CA PARU
A. PENGERTIAN.
Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru (Price,
Patofisiologi, 1995).
Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang mengalami proliferasi dalam paru (Underwood,
Patologi, 2000).
B. ETIOLOGI.
Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum
diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam
peningkatan insiden kanker paru :
1.
Merokok.
Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan
statistik yang defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua
puluh batang sehari) dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti
ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan.
Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya
akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun.
Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang
jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.
2.
Iradiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di
Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal
akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk
radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif.
3.
Kanker paru akibat kerja.
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar
dengan karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja
pemecah hematite (paru – paru hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan
asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden.
4.
Polusi udara.
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang
lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui
adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota.
5.
Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam
kanker paru, yakni :
a.
Proton oncogen.
b.
Tumor suppressor gene.
c.
Gene encoding enzyme.
Teori Onkogenesis.
Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor
tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor
dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS) sebagian
susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam
anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini
menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker
dengan sifat pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian kanker merupakan
penyakit genetic yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi
agresif pada jaringan sekitarnya.
6.
Diet.
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, seleniumdan
vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001).
C. KLASIFIKASI.
Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru –
paru
1.
Karsinoma Bronkogenik.
a. Karsinoma epidermoid
(skuamosa).
Kanker
ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk
metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas
mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol
kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa centimeter dan
cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan
mediastinum.
b. Karsinoma sel kecil (termasuk
sel oat).
Biasanya
terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini timbul dari sel
– sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel – sel
kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini
ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran
hematogen ke organ – organ distal.
c. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel
alveolar).
Memperlihatkan
susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan
timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang – kadang dapat dikaitkan
dengan jaringan parut local pada paru – paru dan fibrosis interstisial kronik.
Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan
secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya metastasis
yang jauh.
d. Karsinoma sel besar.
Merupakan
sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma
yang besar dan ukuran inti bermacam – macam. Sel – sel ini cenderung untuk
timbul pada jaringan paru - paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran
ekstensif dan cepat ke tempat – tempat yang jauh.
e. Gabungan adenokarsinoma dan
epidermoid.
f. Lain – lain.
1).
Tumor karsinoid (adenoma bronkus).
2).
Tumor kelenjar bronchial.
3).
Tumor papilaris dari epitel permukaan.
4).
Tumor campuran dan Karsinosarkoma
5).
Sarkoma
6).
Tak terklasifikasi.
7).
Mesotelioma.
8).
Melanoma.
D. MANIFESTASI KLINIS.
1. Gejala awal.
Stridor
lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus.
2. Gejala umum.
a. Batuk
Kemungkinan
akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai sebagai batuk
kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana dibentuk
sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder.
b.
Hemoptisis
Sputum
bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami ulserasi.
c. Anoreksia, lelah, berkurangnya
berat badan.
E. STADIUM.
Tabel Sistem Stadium TNM untuk kanker Paru – paru:
1986 American Joint Committee on Cancer.
Gambarn
TNM
|
Defenisi
|
Tumor primer (T)
T0
Tx
TIS
T1
T2
T3
T4
Kelenjar limfe
regional (N)
N0
N1
N2
N3
Metastasis jauh (M)
M0
M1
Kelompok stadium
Karsinoma
tersembunyi TxN0m0
Stadium
0 TISN0m0
Stadium
I T1N0M0
T2N0M0
Stadium
II T1N1M0
T2N1M0
Stadium
IIIa T3N0Mo
T3N0M0
Stadium
IIIb Setiap
T N3M0
T4 setiap NM0
Stadium
IV Setiap
T, setiap N,M1
|
Tidak
terbukti adanya tumor primer
Kanker yang
tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus tetapi tidak terlihat pada
radiogram atau bronkoskopi
Karsinoma
in situ
Tumor
dengan diameter ≤ 3 cm dikelilingi paru – paru atau pleura viseralis yang
normal.
Tumor
dengan diameter 3 cm atau dalam setiap ukuran dimana sudah menyerang pleura
viseralis atau mengakibatkan atelektasis yang meluas ke hilus; harus berjarak
2 cm distal dari karina.
Tumor dalam
setiap ukuran dengan perluasan langsung pada dinding dada, diafragma, pleura
mediastinalis, atau pericardium tanpa mengenai jantung, pembuluh darah besar,
trakea, esofagus, atau korpus vertebra; atau dalam jarak 2 cm dari karina
tetapi tidak melibat karina.
Tumor dalam
setiap ukuran yang sudah menyerang mediastinum atau mengenai jantung,
pembuluh darah besar, trakea, esofagus, koepua vertebra, atau karina; atau
adanya efusi pleura yang maligna.
Tidak dapat
terlihat metastasis pada kelenjar limfe regional.
Metastasis
pada peribronkial dan/ atau kelenjar – kelenjar hilus ipsilateral.
Metastasis
pada mediastinal ipsi lateral atau kelenjar limfe subkarina.
Metastasis
pada mediastinal atau kelenjar – kelenjar limfe hilus kontralateral; kelenjar
– kelenjar limfe skalenus atau supraklavikular ipsilateral atau
kontralateral.
Tidak
diketahui adanya metastasis jauh
Metastasis
jauh terdapat pada tempat tertentu (seperti otak).
Sputum
mengandung sel – sel ganas tetapi tidak dapat dibuktikan adanya tumor primer
atau metastasis.
Karsinoma
in situ.
Tumor
termasuk klasifikasi T1 atau T2 tanpa adanya bukti metastasis pada kelenjar
limfe regional atau tempat yang jauh.
Tumor
termasuk klasifikasi T1 atau T2 dan terdapat bukti adanya metastasis pada
kelenjar limfe peribronkial atau hilus ipsilateral.
Tumor
termasuk klasifikasi T3 dengan atau tanpa bukti metastasis pada kelenjar
limfe peribronkial atau hilus ipsilateral; tidak ada metastasis jauh.
Setiap
tumor dengan metastasis pada kelenjar limfe hilus tau mediastinal
kontralateral, atau pada kelenjar limfe skalenus atau supraklavikular; atau
setiap tumor yang termasuk klasifikasi T4 dengan atau tanpa metastasis
kelenjar limfe regional; tidak ada metastasis jauh.
Setiap
tumor dengan metastsis jauh.
|
F.
PATOFISIOLOGI.
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus
menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh
metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi
pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang
bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus
dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul
dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu,
demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya
menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat
bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding
esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.
1.
Radiologi.
a. Foto thorax posterior –
anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan
pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru.
Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada
bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
b.
Bronkhografi.
Untuk
melihat tumor di percabangan bronkus.
2.
Laboratorium.
a.
Sitologi (sputum, pleural, atau
nodus limfe).
Dilakukan
untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
b.
Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat
dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
c.
Tes kulit, jumlah absolute
limfosit.
Dapat
dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).
3.
Histopatologi.
a.
Bronkoskopi.
Memungkinkan
visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma
bronkogenik dapat diketahui).
b.
Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi
dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya
mencapai 90 – 95 %.
c.
Torakoskopi.
Biopsi
tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara torakoskopi.
d.
Mediastinosopi.
Umtuk
mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.
e.
Torakotomi.
Totakotomi
untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam – macam prosedur non
invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
4.
Pencitraan.
a.
CT-Scanning, untuk mengevaluasi
jaringan parenkim paru dan pleura.
b.
MRI, untuk menunjukkan keadaan
mediastinum.
H. PENATALAKSANAAN.
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
a. Kuratif
Memperpanjang
masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.
b. Paliatif.
Mengurangi
dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c. Rawat rumah (Hospice care) pada
kasus terminal.
Mengurangi
dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
d. Supotif.
Menunjang
pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi, tranfusi
darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.
(Ilmu
Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)
1.
Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit
paru lain, untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan
sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker.
a) Toraktomi eksplorasi.
Untuk
mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya
karsinoma, untuk melakukan biopsy.
b) Pneumonektomi pengangkatan
paru).
Karsinoma
bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.
c)
Lobektomi (pengangkatan lobus
paru).
Karsinoma
bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula
emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
d) Resesi segmental.
Merupakan
pengankatan satau atau lebih segmen paru.
e) Resesi baji.
Tumor
jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang
terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru berbentuk baji
(potongan es).
f)
Dekortikasi.
Merupakan
pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)
2. Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai
pengobatan kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor
dengan komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap
pembuluh darah/ bronkus.
3. Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan
tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi
luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KANKER PARU
1.
PENGKAJIAN.
a.
Preoperasi
1).
Aktivitas/ istirahat.
Gejala : - Kelemahan atau ketidakmampuan
- dispnea karena aktivitas.
Tanda : - Kelesuan( biasanya tahap lanjut).
2).
Sirkulasi.
Gejala : - JVD (obstruksi vana kava).
- Takikardi/ disritmia.
3).
Integritas ego.
Gejala : - Perasaan taku hasil pembedahan.
- Menolak kondisi yang berat/ potensi keganasan.
Tanda : - Kegelisahan, insomnia, pertanyaan
yang diulang – ulang.
4).
Eliminasi.
Gejala : - Diare yang hilang timbul (karsinoma
sel kecil).
- Peningkatan
frekuensi/ jumlah urine
5).
Makanan/ cairan.
Gejala : - Penurunan berat badan, nafsu makan
buruk
- Kesulitan menelan
- Haus/
peningkatan masukan cairan.
Tanda : - Kurus atau penampilan kurang
berbobot
- Edema
wajah/ leher, dada punggung
(obstruksi vena kava), edema wajah/ periorbital
(ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
- Glukosa
dalam urine
(ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid).
6).
Nyeri/ kenyamanan.
Gejala : - Nyeri dada
- Nyeri
bahu/ tangan
- Nyeri
abdomen hilang timbul.
7).
Pernafasan.
Gejala : - Batuk
- produksi
sputum.
- Nafas
pendek
- Pekerja
yang terpajan polutan, debu industri
- Serak,
paralysis pita suara.
- Riwayat
merokok
Tanda : - Dispnea, meningkat dengan kerja
- Peningkatan
fremitus taktil
- Krekels/
mengi pada inspirasi atau ekspirasi
- Hemoptisis.
8).
Keamanan.
Tanda : - Demam mungkin ada
- Kemerahan
9).
Seksualitas.
Tanda : - Ginekomastia
- Amenorea/
impotent
10).
Penyuluhan.
Gejala :
- Faktor resiko keluarga.
- Kegagalan
untuk membaik.
- kanker paru, tuberculosis
b.
Pascaoperasi
- Pernafasan dan warna kulit pasien.
- Frekuensi dan irama jantung.
- Pemeriksaan laboratorium (GDA, Elektolit serum, Hb dan Ht).
- Pemantauan tekanan vena
sentral.
- Status nutrisi.
- Status mobilisasi ekstremitas
khususnya sisi yang di operasi.
- Kondisi dan karakteristik water
seal drainase.
1).
Aktivitas atau istirahat.
Gejala
: - Perubahan aktivitas, frekuensi tidur berkurang.
2).
Sirkulasi.
Tanda
: - Denyut nadi cepat, tekanan darah tinggi.
3).
Eliminasi.
Gejala
: - Menurunnya frekuensi eliminasi BAB
Tanda : - Kateter terpasang/ tidak,
karakteristik urine
- Bisng usus, samar atau jelas.
4).
Makanan dan cairan.
Gejala
: - Mual atau muntah
5).
Neurosensori.
Gejala : - Gangguan gerakan dan sensasi di bawah
tingkat anastesi.
6).
Nyeri dan ketidaknyamanan.
Gejala : - Keluhan nyeri, karakteristik nyeri
- Efek anastesi.
2.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN DAN RENCANA KEPERAWATAN.
a.
Preoperasi
1).
Kerusakan pertukaran gas
Dapat
dihubungkan :
Hipoventilasi.
Kriteria
hasil :
- Menunjukkan perbaikan ventilasi
dan oksigenisi adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala
distress pernafasan.
- Berpartisipasi dalam program
pengobatan, dalam kemampuan/ situasi.
Intervensi
:
a)
Kaji status pernafasan dengan
sering, catat peningkatan frekuensi atau upaya pernafasan atau perubahan pola
nafas.
Rasional : Dispnea merupakan mekanisme kompensasi
adanya tahanan jalan nafas.
b)
Catat ada atau tidak adanya bunyi tambahan dan adanya
bunyi tambahan, misalnya krekels, mengi.
Rasional : Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama
atau tak ada pada area yang sakit.Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam
area jaringan sebagai akibat peningkatan permeabilitas membrane
alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti adanya tahanan atau penyempitan jalan
nafas sehubungan dengan mukus/ edema serta tumor.
c)
Kaji adanmya sianosis
Rasional : Penurunan oksigenasi bermakna terjadi
sebelum sianosis. Sianosis sentral dari “organ” hangat contoh, lidah, bibir dan
daun telinga adalah paling indikatif.
d)
Kolaborasi pemberian oksigen
lembab sesuai indikasi
Rasional :
Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran.
e)
Awasi atau gambarkan seri GDA.
Rasional : Menunjukkan ventilasi atau oksigenasi.
Digunakan sebagai dasar evaluasi keefktifan terapi atau indikator kebutuhan
perubahan terapi.
2).
Bersihan jalan nafas tidak efektif.
Dapat dihubungkan :
-
Kehilangan fungsi silia jalan nafas
-
Peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru.
-
Meningkatnya tahanan jalan nafas
Kriteria
hasil :
-
Menyatakan/ menunjukkan hilangnya dispnea.
-
Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih
-
Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan
bersiahn jalan nafas.
Intervensi
:
a) Catat perubahan
upaya dan pola bernafas.
Rasional : Penggunaan otot interkostal/ abdominal
dan pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya bernafas.
b) Observasi
penurunan ekspensi dinding dada dan adanya.
Rasional : Ekspansi dad terbatas atau tidak sama
sehubungan dengan akumulasi cairan, edema, dan sekret dalam seksi lobus.
c) Catat
karakteristik batuk (misalnya, menetap, efektif, tak efektif), juga produksi
dan karakteristik sputum.
Rasional : Karakteristik batuk dapat berubah
tergantung pada penyebab/ etiologi gagal perbafasan. Sputum bila ada mungkin
banyak, kental, berdarah, adan/ atau puulen.
d) Pertahankan
posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas sesuai kebutuhan.
Rasional : Memudahkan memelihara jalan nafas atas
paten bila jalan nafas pasein dipengaruhi.
e) Kolaborasi
pemberian bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol dll. Awasi untuk efek
samping merugikan dari obat, contoh takikardi, hipertensi, tremor, insomnia.
Rasional : Obat diberikan untuk menghilangkan
spasme bronkus, menurunkan viskositas sekret, memperbaiki ventilasi, dan
memudahkan pembuangan sekret. Memerlukan perubahan dosis/ pilihan obat.
3).
Ketakutan/Ansietas.
Dapat
dihubungkan :
-
Krisis situasi
-
Ancaman untuk/ perubahan status kesehatan, takut mati.
-
Faktor psikologis.
Kriteria
hasil :
- Menyatakan kesadaran terhadap ansietas dan cara sehat
untuk mengatasinya.
- Mengakui dan mendiskusikan takut.
- Tampak rileks dan
melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatangani.
- Menunjukkan
pemecahan masalah dan pengunaan sumber efektif.
Intervensi :
a) Observasi
peningkatan gelisah, emosi labil.
Rasional : Memburuknya penyakit dapat menyebabkan
atau meningkatkan ansietas.
b) Pertahankan
lingkungan tenang dengan sedikit rangsangan.
Rasional : Menurunkan ansietas dengan meningkatkan
relaksasi dan penghematan energi.
c) Tunjukkan/ Bantu
dengan teknik relaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi.
Rasional : Memberikan kesempatan untuk pasien
menangani ansietasnya sendiri dan merasa terkontrol.
d) Identifikasi
perspsi klien terhadap ancaman yang ada oleh situasi.
Rasional :
Membantu pengenalan ansietas/ takut dan mengidentifikasi tindakan yang dapat
membantu untuk individu.
e) Dorong pasien
untuk mengakui dan menyatakan perasaan.
Rasional : Langkah awal dalam mengatasi perasaan
adalah terhadap identifikasi dan ekspresi. Mendorong penerimaan situasi dan
kemampuan diri untuk mengatasi.
4).
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.
Dapat
dihubungkan :
-
Kurang informasi.
-
Kesalahan interpretasi informasi.
-
Kurang mengingat.
Kriteria
hasil :
- Menjelaskan hubungan antara
proses penyakit dan terapi.
- Menggambarkan/ menyatakan diet,
obat, dan program aktivitas.
- Mengidentifikasi dengan benar
tanda dan gejala yang memerlukan perhatian medik.
-
Membuat perencanaan untuk
perawatan lanjut.
Intervensi
:
a)
Dorong belajar untuk memenuhi
kebutuhan pasien. Beriak informasi dalam cara yang jelas/ ringkas.
Rasional : Sembuh dari gangguan gagal paru dapat
sangat menghambat lingkup perhatian pasien, konsentrasi dan energi untuk
penerimaan informasi/ tugas baru.
b)
Berikan informasi verbal dan
tertulis tentang obat
Rasional : Pemberian instruksi penggunaan obat yang
aman memmampukan pasien untuk mengikuti dengan tepat program pengobatan.
c)
Kaji konseling nutrisi tentang
rencana makan; kebutuhan makanan kalori tinggi.
Rasional : Pasien dengan masalah pernafasan berat
biasanya mengalami penurunan berat badan dan anoreksia sehingga memerlukan
peningkatan nutrisi untuk menyembuhan.
d)
Berikan pedoman untuk
aktivitas.
Rasional :
Pasien harus menghindari untuk terlalu lelah dan mengimbangi periode
istirahatdan aktivitas untuk meningkatkan regangan/ stamina dan mencegah
konsumsi/ kebutuhan oksigen berlebihan.
b.
Pascaoperasi
1).
Kerusakan pertukaran gas.
Dapat
dihubungkan :
-
Pengangkatan jaringan paru
-
Gangguan suplai oksigen
-
Penurunan kapasitas pembawa oksigen darah (kehilangan darah).
Kriteria
hasil :
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
adekuat dengan GDA dalam rentang normal.
- Bebas gejala distress pernafasan.
Intervensi :
a)
Catat frekuensi, kedalaman dan
kemudahan pernafasan. Observasi penggunaan otot bantu, nafas bibir, perubahan
kulit/ membran mukosa.
Rasional : Pernafasan meningkat sebagai akibat
nyeri atau sebagai mekanisme kompensasi awal terhadap hilangnya jaringan paru.
b)
Auskultasi paru untuk gerakamn
udara dan bunyi nafas tak normal.
Rasional : Konsolidasi dan kurangnya gerakan udara
pada sisi yang dioperasi normal pada pasien pneumonoktomi. Namun, pasien
lubektomi harus menunjukkan aliran udara normal pada lobus yang masih ada.
c)
Pertahankan kepatenan jalan
nafas pasien dengan memberikan posisi, penghisapan, dan penggunaan alat
Rasional : Obstruksi jalan nafas mempengaruhi
ventilasi, menggangu pertukaran gas.
d)
Ubah posisi dengan sering,
letakkan pasien pada posisi duduk juga telentang sampai posisi miring.
Rasional : Memaksimalkan ekspansi paru dan drainase
sekret.
e)
Dorong/ bantu dengan latihan
nafas dalam dan nafas bibir dengan tepat.
Rasional : Meningkatkan ventilasi maksimal dan
oksigenasi dan menurunkan/ mencegah atelektasis.
2).
Bersihan jalan nafas tidak efektif
Dapat
dihubungkan :
-
Peningkatan jumlah/ viskositas sekret
-
Keterbatasan gerakan dada/ nyeri.
-
Kelemahan/ kelelahan.
Kriteria
hasil :
Menunjukkan
patensi jalan nafas, dengan cairan sekret mudah dikeluarkan, bunyi nafas jelas,
dan pernafasan tak bising.
Intervensi
:
a) Auskultasi dada untuk karakteristik bunyi
nafas dan adanya sekret.
Rasional : Pernafasan bising, ronki, dan mengi
menunjukkan tertahannya sekret dan/ atau obstruiksi jalan nafas.
b) Bantu pasien
dengan/ instruksikan untuk nafas dalam efektif dan batuk dengan posisi duduk
tinggi dan menekan daerah insisi.
Rasional : Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru
maksimal dan penekanan menmguatkan upaya batuk untuk memobilisasi dan membuang
sekret. Penekanan dilakukan oleh perawat.
c) Observasi jumlah
dan karakter sputum/ aspirasi sekret.
Rasional : Peningkatan jumlah sekret tak berwarna /
berair awalnya normal dan harus menurun sesuai kemajuan penyembuhan.
d) Dorong masukan
cairan per oral (sedikitnya 2500 ml/hari) dalam toleransi jantung.
Rasional : Hidrasi
adekuat untuk mempertahankan sekret hilang/ peningkatan pengeluaran.
e) Kolaborasi
pemberian bronkodilator, ekspektoran, dan/ atau analgetik sesuai indikasi.
Rasional :
Menghilangkan spasme bronkus untuk memperbaiki aliran udara, mengencerkan dan
menurunkan viskositas sekret.
3).
Nyeri (akut).
Dapat
dihubungkan :
-
Insisi bedah, trauma jaringan, dan gangguan saraf internal.
-
Adanya selang dada.
-
Invasi kanker ke pleura, dinding dada
Kriteria
hasil :
-
Melaporkan neyri hilang/ terkontrol.
-
Tampak rileks dan tidur/ istirahat dengan baik.
-
Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan.
Intervensi
:
a) Tanyakan pasien
tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri. Buat rentang intensitas pada skala
0 – 10.
Rasional :
Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena kanker. Penggunaan skala rentang membantu pasien dalam mengkaji
tingkat nyeri dan memberikan alat untuk evaluasi keefktifan analgesic,
meningkatkan control nyeri.
b) Kaji pernyataan
verbal dan non-verbal nyeri pasien.
Rasional : Ketidaklsesuaian antar petunjuk verbal/
non verbal dapat memberikan petunjuk derajat nyeri, kebutuhan/ keefketifan
intervensi.
c) Catat kemungkinan
penyebab nyeri patofisologi dan psikologi.
Rasional : Insisi posterolateral lebih tidak nyaman
untuk pasien dari pada insisi anterolateral. Selain itu takut, distress,
ansietas dan kehilangan sesuai diagnosa kanker dapat mengganggu kemampuan
mengatasinya.
d) Dorong menyatakan
perasaan tentangnyeri.
Rasional : Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan
otot dan menurunkan ambang persepsi nyeri.
e) Berikan tindakan
kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan teknik relaksasi
Meningkatkan
relaksasi dan pengalihan perhatian.
4).
Ansietas.
Dapat
dihubungkan:
-
Krisis situasi
-
Ancaman/ perubahan status kesehatan
-
Adanya ancman kematian.
Kriteria
hasil :
-
Mengakui dan mendiskusikan
takut/ masalah
-
Menunjukkan rentang perasaan
yang tepat dan penampilan wajah tampak rileks/ istirahat
-
Menyatakan pengetahuan yang
akurat tentang situasi.
Intervensi
:
a)
Evaluasi tingkat pemahaman
pasien/ orang terdekat tentang diagnosa.
Rasional : Pasien dan orang terdekat mendengar dan
mengasimilasi informasi baru yang meliputi perubahan ada gambaran diri dan pola
hidup. Pemahaman persepsi ini melibatkan susunan tekanan perawatan individu dan
memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat.
b)
Akui rasa takut/ masalah pasien
dan dorong mengekspresikan perasaan
Rasional : Dukungan memampukan pasien mulai membuka
atau menerima kenyataan kanker dan pengobatannya.
c)
Terima penyangkalan pasien
tetapi jangan dikuatkan.
Rasional : Bila penyangkalan ekstrem atau ansiatas
mempengaruhi kemajuan penyembuhan, menghadapi isu pasien perlu dijelaskan dan
emebuka cara penyelesaiannya.
d)
Berikan kesempatan untuk
bertanya dan jawab dengan jujur. Yakinkan bahwa pasien dan pemberi perawatan
mempunyai pemahaman yang sama.
Rasional : Membuat kepercayaan dan menurunkan
kesalahan persepsi/ salah interpretasi terhadap informasi..
e)
Libatkan pasien/ orang terdekat
dalam perencanaan perawatan. Berikan waktu untuk menyiapkan peristiwa/
pengobatan.
Rasional : Dapat membantu memperbaiki beberapa
perasaan kontrol/ kemandirian pada pasien yang merasa tek berdaya dalam
menerima pengobatan dan diagnosa.
f)
Berikan kenyamanan fiik pasien.
Rasional : Ini sulit untuk menerima dengan isu
emosi bila pengalaman ekstrem/ ketidaknyamanan fisik menetap.
5).
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.
Dapat
dihubungkan :
-
Kurang atau tidak mengenal
informasi/ sumber
-
Salah interperatasi informasi.
-
Kurang mengingat
Kriteria
hasil :
-
Menyatakan pemahaman seluk
beluk diagnosa, program pengobatan.
-
Melakukan dengan benar prosedur
yang perlu dan menjelaskan alas an tindakan tersebut.
-
Berpartisipasi dalam proses
belajar.
-
Melakukan perubahan pola hidup.
Intervensi
:
a)
Diskusikan diagnosa, rencana/
terapi sasat ini dan hasil yang diharapkan.
Rasional : Memberikan informasi khusus individu,
membuat pengetahuan untuk belajar lanjut tentang manajemen di rumah. Radiasi
dan kemoterapi dapat menyertai intervensi bedah dan informasi penting untuk
memampukan pasien/ orang terdekat untuk membuat keputusan berdasarkan
informasi.
b)
Kuatkan penjelasan ahli bedah
tentang prosedur pembedahan dengan memberikan diagram yang tepat. Masukkan
informasi ini dalam diskusi tentang harapan jangka pendek/ panjang dari
penyembuhan.
Rasional : Lamanya rehabilitasi dan prognosis
tergantung pada tipe pembedahan, kondisi preoperasi, dan lamanya/ derajat
komplikasi.
c)
Diskusikan perlunya perencanaan
untuk mengevaluasi perawatan saat pulang.
Rasional : Pengkajian evaluasi status pernafasan
dan kesehatan umum penting sekali untuk meyakinkan penyembuhan optimal. Juga
memberikan kesempatan untuk merujuk masalah/ pertanyaan pada waktu yang sedikit
stres.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan:
Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien,
Edisi 3, EGC, Jakarta
Long, Barbara C, (1996), Perawatan Medikal Bedah; Suatu
Pendekatan Proses Holistik, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Padjajaran, Bandung.
Suyono, Slamet, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid II, Edisi 3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Underwood, J.C.E, (1999), Patologi Umum dan Sistematik,
Edisi 2, EGC, Jakarta.