Apendiks Vermiformis
Apendiks
disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang sering dipakai di masyarakat
awam adalah kurang tepat karena usus buntu sebenarnya adalah sekum. Fungsi
organ ini tidak diketahui namun sering menimbulkan masalah kesehatan. Peradangan
akut apendiks memerlukan tindak bedah segera untuk mencegah komplikasi yang
umumnya berbahaya.
A. Apendisitis akut
Apendisitis akut merupakan infeksi bacteria. Berbagai hal
berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan factor
yang diajukan sebagai factor pencetus disamping hiperplasi jaringan limf.
Fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan.
Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis ialah erosi mukosa
apendiks karena parasit seperti E. histolytica.
Penelitian epidemiologi
menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi
terhadap timbulnya apendisitis. Kontipasi akan menaikkan tekanan intrasekal,
yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya
apendisitis akut.
B. Patologi
Sesuai
dengan yang disebutkan diatas, maka patologi yang didapat pada apendisitis
dapat muali di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks
dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha pertahanan tubauh adalah membatasi proses
radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa
sehingga terbentuk massa periapendikuler yang salah dikenal dengan istilah infiltrate
apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat
mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan
massa periapendikuler akan tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara
lambat.
Apendiks
yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna tetapi akan membentuk
jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya.
Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada
suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai
mengalami eksaserbasi akut.
C. Gambaran klinis
Apendisitis
sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai
cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum
local. Gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri visceral di daerah epigastrum di sekitar umbilicus. Keluhan ini
sering disertai mual dan dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam
beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah titik Mc. Burney. Di sini
nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri
somatic setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrum tetapi terdapat konstipasi
sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap
berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat
perangsangan peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau
batuk.
Bila letak apendiks retrosekal di luar rongga perut, karena
letaknya terlindung sekum maka tanda perut kanan bawah tidak begitu jelas dan
tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kea arh perut sisi
kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan, karena kontrkaksi psoas mayor yang
menegang dari dorsal.
Apendiks
yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala dan
tanda rangsangan sigmoid atau rectum sehingga peristaltic meningkat,
pengosongan rectum akan lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi
menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena
rangsangan dindingnya.
Gejala apendiks pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya
sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa
nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak
menjadi lemah dan letargik.
Pada orang lanjut usia gejalanya juga lebih samara-samar
saja. Tidak jarang terlambat didiagnosa. Akibatnya lebih dari separo penderita
baru dapat didiagnosa setelah perforasi.
Pada kehamilan keluhan
utama apendisitis adalah nyeri perut, mual dan muntah. Yang perlu diperhatikan
adalah pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah.
Pada kehamilan lanjut sekum dengan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga
keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke region lumbal
kanan.
D. Pemeriksaan
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,50C.
Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat
perbedaan suhu aksilar dan rectal samapi 10 C. Pada inspeksi perut
tidak terdapat gambaran spesifik.Kembung sering terlihat pada penderita dengan
komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa terlihat pada massa
atau abses apendikuler.
Pada palpasi didapatkan
nyeri yang terbatas pada region iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans
muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut
kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan
dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada
apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk
menentukan adanya rasa nyeri.
Peristaltik usus sering
normal, paralitik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis
generalisata akibat apendisitis perforate.
Pemeriksaan colok dubur
menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk,
misalnya pada apendisitis pelvika.
Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka
kunci diagnosis adalah nyeri terbatas waktu dilakukan colok dubur. Colok dubur
pada anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan
pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas
d9ilakukan dengan perangsangan m.psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif.
Bila apendiks yang meradang menempel pada m.psoas, tindakan tersebut akan
menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang
meradang kontak dengan m.obturator internus yang meripakan dinding panggul
kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi pada posisi terlentang, pada
apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri.
E. Diagnosis
Foto barium kurang dapat
dipercaya. Ultrasonografi bisa meningkatkan akurasi diagnosis. Demikian pula
kasus laparoskopi pada kasus yang meragukan.
F.
Laboratorium
Pada kebanyakan kasus
terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan komplikasi.
G. Pengelolaan
Bila diagnosis klinik
sudah jelas maka maka tindakan paling tepat adalah apendiktomi dan merupakan
satu-satunya pilihan yang baik. Penundaan tindak bedahsambil pemberian
antibiotic dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Apendiktomi dapat
dilakukan secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi. Bila apendiktomi
terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih ahli bedah. Pada penderita yang
diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan
laboratorium dan ultrasonografi bila dilakukan bila dalam observasi masih
terdapat keraguan. Bila tersedia laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik
pada kasus meragukan akan segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak.
Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotic,
kecuali pada apendisitis gangrenosa atau perforasi.