HEMATEMESIS MELENA
A. Pengertian
Hematemesis adalah muntah darah dan melena
adalah pengeluaran faeses atau tinja yang berwarna hitam seperti ter yang
disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan bagian atas. Warna hematemesis
tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antara drah dengan asam lambung
dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau
kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal.
Biasanya terjadi hematemesis bila ada
perdarahan di daerah proksimal jejunun dan melena dapat terjadi tersendiri atau
bersama-sama dengan hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak
50-100 ml, baru dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama
hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga besar
kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas. Hematemesis dan melena merupakan
suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan segera di rumah sakit.
B. Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas
· Kelainan esofagus: varise,
esofagitis, keganasan.
· Kelainan
lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum,
keganasan dan lain-lain.
· Penyakit darah: leukemia, DIC
(disseminated intravascular coagulation), purpura trombositopenia dan
lain-lain.
· Penyakit sistemik lainnya:
uremik, dan lain-lain.
· Pemakaian obat-obatan yang
ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid, alkohol, dan lai-lain.
Penting
sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran makan bagian
atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap macam perdarahan
saluran makan bagian atas. Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas yang
terbanyak dijumpai di Indonesia adalah pecahnya varises esofagus dengan
rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan saluran makan bagian atas (Hilmy 1971: 58
%)
C. Anamnesis,
pemeriksaan fisik dan laboratorium
Dilakukan anmnesis yang teliti dan bila keadaan umum
penderita lamah atau kesadaran menurun maka dapat diambil aloanamnesis. Perlu
ditanyakan riwayat penyakit dahulu, misalnya hepatitis, penyakit hati menahun,
alkoholisme, penyakit lambung, pemakaian obat-obat ulserogenik dan penyakit
darah seperti: leukemia dan lain-lain. Biasanya pada perdarahan saluran makan
bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus tidak dijumpai adanya
keluhan rasa nyeri atau pedih di daerah epigastrium dan gejala hematemesis
timbul secara mendadak. Dari hasil anamnesis sudah dapat diperkirakan jumlah
perdarahan yang keluar dengan memakai takara yang praktis seperti berapa gelas,
berapa kaleng dan lain-lain.
Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran makan bagian atas
yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah,
tanda-tanda anemia dan gejala-gejala hipovolemik agar dengan segera diketahui
keadaan yang lebih serius seperti adanya rejatan atau kegagalan fungsi hati.
Disamping itu dicari tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hepatis, seperti
spider naevi, ginekomasti, eritema palmaris, caput medusae, adanya kolateral,
asites, hepatosplenomegali dan edema tungkai.
Pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin,
hematokrit, leukosit, sediaan darah hapus, golongan darah dan uji fungsi hati
segera dilakukan secara berkala untuk dapat mengikuti perkembangan penderita.
D. Pemeriksaan
Radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan
esofagogram untuk daerah esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double
contrast pada lambung dan duodenum. emeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai
posisi terutama pada daerah 1/3 distal esofagus, kardia dan fundus lambung
untuk mencari ada/tidaknya varises. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan,
dianjurkan pemeriksaan radiologik ini sedini mungkin, dan sebaiknya segera
setelah hematemesis berhenti.
E. Pemeriksaan
endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe
fiberendoskop, maka pemeriksaan secara endoskopik menjadi sangat penting untuk
menentukan dengan tepat tempat asal dan sumber perdarahan. Keuntungan lain dari
pemeriksaan endoskopik adalah dapat dilakukan pengambilan foto untuk
dokumentasi, aspirasi cairan, dan biopsi untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada
perdarahan saluran makan bagian atas yang sedang berlangsung, pemeriksaan
endoskopik dapat dilakukan secara darurat atau sedini mungkin setelah
hematemesis berhenti.
F. Pemeriksaan
ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat
mendeteksi penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai
penyebab perdarahan saluran makan bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan
peralatan dan tenaga khusus yang sampai sekarang hanya terdapat dikota besar
saja.
G. Terapi
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas
harus sedini mungkin dan sebaiknya diraat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang teliti dan
pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran makan
bagian atas meliputi :
1.
Pengawasan dan pengobatan umum
·
Penderita harus diistirahatkan
mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek sedatif morfin, meperidin dan
paraldehid sebaiknya dihindarkan.
·
Penderita dipuasakan selama
perdarahan masih berlangsung dan bila perdarahan berhenti dapat diberikan
makanan cair.
·
Infus cairan langsung dipasang
dan diberilan larutan garam fisiologis
selama belum tersedia darah.
·
Pengawasan terhadap tekanan
darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu dipasang CVP monitor.
·
Pemeriksaan kadar hemoglobin
dan hematokrit perlu dilakukan untuk mengikuti keadaan perdarahan.
·
Transfusi darah diperlukan
untuk menggati darah yang hilang dan mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 %
harga normal.
·
Pemberian obat-obatan
hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari, karbasokrom (Adona AC), antasida
dan golongan H2 reseptor antagonis (simetidin atau ranitidin) berguna untuk
menanggulangi perdarahan.
·
Dilakukan klisma atau lavemen
dengan air biasa disertai pemberian antibiotika yang tidak diserap oleh usus,
sebagai tindadakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah
terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini dapat
menimbulkan ensefalopati hepatik.
2.
Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan
pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung, lavage
(kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian air pada kumbah lambung akan menyebabkan
vasokontriksi lokal sehingga diharapkan terjadi penurunan aliran darah di
mukosa lambung, dengan demikian perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini
akan dilakukan berulang kali memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan
aspirasi berwarna jernih dan bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2
jam. Pemeriksaan endoskopi dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi
lambung sudah jernih.
3.
Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin
mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus akan
mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga menurunkan
tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises dapat
berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos sehingga
dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan
pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung iskemik.
Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap
kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.
4.
Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan
pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat pecahnya varises.
Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita tenang dan kooperatif,
sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna pemakaian alat
tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul
pada waktu dan selama pemasangan.
Beberapa
peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini dalam
menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnya varises
esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan ruptur
esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.
5.
Pemakaian bahan sklerotik
Bahan
sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 % sebanyak 3 ml
dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan dipermukaan varises
kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak memerlukan narkose
umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini sudah mulai populer
dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam menanggulangi perdarahan
saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus.
6.
Tindakan operasi
Bila
usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan dan perdarahan
tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi . Tindakan operasi
yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus,
pintasan porto-kaval.
Operasi
efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan fungsi hari
membaik.
H. Prognosis
Pada umumnya penderita dengan perdarahan saluran makan
bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus mempunyai faal hati yang
buruk/.terganggu sehingga setiap perdarahan baik besar maupun kecil
mengakibatkan kegagalan hati yang berat. Banyak faktor yang mempengaruhi
prognosis penderita seperti faktor umur, kadar Hb, tekanan darah selama
perawatan, dan lain-lain. Hasil penelitian Hernomo menunjukan bahwa angka
kematian penderita dengan perdarahan saluran makan bagian atas dipengaruhi oleh
faktor kadar Hb waktu dirawat, terjadi/tidaknya perdarahan ulang, keadaan hati,
seperti ikterus, encefalopati dan golongan menurut kriteria Child.
Mengingat tingginya angka kematian dan sukarnya dalam menanggulangi
perdarahan sakuran makan bagian atas maka perlu dipertimbangkan tindakan yang
bersifat preventif terutama untuk mencegah terjadinya sirosis hati.
PENGKAJIAN HEMATEMESIS DAN MELENA
A. Riwayat Kesehatan
1.
Riwayat mengidap :
Penyakit Hepatitis kronis, cirrochis hepatis,
hepatoma, ulkus peptikum
2.
Kanker saluran pencernaan
bagian atas
3.
Riwayat penyakit darah,
misalnya DIC
4.
Riwayat penggunaan obat-obat
ulserogenik
5.
Kebiasaan/gaya hidup :
Alkoholisme, kebiasaan makan
B. Pengkajian Umum
1.
Intake : anorexia, mual,
muntah, penurunan berat badan.
2.
Eliminasi :
· BAB :
konstipasi atau diare, adakah melena (warna
darah hitam, konsistensi pekat, jumlahnya)
· BAK :
warna gelap, konsistensi pekat
3.
Neurosensori :
adanya penurunan kesadaran (bingung, halusinasi,
koma).
4.
Respirasi :
sesak, dyspnoe, hipoxia
5.
Aktifitas :
lemah, lelah, letargi, penurunan tonus otot
C. Pengkajian Fisik
1.
Kesadaran, tekanan darah, nadi,
temperatur, respirasi
2.
Inspeksi :
Mata : conjungtiva (ada tidaknya anemis)
Mulut : adanya isi lambung yang bercampur darah
Ekstremitas : ujung-ujung jari pucat
Kulit : dingin
3.
Auskultasi :
Paru
Jantung : irama cepat atau lambat
Usus : peristaltik menurun
4.
Perkusi :
Abdomen : terdengar sonor, kembung atau tidak
Reflek patela : menurun
5.
Studi diagnostik
Pemeriksaan darah : Hb, Ht, RBC, Protrombin,
Fibrinogen, BUN,
serum, amonoiak, albumin.
Pemeriksaan
urin : BJ, warna, kepekatan
Pemeriksaan
penunjang : esophagoscopy, endoscopy, USG,
CT Scan.
D. Pengkajian Khusus
Pengkajian
Kebutuhan Fisiologis
1.
Oksigen
Yang dikaji adalah :
·
Jumlah serta warna darah
hematemesis.
·
Warna kecoklatan : darah dari
lambung kemungkinan masih
tertinggal, potensial aspirasi.
·
Posisi tidur klien : mencegah adanya muntah masuk ke jalan nafas,
mencegah renjatan.
·
Tanda-tanda renjatan : bisa terjadi bila jumlah darah > 500 cc dan
terjadi secara kontinue.
Jumlah
perdarahan : observasi tanda-tanda hemodinamik
yaitu
tekanan darah, nadi, pernapasan, temperatur. Biasanya tekanan
darah (sistolik) 110 mmHg, pernafasan cepat, nadi 110 x/menit,
suhu antara 38 -
39 derajat Celcius, kulit dingin pucat atau cyanosis
pada bibir, ujung-ujung
ekstremitas, sirkulasi darah ke
ginjal berkurang, menyebabkan urine berkurang.
2. Cairan
Keadaan
yang perlu dikaji pada klien dengan hematemesis melena yang berhubungan dengan
kebutuhan cairan yaitu jumlah perdarahan yang terjadi. Jumlah darah akan
menentukan cairan pengganti.
Dikaji : macam perdarahan/cara pengeluaran darah
untuk menentukan. lokasi perdarahan serta jenis pembuluh darah yang pecah.
Perdarahan yang terjadi secara tiba-tiba, warna darah merah segar, serta
keluarnya secara kontinyu menggambarkan perdarahan yang terjadi pada saluran
pencernaan bagian atas dan terjadi pecahnya pembuluh darah arteri. Jika fase
emergency sudah berlalu, pada fase berikutnya lakukan pengkajian terhadap :
·
Keseimbangan intake output.
Pengkajian ini dilakukan pada klien hematemesis melena yang disebabkan oleh
pecahnya varices esofagus sebagai akibat dari cirrochis hepatis yang sering
mengalami asites dan edema.
·
Pemberian cairan infus yang
diberikan pada klien.
·
Output urine dan catat
jumlahnya per 24 jam.
·
Tanda-tanda dehidrasi seperti
turgor kulit yang menurun, mata cekung, jumlah urin yang sedikit. Untuk klien
dengan hemetemesis melena sering mengalami gangguan fungsi ginjal.
3. Nutrisi
Dikaji :
·
Kemampuan klien untuk
beradaptasi dengan diit :
3 hari I cair selanjutnya makanan lunak.
·
Pola makan klien
·
BB sebelum terjadi perdarahan
·
Kebersihan mulut :
karena
hemetemesis dan melena, sisa-sisa perdarahan
dapat menjadi sumber infeksi
yang menimbulkan ketidaknyamanan.
4. Temperatur
Klien
dengan hematemesis melena pada umumnya mengalami kenaikan temperatur sekitar 38
- 39 derajat Celcius. Pada keadaan pre renjatan
temperatur kulit menjadi dingin sebagai akibat gangguan sirkulasi.
Penumpukan sisa perdarahan merupakan sumber infeksi pada saluran cerna sehingga
suhu tubuh klien dapat meningkat. Selain itu pemberian infus yang lama juga
dapat menjadi sumber infeksi yang menyebabkan suhu tubuh klien meningkat.
5. Eliminasi
Pada klien hematemesis melena pada umumnya mengalami
gangguan eliminasi. Yang perlu dikaji adalah :
·
Jumlah serta cara pengeluaran
akibat fungsi ginjal terganggu. Urine berkurang dan biasanya dilakukan
perawatan tirah baring.
·
Defikasi, perlu dicatat jumlah,
warna dan konsistensinya.
6. Perlindungan
Latar
belakang sosio ekonomi klien, karena pada hematemesis melena perlu dilakukan
beberapa tindakan sebagai penegakan diagnosa dan terapi bagi klien.
7. Kebutuhan Fisik dan Psiologis
Perlindungan
terhadap bahaya infeksi. Perlu dikaji : kebersihan diri, kebersihan lingkungan
klien, kebersihan alat-alat tenun, mempersiapkan dan melakukan pembilasan
lambung, cara pemasangan dan perawatan pipa lambung, cara persiapan dan
pemberian injeksi IV atau IM.
Perlindungan
terhadap bahaya komplikasi :
·
Kaji persiapan pemeriksaan
endoscopy (informed concern).
·
Persiapan yang berhubungan
dengan pemeriksaan darah.
8. Diagnosa Keperawatan yang biasa muncul adalah:
·
Defisit volume cairan
sehubungan dengan perdarahan (kehilangan secara aktif)
·
Potensial gangguan perfusi
jaringan sehubungan dengan hipovolemik karena perdarahan.
·
Tidak efektifnya pola napas
sehubungan dengan asites dan menurunnya
pengembangan diafragma.
·
Potensial inferksi sehubungan
dengan berkurangnya sel darah putih.
·
Gangguan rasa nyaman: nyeri
sehubungan dengan rasa panas/terbakar pada mukosa lambung dan rongga mulut.
atau spasme otot dinding perut.
·
Kurangnya pengetahuan
sehubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya.
·
Kecemasan sehubungan dengan
penyakitnya.
·
Risiko tinggi terjadinya
gangguan kesadaaran.
Daftar Pustaka
Soeparman: Ilmu penyakit dalam Jilid II, FK-UI, Jakarta. 1984
Long, Phips, Medical surgical nursing, Philadelphia, WB. Sounders. 1991
Junadi,
P. et all, Kapita selekta, Media Aesculapius, FK-UI, Jakarta. 1984