervensi
yang dilakukan adalah : diskusikan cara bicara yang baik dengan klien, beri
contoh bicara yang baik (meminta dengan baik, menolak dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik), minta klien mengulang sendiri, beri pujian
atas keberhasilan klien, diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi cara
bicara yang dapat dilatih di ruangan misalnya meminta obat, baju dan lain-lain,
menolak ajakan merokok, tidur tidak pada waktunya, menceritakan kekesalan
kepada perawat, susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah dipelajari,
klien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara bicara yang baik dengan mengisi
jadwal kegiatan, validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan dan beri
pujian atas keberhasilan klien.
Tujuan khusus yang kedelapan, klien dapat
mendemonstrasikan cara spiritual untuk mencegah perilaku kekerasan. Intervensi
yang dilakukan adalah : diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang pernah
dilakukan, bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapat dilakukan di ruang
rawat, bantu klien memilih kegiatan ibadah yang akan dilakukan, minta klien
mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang dipilih, beri pujian atas keberhasilan
klien, diskusikan dengan klien tentang waktu pelaksanaan kegiatan ibadah, klien
mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan mengisi jadwal kegiatan harian,
beri pujian atas keberhasilan klien, diskusikan dengan klien tentang waktu
pelaksanaan kegiatan ibadah dan klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah
dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self evaluation).
Tujuan khusus yang kesembilan, klien dapat
mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk mencegah perilaku kekerasan.
Intervensi yang dilakukan adalah : diskusikan dengan klien tentang manfaat
minum obat secara teratur, diskusikan tentang proses minum obat dan klien
mengevaluasi pelaksanaan minum obat dengan mengisi jadwal kegiatan harian.
Tujuan khusus yang kesepuluh, klien dapat
mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan. Intervensi
yang dilakukan adalah : anjurkan klien untuk ikut TAK : stimulasi persepsi
pencegahan perilaku kekerasan, diskusikan dengan klien tentang jadwal TAK dan
klien mengevaluasi pelaksanaan TAK dengan mengisi jadwal kegiatan harian.
Tujuan khusus yang kesebelas, klien
mendapatkan dukungan keluarga dalam melakukan cara pencegahan perilaku
kekerasan. Intervensi yang dilakukan adalah : identifikasi kemampuan keluarga
dalam merawat klien sesuai dengan yang telah dilakukan keluarga terhadap klien
selama ini, jelaskan keuntungan peran serta keluarga dalam merawat klien,
jelaskan cara-cara merawat klien, bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat
klien, bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi
dan anjurkan keluarga mempraktekkannya pada klien selama di rumah sakit dan
melanjutkannya setelah pulang ke rumah.
5.
Implementasi dan Evaluasi
Implementasi rencana
tindakan keperawatan kepada Tn. M dengan masalah keperawatan resiko mencederai diri, orang
lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan dimulai dengan
pertemuan pertama pada hari Sabtu, 27
Februari 2016 jam 09.00 dengan tujuan umum supaya klien dapat mengontrol perilaku kekerasan. Sedangkan tujuan khusus yang dilakukan berupa strategi pelaksanaan
(SP) pada pasien :
Pertemuan pertama :
membina hubungan saling
percaya, mengidentifikasi penyebab klien
memukuli
murid pasantren dan mengamuk, memberi kesempatan klien mengungkapkan perasaannya, menganjurkan
klien mengungkapkan apa yang dialami atau dirasakan saat klien memukuli
orang lain dan mengamuk, menanyakan
perilaku kekerasan apa yang dilakukan ketika klien mengamuk, mendiskusikan bersama tentang akibat dari perilaku
kekerasan yang dilakukan klien ketika mengamuk, menyebutkan dan menjelaskan beberapa cara mengontrol
marah dengan cara fisik I tarik nafas dalam, membantu mempraktekkan cara
mengontrol marah dengan cara tarik napas
dalam dan menganjurkan klien memasukkannya ke dalam jadwal harian.
Setelah dilakukan pertemuan pertama pada pasien
didapatkan data subjektif dan objektif yaitu klien mengatatak “nama saya MI,
saya biasa dipanggil I” klien tampak senag diajak berkenalan dengan perawat.
Selain itu pasien juga dapat mengungkapkan perasaan marah yang dialaminya
pasien mengatakan “saya kesal karena dicari polisi setiap hari dituduh pelaku
pembunuhan yang bukan saya pelakunya, terus ada yang berbisik ditelinga saya
mengatakan kalau murid dari guru saya mau meyerahkan saya kepolisi dan bisikan
teersebut menyuruh untuk memukuli mereka, karena emosi saya marah, memgamuk dan
memukuli penghuni pasantren.” Klien tampak mengekspresikan ceritanya denagan
emosi yang tinggi, klin tampak marah, bicara dengan nada tinggi dan tegas,
wajah tampak tegang. Kemudian jika ditanya tentang kerugian marah yang dialami
klien mengatakan “ya rugi mas, gak bisa kerja, orang-orang jadi takut sama saya
terus kasian sama keluarga, karena cumal bisa merepotkan mereka mas.” Saat
ditawarkan cara mengontrol marah yang dialami klien langsung tertarik dan mau
belajar, perawat mengajarkan cara fisik I yaitu latihan tarik nafas dalam klien
mengatakan “rasanya lebih nyaman setelah tarik nafas dalam, rasanya plong
seperti beban yang ada ikut bersama hembusan nafas mas”.
Asisment/kesimpulan yang didapat klien dapat membina
hubungan saling percaya dengan baik, klien dapat mengidentifikasi marah yang
dilakukan dan akibatnya dengan baik, dan mampu latihan nafas dalam dengan baik.
Planning selanjutnya menganjurkan klien latihan nafas
dalam tiga kali sehari (pagi, siang dan malam). Membuat kontrak untuk pertemuan
kedua yaitu menganjurkan klien cara mengontrol marah dengan cara fisik II yaitu
dengan menyalurkan energi/pukul bantal/kasur.
Pertemuan
kedua :
Dilakukan pada hari Minggu, 28 Februari 2016 jam 09.30
dilakukan untuk implementasi kedua yaitu mengevaluasi tindakan sebelumnya latihan
fisik I tarik nafas dalam dan latihan menyalurkan energi dengan cara pukul
bantal dan memasukkannya kedalam jadwal harian pasien.
Setelah dilakukan pertemuan kedua pada pasien didapatkan
data subjektif dan objektif yaitu mengevaluasi kembali latihan fisik I tarik
nafas dalam klien mengatakan “saya sudah bisa melakukannya dengan baik, tarik
nafas dari hidung tahan hembuskan perlahan dari mulut yang saya lakukan pada
pagi, siang dan malam hari.” Klien tampak sudah menguasai teknik nafas dalam.
Kemudian dilanjutkan dengan latihan fisik II menyalurkan energi dengan cara
pukul bantal/kasur klien mengatakan “capek mas, tapi rasanya jadi puas.” Klien
tampak dapat melakukan latihan fisik II dengan baik.
Asesment/kesimpulan klien mampu melakukan latihan fisik I
tarik nafas dalam sesuai jadwal, klien mampu melakukan latihan fisik II memukul
bantal/kasur dengan baik.
Planning menganjurkan klien memasukkan latihan pukul
bantal kedalam jadwal latihan harian sebanyak dua kali sehari (pagi dan malam
hari) atau jika klien merasa marah.
Membuat kontrak untuk pertemuan ketiga pada pasien pada hari berikutnya yaitu
mengontrol marah dengan cara sosial atau verbal.
Pertemuan ketiga :
Dilakukan pada hari Senin, 29 Februari 2016 jam 09.30
dilakukan untuk implementasi ke tiga yaitu mengevaluasi tindakan sebelumnya
yaitu latihan fisik II memukul bantal/kasur dan mengontrol marah dengan cara
sosial/verbal.
Setelah dilakukan pertemuan ketiga didapatkan data
subjktif dan objektif sebagai berikut klien mengatakan “saya sudah bisa latihan
memukul bantal sesuai jadwal dan juga saat saya merasa marah.” Klien juga
memiliki inisiatif sendiri dengan berkata “bolehkah jika saya melakukan puss up
untuk menyarlurkan energi untuk mengontrol marah saya?” Klien tampak mulai
kooperatif. Kemudian dilanjutkan latihan cara mengontrol marah dengan cara
sosial/verbal yaitu meminta dengan baik, menolak dengan baik dan mengungkapkan
perasaan dengan baik. Klien mengatakan “saya akan berusaha dan melatih diri
saya untuk bersosialisasi dengan orang lain dengan baik mulai dari meminta
dengan baik, menolak dengan baik dan mengungkapkan perasaan saya tanpa
marah-marah.”
Asesment/kesimpulan klien mampu melakukan latihhan fisik
II sesuai jadwal dengan baik, klien juga mampu melakukan sosialisasi secara
verbal.
Planning, membantu klien membuat jadwal latihan, meminta
dengan baik, menolak dengan baik dan mengungkapkan perasaannya dengan baik.
Mengontrak pasien hari selanjutnya untuk melakukan pertemuan keempat yaitu
mengontrol marah dengan cara spiritual (sholat dan berdoa).
Pertemuan keempat :
Dilakukan pada hari Selasa, 1 februari 2016 jam 09.30
dilakukan untuk implementasi ke empat yaitu mengevaluasi tindakan sebelumnya
yaitu mengontrol marah dengan cara soaial/verbal. Kemudian dilanjutkan latihan
mengontrol marah dengan spiritual (sholat/berdoa).
Setelah dilakukan pertemuan keempat pada pasien
didapatkan hasil subjektif dan objektif pada pasien yaitu klien mengatakan
“saya sudah bisa mengontrol marah dengan cara tarik nafas dalam, memukul
bantal, dan bersosialisasi dengan baik dengan teman yang lain.” Klien tampak
mampu melakukan semua latihan yang telah diberikan dengan baik, klien juga
tampak kooperatif. Kemudian dilanjutkan
dengan latihan cara mengontrol merah dengan beribadah (sholat dan berdoa).
Klien mengatakan “saya bisa melakukannya dengan baik.” Klin tampak dapat
beribadah dan berdoa dengan baik. Klien mendapat didikan dari pasantren. Klien
juga mengatakan “bolehkah saya meminjam Al’Quran saya akan menjaganya.” Klien
tampak sangat baik dalam melakukan ibadahnya.
Asesment/kesimpulan klien tampak mampu melakukan semua
latitan yang telah diberikan pada
pertemuan sebelumnya dan mampu melakukan ibadah dengan sangat baik.
Planning, bantu pasien membuat jadwal ibadah sesuai
keyakinan pasien dengan beribadah lima kali sehari yaitu (Subuh, Zuhur, Asar,
Mangrib dan Isa). Mengontrak pasien untuk latihan mengontrol marah dengan cara
teratur minum obat dengan prinsip lima benar pada hari berikutnya.
Pertemuan kelima :
Dilakukan pada hari Rabu, 2 Februari 2016 jam 09.30.
Dilakukan untuk mengevaluasi tindakan sebelumnya dan melakukan implementasi
yang ke lima yaitu latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima
benar (benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu
minum obat dan benar dosis obat).
Setelah dilakukan pertemuan kelima pada pasien dapatkan
data subjektif dan objektif sebagai berikut klien mengatakan, “saya sudah bisa
mengontrol marah dengan cara tarik nafas dalam dengan dilakukan beristifar,
pukul bantal, bergaul tanpa marah denagan teman yang lain dan sholat secara
teratur.” Klien tampak mampu meguasai semua tindakan yang telah di ajarkan pada
pasien. Kemudian dilanjutkan dengan melatih pasien dengan cara benar minum
obat. Klien mengatakan “sekarang saya diberikan obat warna kuning di berikan
satu kali sehari pada malam hari, obatnya sebesar ujung jari kelingking.” Klien
tampak mengetahui jadwal dan bentuk obat yang diberikan. Kemudian perawat
menjelaskan fungsi obat, akibat dari putus obat dan efek samping obat dan mengajarkan
klien lima cara benar minum obat. Klien mengatakan “saya mengerti dan akan
minum obat secara teratur.” Klien tampak kooperatif.
Asesment/kesimpulan klien mampu melakukan latihan yang
telah diberikan pada pertemuan sebelumnya dengan benar. Klien tampak mampu
melakukan latihan pada pertemuan kelima dengan cara, lima benar minum obat dengan benar.
Planning, membantu klien menyusun jadwal minum obat yang
benar. Melakukan kontrak pada pasien untuk hari berikutnya untuk mengevaluasi
tindakan-tindakaan yang telah diberikan dan ikut sertakan klien dalam TAK.
PEMBAHASAN
Hasil pengkajian yang penulis
dapatkan dari Tn. M adalah klien merasa jika murid dari gurunya ingin menangkap
dirinya dan menyerahkan dirinya pada polisi atas sebuah kasus pembunuhan dan ada
yang membisikkan untuk memukuli murid dari gurunya tersebut. Klien mengatakan
jengkel, marah dan mengamuk pada saat kejadian tersebut. Klien mengatakan jika
sedang jengkel jantungnya berdebar-debar, emosi meningkat, tegang, rahang
mengatup, tangan mengepal dan mata melotot. ketika
sedang tersinggung nada bicara menjadi tinggi dan cepat, raut wajah tampak
tegang, mata tampak melotot. klien
tampak suka mengejek temannya, jika bicara dengan nada tinggi dan kasar, selalu
mempertahankan pendapatnya.
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang, baik secara fisik maupun psikologis yang
diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan.( Yosep, 2014)
Adapun tanda dan gejala dari perilaku kekerasan menurut
Yosep (2014) tanda dan perilaku kekerasan diantaranya adalah :
1. Fisik
Muka marah dan tegang, mata melotot/pandangan
tajam, tangan mengepal, rahang
mengatup, wajah merah dan tegang, postur tubuh kaku, pandangan tajam,
mengatupkan rahang dengan kuat, mengepalkan tangan, jalan mondar-mandir.
2. Verbal
Bicarai kasar, suara tinggi, membentak atau
berteriak, mengancam secara verbal atau fisik, mengumpat dengan kata-kata
kotor, suara keras, ketus.
3. Perilaku
Melmpar atau
memukul benda/orang lain, menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang
lain, merusak lingkungan, amuk/agresif.
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu,
dendam dan jengkeel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewt, kasar, berdebat, meremehkan,
sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik
pendapat orang lain, menyingging perasaan orang lain, tidak peduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,
sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
Dari tanda dan gejala pada teori tidak semuanya ditemukan
pada Tn. M, kesamaan dan gejala dari teori yang ditemukan pada Tn. M yaitu jantungnya berdebar-debar, emosi meningkat,
tegang, rahang mengatup, tangan mengepal, mata melotot, nada bicara menjadi tinggi dan cepat, raut
wajah tampak tegang. Data tersebut sudah memenuhi tanda dan gejala yang harus
ada pada pasien dengan perilaku kekerasan.
Menurut Yosep (2014)
salah satu faktor penyebab dari perilaku kekerasan yaitu faktor biologis dimana
penelitian neorobiologis membuktikan kerusakan sistem limbik (untuk
emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional) dan lobus
temporal (untuk interprestasi indra penciuman dan memori) dapat menimbulkan
perilaku agresif, faktor lainnya yaitu faktor predisposisi yang menyatakan
bahwa seseorang akan berespon marah apabila dirinya merasa terancam. Faktor
tersebut sesuai dengan yang dialami Tn. M, dimana Tn.M sering megonsumsi
penyalah gunaan obat dan alkohol yang kita tau dimana Napza dapat mengakibatkan
kerusakan sistem neorologi dan pasien merasa terancam inilah yang akhirnya
membuat pasien cenderung mengarah pada perilaku kekerasan.
Diagnosa keperawatan yang dialami diantaranya :
1.
Resiko mencederai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan
2.
Resiko perilaku
kekerasan
3.
Perubahan persepsi
sensori : Halusinasi
Berdasarkan pengkajian
yang penulis lakukan pada Tn. M pada tanggal 27 Februari 2016. Penulis
mengangkat diagnosa keperawatan perilaku kekerasan.
Pada saat pengkajian
penulis menemukan data yang menyebabkan klien melakukan perilaku kekerasan,
yaitu gangguan konsep diri : Halisinasi. Namun penulis hanya memprioritastan
pada diagnosa yang penulis angkat, yaitu resiko perilaku kekerasan.
Implementasi yang penulis gunakan yaitu berdasarkan
pertemuan yang telah dijanjikan/kontrak dengan pasien. Dimana metode ini
penulis merasa lebih efektif dalam mengevaluasi latiahan yang telah dibrikan
sebelumnya, karena masalah yang dialami sesorang dan kemampuan seseorang dalam
menerima informasi berbeda-beda.
Implementasi yang penulis lakukan tidak bisa maksimal
karena penulis hanya mampu melaksanakan intervensi untuk klien sedangkan untuk
keluarga penulis mengalami hambatan karena keluarga tidak datang menjenguk.
Pada pertemuan pertama pada tanggal 27 Februari 2016,
09.00 penulis melakukan implementasi di ruang tamu karena ruang tersebut tempat
dimana pasien dan perawat lain berkumpul, sehingga lebih mudah bagi penulis
dalam membina hubungan terapeutik. Pada pertemuan pertama ini penulis sudah
mampu membina hubungan saling percaya, pada pertemuan kedua penulis mengajarkan
cara mengontrol marah dengan teknik nafas dalam. Pada pertemuan kedua penulis
mengajarkan mengontrol marah dengan menyalukan energi pukul bantal/kasur dengan
mengajak pasien jalan-jalan di sekitar rumah sakit dengan mengajak salah
seorang perawat lain karena penulis khawatir apabila pasien kabur atau
melakukan perilaku kekerasan. Pertemuan ketiga penulis mengajarkan pasien
mengontrol marah dengan cara verbal (menolak, meminta dan mengungkapkan
perasaan dengan baik). Pertemuan keempat penulis melatih pasien mengontrol
marah dengan cara spiritual (sholat, berdoa dan mengkombinasikan nafas dalam
dengan beristifar). Pada pertemuan kelima penulis melatih pasien mengontrol
marah dengan cara benar minum obat ( benar nama pasien, benar nama obat, benar
cara minum obat, benar waktu minum obat dan benar dosis obat).
Hasil evaluasi yang didapat setelah dilakukan asuhan
keperawatan pada Tn. M selama lima hari
dari tanggal 27 sampai 2 Februari 2016, dan dilakukan evaluasi setiap harinya
setelah pertemuan yang dilakukan, masalah yang dialami pasien berhasil
teratasi. Hal ini dibuktikan dengan sudah terbina hubungan saling percaya,
klien dapat mengidentifikasi penyebab marahnya, klien dapat mengidentifikasi
tanda dan gejala marah, klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan, klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan dan
klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol marah dengan cara fisik I yaitu
dengan cara tarik nafas dalam dan memasukkannya ke dalam jadwal kegiatan
harian, klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol marah cara fisik yang
kedua yaitu memukul bantal atau kasur dan memasukkannya ke dalam jadwal
kegiatan harian, klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol marah dengan
cara verbal ( meminta, menolak dan mengungkapkan perasaan dengan baik) dan
memasukkannya ke dalam jadwal kegiatan harian, klien dapat mendemonstrasikan
cara mengontrol marah dengan cara spiritual ( berdoa dan sholat dan
mengkombinasikan tarik nafas dalam dengan beristifar) dan memasukkannya ke
dalam jadwal kegiatan harian, klien juga dapat mendemonstrasikan cara
mengontrol marah dengan cara patuh minum obat.
Implementasi untuk keluarga tidak dilakukan karena
keluarga pasien tidak datang. Hal ini sebenarnya bisa diatasi jika ada kontrak
pertemuan antara perawat dan keluarga yang dijadwalkan sejak semula sehingga
tindakan untuk keluarga bisa diimplementasikan sehingga ada kejelasan kapan
keluarga akan datang. Oleh karena itu penulis mendelegasikan kepada perawat
ruangan untuk melanjutkan implementasi pada keluarga.
SIMPULAN
Kesimpulan dari asuhan keperawatan dengan perilaku
kekerasan adalah adalah perasaan yang timbul sebagai reaksi kecemasan kemudian menjadi
respon marah yang diekspresikan dengan melakukan ancaman maupun kekerasan yang
dapat dilakukan secara fisik maupun psikologis, diarahkan pada diri sendiri,
orang lain dan lingkungan, yang dibedakan menjadi perilaku kekerasan yang
sedang berlangsung dan prilaku kekrasan terdahulu.
Klien yang mengalami perilaku kekerasan cendrung menunjukan perilaku
maladaptif, begitu juga dengan Tn. M. Tanda-tanda perilaku kekerasan yang
muncul pada Tn. M ada pada teori antara lain bicara dengan nada tinggi dan
cepat, raut wajah tampak tegang, mata tampak melotot.
Diagnosa keperawatan utama yang muncul pada Tn. M adalah Resiko Perilaku
Kekerasan.
Untuk mengatasi masalah diagnosa tersebut, penulis menyusun rencana
tindakan keperawatan kepada Tn. M, yaitu diantaranya adalah sebagai berikut :
bina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perilaku kekerasan,
identifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan, identifikasi perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan, identifikasi akibat perilaku kekerasan,
mengajarkan cara mengontrol marah dengan teknik nafas dalam, mengajarkan
mengontrol marah dengan menyalukan energi pukul bantal/kasur, mengajarkan
pasien mengontrol marah dengan cara verbal, mengontrol marah dengan cara
spiritual, melatih pasien mengontrol marah dengan cara benar atau patuh minum
obat.
Setelah disusunnya rencana tindakan
keperawatan, kemudian penulis melakukan implementasi sesuai dengan rencana
tindakan keperawatan yang telah direncanakan.
Setelah penulis melakukan
implementasi, kemudian didapatkan hasil evaluasi dengan tindakan yang diberikan
dari pertemuan pertama sampai kelima berhasil dan dapat didemontrasikan oleh
pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Dedihumas BNN, (2014). Dampak Langsung dan Tidak Langsung Penyalahgunaan Narkoba. Diakses
tanggal 6 April 2016 dari http://dedihumas.bnn.go.id/read/section/artikel/2014//03/20/957/dampak-langsung-dan-tidak-langsung-penyalahgunaan-narkoba
Dinkes
Provinsi Jawa Tengah, (2014). Profil
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014. Hal 102. Diakses
tanggal 1 April 2016 dari http://www.dinkesjatengprov.go.id/v2015/dokumen/profil2014/Profil_2014.pdf
Dierja, A. H. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Farmasi-id.Com,
(2016). HEXYMER. Diakses tanggal 1
April 2016 dari http://www.farmasi-id.com/hexymer/
Farmasi-id.Com, (2016). LODOMER. Diakses tanggal 1 April 2106 dari
Farmasi-id.Com,
(2016). MERLOPAM. Diakses tanggal 1
April 2016 dari
Harmono, P.A. (2011). Olanzapine untuk Obati Gangguan Saraf, Emosi, dan Mental. Diakses tanggal 28 Maret 2016 dari
http://m.detik.com/health/read/2011/11/16/071347/1768182/769/olanzapine-untuk-obat-gangguan-saraf-emosi-dan-mental
keliat, B.
A. (2011). keperawatan keshatan jiwa komunitas : CMHN. jakarta: EGC.
Keliat, B.
A. (2010). Model keperawatan profesional jiwa. Jakarta: EGC.
Kemenkes (2014). Stop Stigma dan Driskriminasi Terhadap Orang
Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Diakses tanggal 29
maret 2016 dari
http://www.depkes.go.id/article/view/201410270011/stop-stigma-dan-diskriminasi-terhadap-orang-dengan-gangguan-jiwa-odgj.html
Kusumawati,
F. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Lisa FR, J.
(2013). Narkoba, Psikotropika, dan Gangguan Jiwa. Yogyakarta: Nuh
Medika.
Muhith, A.
(2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Purwanto,
T. (2015). Buku Ajar Keprawatan Jiwa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang Prov.
Jateng, (2016). Laporan 10 Besar Penyakit.
Diakses tanggal 29 Maret 2016 dari
WHO, Puskesmas Makale,
(2012). Penderita Gangguan Jiwa hampir
450 Juta Orang. Diakses tanggal 28 Maret 2016 dari http://puskesmasmakale.blogspot.co.id/2012/10/who-penderita-gangguan-jiwa-hampir-450.html
WHO, (2015). Mental Disorders. Diakses tanggal 28 Maret 2016 dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs396/en/
Yosep, H.
I. (2014). Buku Ajar Keprawatan Jiwa . Bandung: PT Refika Adiatama.